Sabtu, 4 Oktober 2025

Permenkes tentang Rokok

Pakta Konsumen Nasional: Konsumen Produk Tembakau Butuh Keadilan dalam Regulasi

Rembuk Konsumen ini menjadi upaya PakNas untuk menghapus stigma dan diskriminasi terhadap konsumen tembakau, sekaligus memastikan keadilan peraturan.

Istimewa
Rembuk Konsumen yang diselengarakan oleh Pakta Konsumen Nasional, Kamis, 21/11/2024 di Sanggar Maos Tradisi, Sleman, menghadirkan narasumber Anggota Komisi VI DPR RI, GM Totok Hedi Santoso. 


TRIBUNNEWS.COM – Gelombang kebijakan yang dinilai diskriminatif terhadap konsumen produk tembakau menjadi sorotan dalam Rembuk Konsumen yang digelar Pakta Konsumen Nasional (PakNas) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (21/11/2024).

Diskusi bertajuk "Pemerintahan Baru: Melihat Kebijakan pada Ekosistem Pertembakauan dan Dampaknya pada Konsumen" itu menghadirkan berbagai komunitas dan lembaga untuk membahas isu regulasi yang dinilai merugikan hak-hak konsumen.

Ketua Umum PakNas, Ary Fatanen, menegaskan pentingnya pelibatan konsumen dalam setiap tahap penyusunan regulasi terkait pertembakauan.

"Konsumen produk tembakau, yang taat membayar pajak dan cukai, selama ini hanya diposisikan sebagai objek hukum, bukan subjek yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan."

"Padahal, kami berhak mendapatkan transparansi dan perlakuan yang adil dalam setiap aturan yang menyasar kami," ujarnya, melalui keterangan kepada Tribunnews, Jumat (22/11).

Ary menyoroti berbagai aturan yang dianggap meminggirkan konsumen, mulai dari pasal-pasal dalam PP No. 28 Tahun 2024 hingga Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) tentang Tembakau dan Rokok Elektronik.

Aturan-aturan ini dinilai diskriminatif, seperti batas usia pembelian rokok yang dinaikkan dari 18+ menjadi 21+, larangan penjualan eceran, hingga pelarangan iklan di media sosial.

"Kebijakan ini tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga berdampak buruk pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat," tambah Ary.

Baca juga: Rancangan Permenkes Resahkan Petani Tembakau di Jateng: Tembakau Sumber Kehidupan Tidak Tergantikan

Ia juga menyoroti penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dinilai terlalu ketat di beberapa daerah seperti Yogyakarta, Sleman, dan Kulon Progo.

"Raperda KTR sering tidak mengakomodasi masukan konsumen, termasuk kewajiban menyediakan Tempat Khusus Merokok (TKM). Ini jelas merugikan hak konsumen," tegas Ary.

Regulasi yang Kurang Tepat Sasaran

Anggota DPRD DIY, Yuni Satya Rahayu, mengingatkan pentingnya pendekatan yang seimbang dalam implementasi kebijakan.

"Pemerintah harus mempertimbangkan dua sisi, baik perokok maupun non-perokok, dengan memastikan ketersediaan TKM yang layak. Rokok adalah produk legal, jadi pemerintah juga harus bertanggung jawab atas dampaknya terhadap konsumen," katanya.

Senada dengan itu, anggota Komisi VI DPR RI, GM Totok Hedi Santoso, menyebutkan bahwa regulasi yang tidak sesuai kondisi lapangan akan kontraproduktif.

"Regulasi seperti pelarangan identitas merek dan logo pada kemasan rokok dalam R-Permenkes malah bisa mendorong tumbuhnya pasar rokok ilegal yang merugikan negara dan konsumen," jelas Totok.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved