Sabtu, 4 Oktober 2025

Pegiat HAM hingga Pengamat Soroti RUU TNI, Sebut Berpotensi Ancam Kebebasan dan Demokrasi Indonesia

Usman Hamid menilai RUU TNI bermasalah karena akan memperluas jabatan-jabatan sipil yang akan dapat diduduki TNI.  

Dok Nurani 98 dan Strategi Institute
RUU TNI - Nurani 98 dan Strategi Institute mengadakan diskusi, Rabu (19/2/2025) tentang isu militer dan polisi. Dalam diskusi tersebut beberapa narasumber menyoroti masuknya RUU TNI dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2025. (Dok Nurani 98 dan Strategi Institute) 

Politikus Partai Golkar ini mengatakan perubahan RUU TNI menjadi program legislasi nasional atau prolegnas prioritas 2025 karena ada surat dari Presiden pada 13 Februari 2025. 

Sebelumnya, surpres itu pernah diajukan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Namun, kata dia, lantaran ada banyak nomenklatur kementerian yang berubah maka diajukan ulang di era Presiden Prabowo Subianto. Sehingga DPR memutuskan RUU TNI naik menjadi prolegnas prioritas dari prolegnas jangka menengah.

Polemik Revisi UU TNI

Revisi UU TNI telah menjadi topik perdebatan di kalangan publik dan berbagai elemen masyarakat.

Pembahasan RUU ini, sejatinya sudah bergulir di DPR periode 2019-2024. Namun, pembahasan belum juga selesai hingga periode kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) berakhir.

Beberapa poin utama dalam RUU TNI yang mendapat sorotan publik antara lain:

1. Penambahan usia pensiun prajurit TNI

Salah satu perubahan yang diusulkan dalam RUU ini adalah penambahan usia pensiun bagi prajurit TNI.

Usia pensiun yang sebelumnya ditetapkan pada 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara dan tamtama, diusulkan untuk diperpanjang.

Pada draf RUU TNI yang diterima Kompas.com pada Mei 2024, Pasal 53 disebutkan usia pensiun bagi perwira diperpanjang dari semula 58 tahun ke 60 tahun.

2. Perluasan penempatan prajurit di lembaga sipil

RUU TNI juga disebut membuka pintu perluasan penempatan prajurit TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil.

Pasal 47 UU TNI yang sebelumnya membatasi penempatan prajurit TNI aktif hanya pada sepuluh kementerian/lembaga, diusulkan untuk diperluas dengan menambahkan frasa "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden".

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil. Sebab, dianggap berpotensi mengembalikan peran dwifungsi ABRI di masa lalu.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved