Bamsoet Singgung Usulan MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi Negara di Peringatan Hari Konstitusi
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyinggung sekaligus mengklarifikasi soal usulannya untuk mengembalikan kedudukan dan kewenangan MPR
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyinggung sekaligus mengklarifikasi soal usulannya untuk mengembalikan kedudukan dan kewenangan MPR menjadi lembaga tertinggi negara.
Menurut Bamsoet, MPR hanya ingin terlibat aktif menyelesaikan berbagai persoalan yang tidak ada jalan keluarnya di konstitusi Indonesia.
Demikian disampaikan Bamsoet dalam dalam acara Peringatan Hari Konstitusi, di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
"MPR kemarin sudah ramai dibicarakan, padahal kita hanya bicara tentang kewenangan yang bisa kita harapkan kembali dimiliki oleh MPR, kewenangan subjektif superlatif agar kita MPR mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang tidak ada jalan keluarnya di konstitusi kita," kata Bamsoet.
Bamsoet menyatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan bangsa ke depannya, utamanya yang tidak ada jalan keluar melalui aturan konstitusi.
"Jadi sekali lagi Bapak Presiden, MPR tengah berupaya keras untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa kita ke depan," pungkas Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, idealnya MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sudah dilakukan sebanyak 4 kali.
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam pidatonya dalam Sidang Tahunan MPR 2023.
Dalam kesempatan ini, Bamsoet juga menyinggung pidato Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, yang pernah menyebut demikian.
"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Terkait hal ini, Bamsoet menyinggung soal pelaksanaan pemilu lima tahun sekali yang merupakan perintah langsung Pasal 22E UUD 1945.
Dalam aturan itu secara tegas mengatur bahwa pemilu dilaksanakan mutlak lima tahun sekali.
Namun, ia menilai bisa saja timbul persoalan jika menjelang pemilu terjadi sesuatu yang di luar dugaan.
Termasuk jika terjadi bencana alam berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai konstitusi.
Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet: Pokok-Pokok Haluan Negara Penting Sebagai Bintang Pengarah Pembangunan
"Dalam keadaan demikian, timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?" ujar Bamsoet.
"Bagaimana pengaturan konstitusional-nya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?" sambungnya.
Lebih lanjut kata dia, beragam permasalahan tersebut belum ada jalan keluar konstitusionalnya usai amandemen UUD 1945.
Oleh karenanya kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu, kondisi tersebut memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh.
Kata Bamsoet, pada masa sebelum Amendemen UUD 1945, MPR masih dapat menetapkan berbagai ketetapan yang bersifat pengaturan.
Salah satunya yakni untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi.
"Apakah setelah perubahan undang-undang dasar MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan ketetapan-ketetapan yang bersifat pengaturan? Hal ini penting untuk kita pikirkan dan diskusikan bersama, demi menjaga keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara," tukas dia.
Sesuai amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, maka MPR kata dia, dapat di-atribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum.
Dalam hal ini, MPR RI memiliki fungsi untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno Ajak DPRD Kabupaten/Kota Kolaborasi Atasi Masalah Sampah |
![]() |
---|
Pejabat Berjoget Usai Upacara Kemerdekaan RI, Ketua MPR: Hal Normal Kalau Dengar Lagu |
![]() |
---|
Ketua MPR Sebut Amendemen UUD 1945 Bukan Solusi Instan untuk Setiap Masalah |
![]() |
---|
Tanggapi Pidato Ketua DPR RI, Bamsoet Dukung Pembenahan Partai Politik dan Sistem Demokrasi |
![]() |
---|
Profil Ahmad Muzani, Ketua MPR yang Buka Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.