Rabu, 1 Oktober 2025

Strategi Pemerintah Atasi Kerawanan Pangan Lewat Kebijakan Berbasis Data

Langkah ini sejalan dengan tujuan pemerintah dalam memberikan bantuan yang ditargetkan untuk stunting dan kondisi kekurangan gizi kronis

Editor: Content Writer
UNIC Jakarta
ATASI KERAWANAN PANGAN - Nur Affandi, Head of the Food Security Office in Singgau. Dengan menggunakan metodologi ketat dari Program Pangan Dunia (WFP), Dinas Ketahanan Pangan kabupaten menerbitkan rekomendasi kepada semua kantor pemerintah daerah untuk memusatkan upaya pada permukiman ini. Langkah ini sejalan dengan tujuan pemerintah dalam memberikan bantuan yang ditargetkan untuk stunting, kondisi kekurangan gizi kronis yang menjadi salah satu penyebab utama permasalahan kesehatan. 

Provinsi ini memiliki lebih dari 309 kecamatan - 37 persen di antaranya rentan terhadap kerawanan pangan pada tahun 2021. Di Nusa Tenggara Timur, lebih dari 20 persen populasi hidup di bawah garis kemiskinan dan hampir 40 persen anak-anak di bawah umur lima tahun stunting.

Stunting mencegah seorang anak mencapai potensi penuh kognitif dan fisiknya. Secara nasional, lebih dari 20% anak di bawah lima tahun mengalami stunting pada tahun 2022.

“Dengan menggunakan Peta untuk perencanaan, kami dapat menyempurnakan fokus dan menargetkan intervensi kerawanan pangan dengan tepat,” kata Marthen Rahakbauw, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kupang.

Meskipun kemajuannya nyata, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

“WFP mendukung Badan Pangan Nasional untuk bekerja sama dengan kota dan kabupaten lain untuk juga mengamanatkan penggunaan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan,” kata Jennifer Rosenzweig, Kepala Perwakilan a.i. WFP Indonesia.

“Kita memerlukan lebih banyak contoh seperti Kabupaten Sanggau dan Kupang yang secara sistematis dapat menjangkau kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap kerawanan pangan di seluruh negeri," tambahnya.

Bagi Kornelia, yang hanya mampu makan apa yang ia dan kerabatnya tanam sendiri, kehadiran sayur-sayuran membawa perubahan besar dalam pola makannya. Pendapatan utama ia dan suaminya berasal dari penjualan lateks yang mereka ekstrak dari sekitar 200 pohon karet. Hal ini menghasilkan sekitar 60.000 rupiah (US$ 4) per hari, ditambah dengan penghasilan dari pekerjaan serabutan dan sesekali menjual kacang tanah.

“Kami tidak kekurangan,” katanya. “Namun, kami tentu tidak pernah bisa makan sayuran sebanyak sekarang," imbuhnya.

Artikel ini merupakan hasil kerja sama United Nations Indonesia dengan Tribunnews. Untuk informasi lengkap, kunjungi laman resmi UN Indonesia. 

Artikel ini merupakan bagian dari inisiatif Lokal Asri yang berfokus pada lokalisasi nilai-nilai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pelajari selengkapnya!

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved