Jumat, 3 Oktober 2025

Revisi UU Penyiaran

Polemik Revisi UU Penyiaran: PWI Pusat Cerita Suasana Kebatinan DPR Tentang Kemerdekaan Pers

Polemik wacana revisi Undang-Undang Penyiaran, Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun menceritakan suasana kebatinan DPR tentang kemerdekaan pers.

Penulis: Gita Irawan
Shutterstock
Ilustrasi. Terkait polemik wacana revisi Undang-Undang Penyiaran, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry Ch Bangun menceritakan suasana kebatinan DPR tentang kemerdekaan pers. Ia mengatakan selama enam tahun menjadi anggota Dewan Pers sering melakukan rapat dengan Komisi I DPR. Menurutnya, suasana kebatinan yang ia tangkap dari anggota DPR di dalam rapat-rapat tersebut adalah mereka anti kemerdekaan pers. 

"Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan dan pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas," ungkap Ninik.

Baca juga: Dewan Pers: Penurunan Indeks Kemerdekaan Pers Bukan Disebabkan Pemilu 2024

Kemudian, terkait penyelesaian sengketa jurnalistik dalam RUU Penyiaran justru akan dilakukan lembaga yang tidak punya mandat terhadap penyelesaian etik karya jurnalistik.

"Mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers dan itu dituangkan dalam undang-undang," ungkap Ninik.

Ninik meminta agar penyusunan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan harmonisasi agar tidak tumpang tindih.

Terlebih, kata dia, pengaturan penyelesaian sengketa jurnalistik juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024.

"Pemerintah saja mengakui, kenapa di dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran?" imbuh Ninik.


Respons Pimpinan DPR

Telah diberitakan juga, Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menjawab masifnya kritik terhadap draf RUU Penyiaran.

Ia mengungkapkan Komisi I DPR juga telah meminta waktu untuk melakukan konsultasi dari insan pers.

"Saya belum pelajari tetapi memang beberapa temen di Komisi I itu minta waktu untuk konsultasi sehubungan dengan banyaknya masukan-masukan dari temen temen media," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (14/5/2024).

Untuk diketahui, satu di antara yang dikritik dalam draf RUU Penyiaran adalag larangan untuk menyiarkan konten ekslusif jurnalisme investigasi.

Larangan itu termuat dalam Pasal 50 B Ayat (2) RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret lalu.

Dasco mengatakan hal itu masih dikonsultasikan Komisi I DPR.

"Yang tadi disampaikan mengenai investigasi-investigasi, kan ya namanya juga hal yang dijamin undang-undang ya mungkin kita akan konsultasi dengan kawan-kawan bagaimana caranya supaya semua bisa berjalan dengan baik, haknya tetap jalan, tetapi impact-nya juga kemudian bisa diminimalisir," kata dia.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Ia menambahkan seharusnya tak ada larangan penayangan jurnalisme eksklusif dalam RUU itu.

Namun, lanjut dia, juga perlu dirumuskan terkait dampak dari jurnalisme eksklusif tersebut.

"Seharusnya tidak dilarang, tapi impact-nya gimana caranya kita pikirin supaya kemudian jangan sampai, kan itu kadang kadang engfak semua kan, ada juga yang sebenernya hasil investigasinya benar, tapi ada juga yang kemarin kita lihat juga investigasinya separuh bener, nah itu, jadi kita akan bikin aturannya," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved