Mapolres Tarakan Diserang
Kasus Penyerangan Terus Berulang, Imparsial Sebut TNI tidak Serius Menyelesaikan Masalah Kekerasan
Imparsial menyebut penyerangan terhadap Mapolres Tarakan sebagai tindakan yang melanggar hukum.
Ardi menyebut sejumlah kasus penyerangan oleh aparat TNI yang terjadi di beberapa daerah sebelumnya, di antaranya:
- Pada 11 Desember 2018 dan 29 Agustus 2020 Polsek Ciracas Jakarta Timur diserang Anggota TNI.
- Penyerangan juga terjadi pada 20 April 2023 terhadap Pos Polisi dan Rumah Kapolda NTT oleh anggota TNI
- Terakhir pada 27 April 2023 Mapolres Jeneponto juga diserang oleh anggota TNI.
"Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan," kata dia.
Menurut Ardi, selama ini terdapat kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI tetapi penghukumannya ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang dibebaskan.
Misalnya:
- Kasus penyerangan Lapas Cebongan
- Penyerangan Polsek Ciracas
- Kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua
- Kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Eluay
- Kasus korupsi pembelian helikopter AW-101
- Kasus korupsi Kepala Basarnas, dll
"Penghukuman yang tidak adil terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas," ujarnya.
Menurutnya, peradilan militer selama ini cenderung menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang terlibat kejahatan.
UU Nomor 31 tahun 1997 yang menjadi dasar peradilan militer kata Ardi, sejatinya memang didesain untuk melindungi anggota militer yang melakukan kejahatan dan melindungi rezim Soeharto karena UU ini dibuat di masa akhir pemerintahan orde baru.
"Politik hukum undang-undang peradilan militer sepenuhnya untuk melindungi kepentingan rezim Soeharto serta anggota militer yang melakukan kejahatan," kata dia.
Untuk itu Imparsial mendesak agar:
1. Untuk segera memproses seluruh oknum anggota TNI yang terlibat dalam penyerangan Polres Tarakan yang terjadi pada Senin 24 Februari 2025 melalui mekanisme peradilan umum untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
2. Pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk memutus mata rantai impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan tindak kejahatan.
"Berdasarkan catatan Imparsial selama ini, peradilan militer cenderung menjadi sarana impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan kejahatan," kata dia.
Kronologis Penyerangan
Sebelumnya Senin (24/2/2025) malam, ketika sekitar 20 oknum anggota TNI menyerang Markas Polres Tarakan.
Penyerangan ini menyebabkan lima anggota Polres mengalami luka-luka dan kerusakan pada fasilitas mako.
Informasi yang diterima Tribunnews.com, pada pukul 22.45 Wita, sekelompok oknum TNI tiba di lokasi menggunakan truk berwarna hijau.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.