Korupsi di Kementerian ESDM
Periksa Eks Irjen ESDM, KPK Dalami Pelaksanaan Audit Internal Terkait Temuan Tukin Fiktif
KPK mendalami soal pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerian ESDM.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa eks Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian ESDM, Akhmad Syakhroza, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022, Selasa (1/8/2023).
Lewat Akhmad, KPK mendalami soal pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerian ESDM.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerisan ESDM," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Rabu (2/8/2023).
KPK juga mendalami ihwal dugaan adanya penggunaan rekening bank pihak tertentu untuk menyimpan pencairan dana tukin.
Baca juga: KPK Duga Uang Tukin Pegawai Kementerian ESDM Masuk Rekening Penampung
Materi pemeriksaan itu didalami penyidik KPK dari saksi Teten Sudjatmika selaku pihak swasta.
Tak hanya itu, lembaga antirasuah turut mendalami terkait dengan dugaan rancangan untuk manipulasi pencairan dana tukin.
Hal itu didalami dari pemeriksaan saksi Abdullah selaku pensiunan PNS/Bendahara Pengeluaran periode 2020-2021 pada Kementerian ESDM.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan rancangan untuk manipulasi pencairan dana tukin," kata Ali.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
10 tersangka dimaksud antara lain, Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; Abdullah (A), Bendahara Pengeluaran; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.
Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV),Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.
Dari kontruksi perkara yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri, diceritakan bahwa kasus bermula dari realisasi pembayaran belanja pegawai di Kementerian ESDM selama 2020 sampai 2022 sebesar Rp 221.924.938.176 yang dimanipulasi para tersangka.
Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa Oknum Pejabat Kementerian ESDM, Terkait Kasus Dugaan Korupsi Emas
Komisi antikorupsi menduga proses pengajuan anggaran itu tidak disertai data dan dokumen pendukung.
"Pengkondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif di mana Tersangka PAG meminta kepada LFS agar 'dana diolah untuk kita-kita dan aman', menyisipkan' nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan," kata Firli di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
Dari siasat itu, nominal tukin, yang seharusnya dibayar Rp 1.399.928.153, menggelembung menjadi Rp 29.003.205.373.
Totalnya berarti negara mengalami kerugian sampai Rp 27.603.277.720.
Uang itu lalu dibagi ke 10 tersangka dengan pembagian sebagai berikut:
1. Priyo Andi Gularso menerima Rp4,75 miliar
2. Novian Hari Subagio menerima Rp1 miliar
3. Lernhard Febian Sirait menerima Rp10,8 miliar
4. Abdullah menerima Rp350 juta
5. Christa Handayani Pangaribowo menerima Rp2,5 miliar
6. Haryat Prasetyo menerima Rp1,4 miliar
7. Beni Arianto menerima Rp4,1 miliar
8. Hendi menerima Rp1,4 miliar
9. Rokhmat Annashikhah menerima Rp1,6 miliar
10. Maria Febri Valentine menerima Rp900 juta
Duit itu kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, berikut rinciannya:
- Pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar
- Dana taktis untuk operasional kegiatan kantor
- Keperluan pribadi di antaranya untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia.
"Dengan adanya penyimpangan tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya bernilai sekitar Rp27,6 miliar," ujar Firli.
Namun, sampai detik ini, KPK baru menerima pengembalian dari para tersangka sebesar Rp5,7 miliar dan logam mulia 45 gram sebagai bentuk pemulihan aset. KPK masih terus menelusuri kasus ini.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.