Projo Sebut Sindiran Ribka Tjiptaning Soal Tukang Kayu Tidak Sopan dan Tak Mendidik
Projo merespons Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning yang melempar sindiran terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Relawan Pro Jokowi alias Projo merespons Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning yang melempar sindiran terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adapun sindiran yang dilemparkan Ribka kepada Jokowi terkait dengan isu menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia.
Terutama mengenai dinasti politik.
Bendahara Umum Projo, Panel Barus, mengatakan pihaknya menyesalkan pernyataan Ribka Tjiptaning, yang notabene seorang politisi sekaligus anggota DPR.
"Menurut kami apa yang disampaikannya di depan audiens yang cukup banyak itu tidak pantas dari aspek apapun itu tidak bisa diterima, walaupun dia adalah pimpinan partai politik, dia adalah anggota dewan," kata Panel Barus dalam konferensi pers di kantor DPP Projo, Jakarta, Sabtu (27/7/2024).
Baca juga: Ribka PDIP Kesal Hasto Diperiksa Polisi: Ini Wajah Partai Lho
"Ini tidak sopan ya, tidak etik ya, tidak etis dia sampaikan seperti itu jadi kita menyesali kalau sampai ada seorang anggota dewan, pejabat publik bicara seperti itu, itu tidak mendidik," tambahnya.
Selanjutnya, Panel juga menyoroti ajakan Ribka untuk melawan Jokowi sebagai sesuatu yang tidak tepat.
Ia menyebut, apa yang diujarkan Ribka merupakan keanehan, karena dulu Ketua DPP PDIP itu juga mendukung sosok Jokowi.
"Saya berharap, saya menyampaikan ya pada siang hari ini, lebih baik Mba Ning ya introspeksi aja lah, ya, supaya bisa tetap berjuang untuk kepentingan rakyat, gitu lho," ucap Panel.
Baca juga: Hasto hingga Ribka Tjiptaning Hadiri Peringatan HUT ke-3 Ganjarist di Jakarta
Lebih lanjut, Panel menilai, ujaran-ujaran yang dilontarkan Ribka terhadap Jokowi imbas dari kekalahan PDIP di Pemilu 2024 lalu.
"Ini bisa jadi juga jadi imbas kekalahan. Bisa jadi juga, imbas kekalahan, imbas kekecewaan, imbas ketidak terpilihan pada pileg kemarin, tapi jangan dibuangnya di sini, jangan ditumpahkannya di urusan yang seperti ini. Karena ini enggak etik kalimat yang disampaikan itu, ya," kata Panel.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning mengatakan, jika tidak ada peristiwa Kudatuli, maka tidak akan terjadi reformasi di Indonesia.
PDI Perjuangan (PDIP) mengeklaim peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) menjadi tonggak terjadinya reformasi, pada Mei 1998.
Untuk diketahui, Kudatuli merupakan peristiwa pengambilalihan secara paksa Kantor DPP PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnoputri oleh massa pendukung Ketua Umum PDI hasil kongres Medan, Soerjadi, pada 27 Juli 1996 silam.
"Karena tidak ada Kudatuli, tidak ada 27 Juli maka tidak ada reformasi. Tidak ada reformasi itu, adalah reformasi tonggaknya adalah kasus 27 Juli," kata Ribka, dalam acara Diskusi Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Sabtu (20/7/2024).
Ribka menyebut, reformasi telah mengubah total sistem birokrasi di Indonesia.
Dimana dengan adanya reformasi semua kalangan masyarakat bisa menjadi pemimpin.
"Kalau tidak ada reformasi, tidak ada anak buruh bisa jadi gubernur, tidak ada reformasi tidak ada anak petani bisa jadi bupati/walikota," ungkapnya.
Melanjutkan hal tersebut, Ribka kemudian menyindir Presiden Jokowi yang diketahui profesi orang tuanya merupakan seorang tukang kayu.
"Tidak ada reformasi, tidak ada anak tukang kayu jadi presiden. Anak tukang kayu soal sekarang songong. Cucunya juga songong," ujar Ribka.
Selain itu, Ribka juga menilai, reformasi juga menciptakan kebebasan pers di Indonesia. Mengingat di zaman orde baru, kebebasan pers terbelenggu oleh penguasa.
"Inget juga dulu karena kasus 27 Juli ada kebebasan pers, cabut dwifungsi ABRI. Sekarang dwifungsi ABRI mau dikembalikan lagi, bahkan lebih binal, lebih biadab," kata Ribka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.