Hadapi Perubahan Iklim, Akademisi Minta Pengelolaan SDA Terintegrasi
Prof Prudensius dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan berdasarkan SK Mendikbudristek tertanggal 4 Juli 2024.
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan Universitas Budi Luhur (UBL), Prof. Dr. Prudensius Maring, MA, mengungkapkan kunci menghadapi perubahan iklim.
Menurut Prof Prudensius, pengelolaan sumber daya alam (SDA) tidak hanya sekadar urusan teknis, berbagai masalah sosial justru menentukan keberhasilan atau sebaliknya kegagalan.
“Terlihat pula bahwa berbagai masalah lingkungan yang terjadi selalu bersumber dari kontestasi dan pertarungan kepentingan banyak pihak," ujar Prudensius melalui keterangan tertulis, Selasa (10/12/2024).
Hal tersebut diungkapkan oleh Prudensius pada Sidang Senat Terbuka UBL yang dipimpin Ketua Senat UBL Prof. Dr. Selamet Riyadi, MSi di Grha Mahardika Bujana, UBL.
Prof Prudensius dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan berdasarkan SK Mendikbudristek tertanggal 4 Juli 2024.
Dalam orasi ilmiahnya berjudul Tapak Antropologi Merajut Kolaborasi Mengurai Konflik Ekologi, Prof Prudensius menyoroti tiga hal penting yakni gambaran peta jalan dalam mempelajari antropologi.
Hal pertama, gambaran kompleksitas paradigma pengelolaan sumber daya ekologi hingga implikasinya terhadap konflik.
Kolaborasi serta gambaran kolaborasi sebagai pilihan jalan untuk penyelamatan sumber daya ekologi demi keutuhan satu bumi kehidupan.
“Penelitian ini adalah cara saya melihat masalah sumber daya alam, pertanian dari aspek pendekatan pembangunan pedesaan dan dimensi sosial lainnya untuk memperkaya basis pengetahuan pertanian yang saya kuasai,” kata Prof Prudensius.
Prof Prudensius berpendapat semua sistem penguasaan sumber daya alam serta cara-cara penyelesaian masalah sosial berupa konflik dan perlawanan selalu berhubungan dengan paradigma yang dianut oleh pemerintah.
"Saya memahami bagaimana banyak pihak memilih caranya masing-masing untuk menyelamatkan sumber daya alam. Banyak pihak masih menolak pilihan cara persuasif dan memilih berkonflik karena trauma pengalaman sebelumnya atau meyakini cara tersebutlah yang bisa mendorong perubahan,” jelasnya.
Menurut Prof Prudensius, kolaborasi adalah jalan yang terbaik untuk menyelamatkan sumber daya alam.
Sayangnya, kekuatan paradigma yang mengagungkan konflik sebagai instrumen perubahan kerap memandang remeh kolaborasi.
Bahkan kolaborasi dan konsensus dipandang sebagai bagian subordinat dari konflik.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
IDSurvey Dorong Praktik Bisnis Hijau Lewat Pendekatan Riset dan Teknologi |
![]() |
---|
Agroforestri Bukan Tren, Menhut: Tutupan Pohon Jaga Iklim dan Hidupi Rakyat |
![]() |
---|
Pentingnya Kebersamaan Lintas Sektor Menjaga Kelestarian Sungai Ciliwung |
![]() |
---|
Ekonom Ingatkan Pemerintah, Minimnya Sosialisasi Kebijakan Bisa Munculkan Resistensi Masyarakat |
![]() |
---|
Manggung di Pestapora 2025 Hari Ketiga, Sal Priadi Singgung Soal Kepunahan Massal Keenam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.