Selasa, 30 September 2025

MK Tolak Permohonan Perangkat Desa Bisa Jadi Pengurus Partai Politik

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023). MK menolak permohonan uji materiil terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).

Adapun selaku Pemohon, yakni seorang perangkat desa, Mahmudi, memohonkan pengujian Pasal 29 huruf g, Pasal 51 huruf g, dan Pasal 64 huruf h dalam UU Desa.

“Amar putusan, menolak permohonan Pemohon untuk semuanya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat, netralitas merupakan asas penting dalam penyelenggaraan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan yang diemban setiap pegawai pemerintah, maupun pejabat pemerintah atau pejabat negara agar dapat menjalankan tugasnya secara profesional.

"Dalam upaya menjaga netralitas jabatan, baik kepala desa dan perangkat desa harus lepas dari pengaruh partai politik dalam rangka menjamin persatuan dan kesatuan serta serta menjamin keberlangsungan pelayanan publik tetap terselenggara dengan baik melalui pemusatan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan kepada mereka,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Baca juga: Rapat Paripurna Sahkan Revisi UU Desa Jadi RUU Usul Inisiatif DPR

Lebih lanjut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi pelanggaran terhadap kemerdekaan berserikat dan berkumpul karena dilarangnya perangkat desa menjadi pengurus partai politik sebagaimana terdapat dalam ketentuan norma Pasal 51 huruf g UU 6/2014 adalah tidak beralasan menurut hukum.

"Mahkamah berpendapat Pasal 51 huruf g UU 6/2014 telah lemyata memberikan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan serta memberikan hak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. Dengan demikian, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” tutur Hakim Konstitusi Arief.

Baca juga: Revisi UU Desa, Baleg DPR Usulkan Dana Desa Naik Jadi Rp 2 Miliar

Diberitakan sebelumnya, Mahmudi, seorang Sekretaris Desa Leran Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur mengajukan permohonan pengujian Pasal 29 huruf g, Pasal 51 huruf g, dan Pasal 64 huruf h (a quo) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perkara bernomor 76/PUU-XXI/2023 ini disidangkan secara perdana, pada Kamis (27/7/2023), dengan Hakim Panel Arief Hidayat, Hakim Enny Nurbaningsih, dan Hakim Wahiduddin Adams.

Pemohon yang hingga saat ini masih menjadi perangkat desa mengatakan, suatu saat nanti ia berkemungkinan mengundurkan diri mendaftar dan menjadi kepala desa atau badan permusyawaratan desa, dengan adanya pelarangan menjadi pengurus partai politik.

Sebab, menurutnya, Pasal a quo telah menutup kesempatan bagi pemohon terlibat aktif dalam perpolitikan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam tujuan partai politik

"Bahwa berdasarkan uraian tersebut, jelas dan nyata bahwa Pemohon memiliki kekuatan hukum sebagai pemohon dalam permohonan pengujian materiil UU Desa terhadap UUD 1945," kata Pemohon Mahmudi, hadir dalam sidang secara daring, dikutip dari laman YouTube resmi Mahkamah Konstitusi, Jumat (28/7/2023).

Dalam petitumnya, Pemohonon memohon kepada MK agar berkenan mengabulkan permohonan pemohon, menyatakan pasal 29 huruf g, pasal 51 huruf g, pasal 64 huruf h UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertentangan dengan UUD RI 1945.

"Menyatakan pasal a quo tidak memiliki hukum mengikat, dan memerintahkan pemuatan putusan dalam berita negara Republik Indonesia atau dalam hal mahkamah berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya," ucapnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan