Angkatan Siber TNI yang Bisa Beroperasi Optimal Diramalkan Memakan Waktu Hingga 20 Tahun
Pembentukan matra siber, kata dia, membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur yang aman dan modern.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Muhammad Zulfikar
Namun, menurutnya pembentukan TNI Angkatan Siber dipandang sebagai langkah spesifik dalam ranah pertahanan yang lebih ofensif dan defensif di bawah kontrol langsung TNI.
"Jika diwujudkan, pembentukan TNI Angkatan Siber sebagai matra baru tentu akan menimbulkan konsekuensi anggaran yang tidak sedikit," kata dia.
"Biaya pembangunan infrastruktur, rekrutmen, pelatihan, dan operasional akan membengkak secara signifikan. Namun, dalam konteks pertahanan negara, pengeluaran ini dapat dinilai sebagai investasi yang perlu, seiring meningkatnya kompleksitas ancaman siber yang dihadapi," sambung dia.
Ia mengatakan ancaman siber terhadap sistem pertahanan negara sering kali dikaitkan dengan konsep Peperangan Generasi Kelima (5th Generation Warfare atau 5GW).
Dalam skenario 5GW, kata dia, ancaman yang dihadapi lebih abstrak dan berbasis informasi, dengan fokus pada domain non-fisik seperti dunia maya, psikologis, dan informasi.
Baca juga: Pidato Sidang Tahunan MPR, Bamsoet Paparkan Urgensi Pembentukan Matra Angkatan Siber
Menurutnya ancaman tersebut tidak lagi berwujud fisik semata, tetapi lebih kepada pengendalian dan manipulasi informasi untuk menciptakan kebingungan dan mempengaruhi opini publik serta moral militer.
"Serangan siber dapat melumpuhkan infrastruktur vital militer, sistem komunikasi, dan jaringan komando, serta merusak sistem senjata yang mengandalkan teknologi digital," kata dia.
"Serangan jenis ini jelas bisa mengganggu pertahanan nasional secara signifikan tanpa perlu adanya kontak fisik. Oleh karena itu, pembangunan pertahanan siber yang kuat dan tangguh menjadi sangat krusial," sambung dia.
Di satu sisi, ia menyadari salah satu kekhawatiran utama terkait pembentukan Angkatan Siber adalah potensi dampaknya terhadap hak-hak ruang siber warga negara.
Untuk memastikan bahwa keberadaan matra siber tidak membatasi kebebasan dan hak-hak privasi warga negara, menurut dia penting untuk menetapkan regulasi yang jelas dan komprehensif.
"Kerangka hukum yang melindungi privasi dan hak-hak dasar harus dirancang untuk mengatur batasan kewenangan, pengumpulan data, dan penggunaan informasi, serta menyediakan mekanisme pengawasan independen untuk mencegah penyalahgunaan wewenang," kata dia.
Selain itu, menurutnya transparansi dalam operasi Angkatan Siber juga menjadi hal yang sangat penting.
Prosedur yang jelas dan akuntabel dalam pelaksanaan tugas serta pelaporan kegiatan kepada publik, menurut Fahmi dapat membantu menjaga kepercayaan masyarakat dan mengurangi risiko pelanggaran hak-hak siber.
Selain itu pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai hak-hak mereka di ruang siber serta mekanisme pelaporan jika terjadi penyalahgunaan juga harus menjadi prioritas.
Menurutnya Slsosialisasi mengenai privasi digital dan perlindungan data pribadi dapat membantu mengurangi dampak negatif dari keberadaan matra siber.
Baca juga: Keamanan Siber Indonesia Masih Lemah, Ketua MPR Tegaskan TNI Harus Punya Matra Baru
Setelah Uji Formil UU TNI Ditolak MK, Koalisi Masyarakat Sipil akan Lanjut Uji Materiil |
![]() |
---|
Djamari Chaniago Gabung, Ada Berapa Menteri hingga Kepala Lembaga Berlatar Belakang TNI di Kabinet? |
![]() |
---|
Hasil Klasemen Livoli Divisi Utama 2025 Hari Ini: Gresik Petrokimia Pepet TNI AU Electric di Puncak |
![]() |
---|
Dissenting Opinion Ketua MK Soroti Kilatnya Pembahasan UU TNI |
![]() |
---|
Dissenting Opinion, 4 Hakim MK Nilai DPR Seharusnya Perbaiki UU TNI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.