Senin, 29 September 2025
Tujuan Terkait

Reformasi Polri

Dorong Reformasi Polri, Akademisi Sebut Kurikulum Pendidikan Formal Kepolisian Harus Dikoreksi Total

Akademisi Ubaidillah Badrun menilai, kurikulum pendidikan kepolisian harus dikoreksi total.

|
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
REFORMASI POLRI - Akademisi Ubaidillah Badrun, dalam diskusi media bertajuk "Reformasi Polisi: Satu Keharusan", di kantor Formappi, Jakarta, Kamis (18/9/2025). Sejumlah pengamat menyoroti sistem pendidikan formal kepolisian perlu dievaluasi dalam konteks rencana pemerintah melakukan reformasi Polri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Ubaidillah Badrun menilai, kurikulum pendidikan kepolisian harus dikoreksi total.

Ubaidillah Badrun adalah seorang akademisi, sosiolog, dan pengamat politik yang merupakan dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Pria yang biasa disapa Ubaid itu mengatakan, sistem pendidikan kepolisian menjadi dasar bagaimana perilaku personel kepolisian, terutama dalam menghadapi demonstran dari elemen masyarakat sipil.

"Saya mau menyoroti bahwa ini ada pola pendidikan formal kepolisian yang perlu dikoreksi total, menyangkut merubah kurikulum," kata Ubaid, dalam diskusi media bertajuk "Reformasi Polisi: Satu Keharusan", di kantor Formappi, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

"Kita perlu bedah juga itu kurikulum yang dipakai oleh sekolah-sekolah kepolisian itu seperti apa sih. Kedua, siapa yang mengajar di kelas-kelas mereka itu," sambungnya.

Ubaid menyoroti karakter aparat kepolisian dalam menghadapi demonstran dinilai jauh dari prinsip humanis.

Menurutnya, dalam konteks isu reformasi Polri yang sedang ramai diperbincangkan publik saat ini, para pihak perlu menguji secara akademik bagaimana sistem pendidikan formal kepolisian berlangsung.

"Kita penting menguji itu, letakkan kurikulum kepolisian itu dalam meja perdebatan akademik. Di mana letak kekeliruannya. Jangan-jangan paradigma pendidikan di kepolisian itu masih menggunakan paradigma lama, jangan-jangan paradigma pendidikannya itu masih menggunakan paradigma militer," ucap Ubaid.

"Di mana sisi kemanusiaan? Di mana sisi pemahaman demokrasi? Dan bagaimana kepolisian ketika berhadapan dengan demonstran itu seperti berhadapan dengan musuh, yang terlihat kan seperti berhadapan dengan musuh, padahal dia punya fungsi untuk mengamankan," pungkasnya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitahsari juga mengatakan, sistem pendidikan formal kepolisian dinilai bercorak militeristik.

Pola pendidikan tersebut, menurutnya, melegitimasi sanksi disiplin berupa tindakan represif.

"Isu istem pendidikan. Ini juga tidak terlepas dari militeristik. Kita tahu Akpol (Akademi Kepolisian) ya copy-paste-nya Akmil (Akademi Militer), sistemnya masih sangat militeristik," kata Iftitahsari, dalam diskusi media bertajuk "Reformasi Polisi: Satu Keharusan", di kantor Formappi, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Lebih lanjut, ia mengatakan, pendidikan dengan pola seperti demikian tidak relevan dilakukan ketika aparat kepolisian tengah menjalankan tugas untuk mengamankan aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat sipil.

Ia menegaskan, budaya kekerasan dalam lingkungan kepolisian perlu dievaluasi.

"Penggunaan sanksi disiplin yang mengarah pada justifikasi kekerasan itu sendiri, dan akhirnya ketika di lapangan berhadapan dengan warga sipil melihatnya jadi seperti musuh. Ini juga perlu dievaluasi," tuturnya.

Tugas dan Wewnang Polri Akan Dikaji Ulang

Halaman
12

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan