Kasus Lukas Enembe
Lukas Enembe Kembali Drama di Persidangan, Minta Kesehatannya Ditangani Dokter Spesialis
Gubernur Papua Nonaktif, Lukas Enembe kembali mengajukan permintaan dalam sidang kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Papua Nonaktif, Lukas Enembe kembali mengajukan permintaan dalam sidang kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
Permintaan itu disampaikan kepada Majelis Hakim melalui tim penasihat hukumnya dalam persidangan Senin (28/8/2023).
Kali ini, Lukas Enembe meminta agar masalah kesehatannya ditangani dokter spesalis.
"Fakta sakitnya ini bukan sakit flu biasa adalah memerlukan penanganan dokter yang spesialis," ujar penasihat hukum Lukas Enembe dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Alasannya, Lukas Enembe pernah memiliki riwayat struk 4 kali dan penyakit-penyakit lainnya yang menyebabkan komplikasi.
Sementara tim medis di Rutan KPK, tempat Lukas Enembe ditahan hanya ada dokter umum.
Baca juga: Jaksa Mentahkan Keterangan Ahli Kubu Lukas Enembe yang Sebut Daerah Berpredikat WTP Tak Ada Korupsi
"Kalau seperti ini dengan segala hormat, lidah saja masuk ke dalam, susah ngomong karena 4 kali struk. Tidak bermaksud menghiraukan dokter KPK, tapi kalau dokter KPK kategori dokter umum," katanya.
Tim penasihat hukum menilai bahwa kliennya itu mesti mendapat perawatan intensif. Perawatan intensif itu dinilai mereka hanya bisa diperoleh ketika Lukas Enembe tak menjadi tahanan Rutan KPK lagi.
Kerena itu, pihak Lukas Enembe kembali menagih keputusan Majelis Hakim atas permohonan pengubahan status kliennya menjadi tahanan kota.
"Ijin Yang Mulia, supaya pemeriksaan terdakwa betul betul analisa fit-nya, kalau boleh dialihkan status tahanan Yang Mulia, karena pemeriksaan ini kan memerlukan analisa seperti terdakwa" ujarnya.
Baca juga: KPK Panggil Pramugari Usut TPPU Lukas Enembe
Namun Majelis Hakim belum bisa mengabulkan permohonan itu.
Sebab hingga kini, permohonan itu masih dirundingkan di internal Majelis Hakim.
"Kami untuk sementara ini belum bermusyawarah untuk pengalihan penahanan saudara Lukas Enembe. Jadi sambil berjalan, mudah-mudahan pemeriksaan perkara ini lancar," kata Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan yang sama.
Dalam perkaranya sendiri, Lukas Enembe telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.
Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.
Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Suap diterima Lukas Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.
Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.
Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.
Uang itu diterima Lukas Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.
Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.