Pakar Hukum Sebut RUU Polri Bukan Reformasi Kepolisian, Ini Alasannya
Ia mengatakan, sudah banyak kajian mengenai isu-isu yang mencuat terkait institusi kepolisian. Misalnya, soal kekerasan, korupsi, hingga persepsi.
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, reformasi kepolisian merupakan hal yang bersifat urgensi, tapi RUU Polri bukan reformasi kepolisian.
Hal itu disampaikan Bivitri, dalam diskusi publik bertajuk 'Polisi 'Superbody': Siapa yang Mengawasi?', di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, pada Senin (22/7/2024).
"Reformasi kepolisian jelas urgent, tapi revisi UU (Polri) yang sekarang bukan reformasi kepolisian," kata Bivitri.
Ia mengatakan, sudah banyak kajian mengenai isu-isu yang mencuat terkait institusi kepolisian. Misalnya, soal kekerasan, korupsi, hingga persepsi publik 'no viral no justice' (tak viral, tak ada keadilan).
Kata Bivitri, reformasi kepolisian sudah sejak lama disuarakan. Terlebih, saat kasus pembunuhan yang melibatkan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mencuat. Namun, sayangnya hal tersebut seperti hilang terbawa angin.
Meskipun saat ini tengah ramai kabar soal RUU Polri, tapi substansi dari undang-undang tersebut dinilai tak merespresentasikan reformasi Polri, melainkan penambahan kekuasaan terhadap institusi penegak hukum itu.
"Sekarang ada revisi UU, tapi isinya bukan reformasi. Isinya adalah penambahan kekuasan," ujarnya.
Terkait hal itu, menurut Bivitri, kewenangan tak bisa dilepaskan dari pengawasan. Terlebih, Indonesia adalah negara hukum. Dimana inti dari negara hukum adalah pembatasan kekuasaan dan HAM.
"Dengan itu, setiap kewenangan negara harus memerhatikan dua aspek ini. Kalau tidak, tidak ada pembatasan kekuasaan. Kekuasaan bisa sewenang-wenang. Yang terjadi selama ini minim pengawasan, minim pertanggungjawaban," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bivitri menyoroti adanya newspeak atau bahasa yang mengandung ambigu, yang digunakan dalam RUU Polri.
"Kalau kita membicarkaan kepolisian itu enggak bicara like and dislike (suka atau tidak suka). Kepolisian itu jelas dibutuhkan di negara ini maupun di semua negara. Tapi kita harus lihat wajahnya yang nyata itu seperti apa," kata Bivitri.
Ia menyinggung beberapa newspeak. Pertama, penggunaan kata 'pembinaan'
"Kata pembinaan ini maknanya apa? Kenapa harus dibina? Siapa yang dibina? Dibina dengan apa?" kata Bivitri.
Kedua, penggunaan kata 'ketertiban'. Ia mencontohkan praktik kata ketertiban itu dengan kasus kematian Afif Maulana, pelajar SMP di Padang yang tewas diduga dianiaya polisi.
Baleg DPR dan Pemerintah Sepakat RUU Polri Masuk Prolegnas Prioritas 2025 |
![]() |
---|
Dorong Reformasi Polri, Akademisi Sebut Kurikulum Pendidikan Formal Kepolisian Harus Dikoreksi Total |
![]() |
---|
Prajurit TNI Ikut Jaga DPR dan Fasilitas Umum, Jubir Kementerian Pertahanan: Permintaan Kepolisian |
![]() |
---|
Brigjen Pol Wibowo: Hari Lalu Lintas ke-70 jadi Momentum Peduli Keselamatan Pengguna Jalan |
![]() |
---|
PBHI Nilai Pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian Hanya jadi Panggung Pencitraan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.