Kamis, 2 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Respons Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Cak Imin dan Bahlil Godok Pola Subsidi Energi

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sedang menggodok pola dan cara kerja subsidi energi. 

Tribunnews.com/Taufik Ismail
KORUPSI MINYAK MENTAH - Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, (3/1/2025). Ia merespons kasus korupsi minyak mentah di PT Pertamina Patra Niaga. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sedang menggodok pola dan cara kerja subsidi energi. 

Hal itu ia sampaikan merespons kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) yang mencapai Rp 193,7 triliun. 

Pola itu saat ini masih dalam proses pembahasan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di bawah pimpinan Bahlil Lahadalia

“Makanya kita sedang merekomendasikan pola subsidi energi yang tepat,” kata Cak Imin di Kantor Kemenko PM, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

“Dan kita sedang bersama-sama Menteri ESDM membahas pola dan cara kerja subsidi energi yang masih terus kita perbaiki,” lanjut dia.

Baca juga: Harta Kekayaan Edward Corne, Tersangka Baru Korupsi Pertamina Punya Utang Rp 290 Juta, Ini Perannya

Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut kasus korupsi tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina.

Dalam kasus yang merugikan negara Rp 193,7 triliun ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan 9 orang sebagai tersangka.

9 tersangka tersebut di antaranya Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Baca juga: Penjelasan Polisi dan Pertamina soal Kebakaran Kilang Minyak di Cilacap

Kemudian Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga, dan Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

Atas perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bantah Oplos Pertalite Jadi Pertamax

Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan pihaknya tidak melakukan praktik upgrade blending atau pencampuran Pertalite dengan Pertamax

Baca juga: Tangki 38 Kilang Pertamina Cilacap Terbakar, Tidak Ada Korban Jiwa

Ega memastikan bahwa produk yang diterima dan dijual di SPBU telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

"Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya," kata Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Ega menjelaskan, Pertamina Patra Niaga mengelola bahan bakar mulai dari terminal hingga ke SPBU. 

Sementara itu, proses pengangkutan bahan bakar dari kilang ke terminal dilakukan oleh kapal milik Pertamina.

"Tidak ada proses perubahan RON, tetapi yang ada itu Pertamax kita tambahkan adiktif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna. Proses inilah yang memberikan keunggulan perbedaan dalam produk," ujar Ega.

Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif ini dikenal sebagai injection blending. 

"Blending ini adalah proses yang common dalam produksi minyak yang merupakan bahan cair, namanya ini bahan cair. Jadi pasti akan ada proses blending ketika kita menambahkan blending ini tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut," ucapnya.

Dia menambahkan bahwa setiap bahan bakar yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.

"Setelah kita terima di terminal itu pun di terminal juga melakukan rutin pengujian kualitas produk di tempat-tempat Pertamina itu pun kita terus jaga sampai dengan ke SPBU," tegasnya.

Pernyataan pihak Pertamina berbanding terbalik dengan temuan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kejaksaan Agung membantah klaim PT Pertamina yang mengatakan tidak ada bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax atau RON 92 yang dilakukan pengoplosan.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan dalam proses penyidikan yang dilakukan terhadap para tersangka, penyidik, kata Qohar, tidak menemukan seperti apa yang disampaikan pihak Pertamina.

"Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau dibawahnya ya (RON) 88 (BBM jenis premium) diblending dengan RON 92. Jadi RON (dioplos) dengan RON. Jadi kan tidak seperti itu (seperti klaim Pertamina)," jelas Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025) malam.

Selain itu berdasarkan hasil penyidikan tersebut, bahwa BBM yang telah dioplos tersebut kemudian dipasarkan dengan harga Pertamax.

"Jadi hasil penyidikan saya sudah sampaikan, RON 90 atau dibawahnya tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 diblending dengan RON 90 dipasarkan seharga RON 92," katanya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved