MK: Pengaturan Usia Tidak Boleh Menyebabkan Terganggunya Independensi Hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) merespons soal wacana revisi UU MK soal usia minimal hakim konstitusi dari 55 menjadi 60 tahun.
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Wahyu Aji
Berikut tujuh RUU yang diperpanjang masa pembahasannya hingga masa sidang II:
1. RUU tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
2. RUU tentang Hukum Acara Perdata
3. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
4.RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi
5. RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
6. RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET)
7. RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyepakati batas usia minimal hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi 60 tahun, yang sebelumnya 55 tahun.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, menjawab hasil pembahasan rapat Panja Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi yang digelar Rabu (24/5/2023) kemarin.
"DPR RI mengusulkan untuk dinaikkan usia minimal 55 tahun menjadi minimal 60 tahun untuk periode yang akan datang," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Selain itu, rapat turut membahas masa jabatan hakim MK. Dalam revisi UU MK kali ini, satu periode jabatan hakim MK diubah menjadi maksimal 10 tahun, dari sebelumnya adalah 15 tahun.
Baca juga: Eks Hakim Konstitusi Tolak Revisi UU MK: Ini Penghancuran
"Masa jabatan yang dulu di tahun 2020 diundang itu kan 15 tahun kan, maka ini maksimal menjadi 10 tahun. Karena hakim MK itu ketika masuk itu minimal usianya 60 tahun, kemudian usia 70 tahun pensiun. Nah itu disepakati oleh pemerintah," ucap legislator PPP itu.
Lebih jauh dikatakan Arsul, Panja revisi UU MK masih belum menyepakati soal ketentuan peralihan hakim MK yang belum berusia 60 tahun.
Arsul menyebut, hal itu akan dikonsultasikan dengan Menkopolhukam dan Menkumham.
"Itu nanti akan kita lanjutkan di akhir minggu kedua bulan Juni," pungkas Arsul.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto, mengungkapkan alasan komisi hukum tersebut ingin melakukan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pacul, sapaan karibnya, mengatakan salah satunya karena DPR ingin penegakan hukum benar-benar dilaksanakan oleh MK.
"Bagaimana menerjemahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 clear. Karena sesungguhnya tugas terutama dan paling utama bagi MK adalah menyandingkan UU dengan UUD 1945," kata Pacul kepada wartawan, dikutip Kamis (16/2/2023).
Politisi PDIP itu merasa bahwa tugas MK tersebut belum dilakukan. Menurutnya, MK malah kerap membatalkan UU yang dibuat DPR.
"Mengevaluasi hakim-hakim yang tidak menjalankan tugasnya. Nah, tugas-tugasnya peraturan MK sekarang kita baca semua, supaya kita clear di dalam membuat UU tidak di-judicial review, malu, DPR malu, kalau UU di-judicial review kemudian dibatalkan," kata dia.
Dia mengatakan beberapa UU yang sudah dibuat DPR, tetapi dibatalkan MK. Salah satunya adalah UU Cipta Kerja atau Ciptaker.
"UU Ciptaker, masa dibatalkan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundangan. Jangan begitu dong solusinya," tandas Pacul.
Tak Cuma Gibran, Subhan Pernah Gugat Anies Baswedan ke MK soal Capres Harus WNI |
![]() |
---|
Dewan Pers Dukung Uji Materi Pasal 8 UU Pers ke MK: Aturan Dinilai Abstrak dan Multitafsir |
![]() |
---|
Kondisi Belum Kondusif Akibat Demo, Pemerintah dan DPR Minta Sidang di MK Secara Daring |
![]() |
---|
Ahli Sebut Alasan Kondisi Fisik Tidak Relevan Bedakan Usia Pensiun Guru dan Dosen |
![]() |
---|
HNW Dukung Putusan MK Agar DPR Segera Revisi UU Zakat: Maksimalkan Manfaat dan Potensi Zakat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.