Contoh Teks Khutbah Jumat: Islam yang Menentramkan Penuh Kedamaian
Simak contoh teks khutbah Jumat berjudul 'Islam yang Menentramkan Penuh Kedamaian'. Pengingat umat muslim bahwa Islam hadir dengan kasih sayang.
TRIBUNNEWS.COM - Berikut contoh teks khutbah Jumat yang dapat dibawakan hari ini, Jumat (14/7/2023).
Contoh teks khutbah Jumat ini berjudul 'Islam yang Menentramkan Penuh Kedamaian'.
Dalam contoh teks khutbah Jumat ini memuat pesan bagi umat muslim terkait Islam sebagai agama yang hadir dengan prinsip kasih sayang (mahabbah) dan penuh kedamaian.
Lebih lengkapnya, simak contoh teks khutbah Jumat yang dikutip dari laman Masjid Istiqlal.
Contoh Teks Khutbah Jumat
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.
Baca juga: 2 Contoh Teks Khutbah Jumat Sambut 1 Muharram 1445 Hijriah
Kehadiran Islam bagi umat manusia adalah untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian dunia. Kata Islam dalam ungkapan alQur’an memberi makna yang beragam. Paling tidak ada dua makna yang fundamental dari kata Islam. Pertama, kata Islam sebagai sebutan agama yang dibawa oleh baginda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Pada surat Ali Imran ayat 19 dijelaskan bahwa :
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ
Artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam..." (QS. Ali Imran ayat 19)
Kedua, kata Islam sebagai agama yang mengajarkan sikap kepasrahan, keberserahan diri kepada Allah, yang bersumber dari sikap dan jiwa ketaatan yang tulus dan total sebagai refleksi dari jiwa spiritual yang hanya menghambakan diri kepada Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’iin Allah. Dalam surat Ali Imran ayat 83 Allah berfirman :
اَفَغَيْرَ دِيْنِ اللّٰهِ يَبْغُوْنَ وَلَهٗ ٓ اَسْلَمَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّاِلَيْهِ يُرْجَعُوْنَ
Artinya : "Mengapa mereka mencari agama selain agama Allah? Padahal, hanya kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi berserah diri, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan."
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.
Kualitas kepasrahan seorang muslim yang bersumber dari makna Islam di atas harus menjelma dalam realitas kehidupannya. Kualitas kepasrahan tersebut harus diukur dari kenyataan sejauh mana kehidupan seorang muslim mampu memberikan ketentraman dan kedamaian bagi keberlangsungan kehidupan umat manusia.
Dalam bacaan wirid/dzikir yang sering kita amalkan setelah shalat fardhu, ketentraman dan kedamaian menjadi sentral dari doadoa kita; kedamaian adalah dambaan yang tinggi untuk kehidupan seorang muslim.
Bahkan dapat dikatakan bahwa penentangan terhadap semangat ketentraman dan kedamaian merupakan sikap pembangkangan terhadap Allah subhanahu wata'ala, karena Allah subhanahu wata'ala adalah ketentraman dan kedamaian. Dia adalah sumber ketentraman dan kedamaian itu sendiri.
Setiap selesai shalat wirid/dzikir yang selalu dibaca diantaranya berbunyi;
اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْ خِلْنَ الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَرَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَا لَيْتَ يَاذَالْجَلاَلِ وَالْأِ كْرَامِ
Artinya : "Ya Allah Engkau adalah kedamaian. Engkau sumber kedamaian. Kepada-Mu mengalir kedamaian.Maka hidupkanlah kami dalam suasana kedamaian. Masukkan kami ke dalam surga, tempat yang penuh kedamaian, wahai Tuhan kami, Zat yang Maha Pemberi berkah, Tuhan yang sangat agung dan mulia."
Kedamaian adalah suasana nyaman yang bebas dari gangguan pihak lain, bebas permusuhan, kebencian, dendam dan segala perilaku yang menyusahkan orang lain. Kedamaian menjadi harapan semua orang. Sulit rasanya kita dapat hidup dengan nyaman, tenang dan khusyu’ beribadah. Jika kedamaian terusik, kesemena-menaan, dendam, kedzaliman, kebencian dan permusuhan adalah sikap dan perilaku anti ketentraman, kedamaian. dan anti keislaman.
Betul bahwa perbedaan adalah suatu hal yang lumrah dan wajar terjadi dalam kehidupan kita bermasyarakat. Allah telah mentakdirkan kita hidup dalam perbedaan atau keragaman. Perbedaan adalah sesuatu yang alamiah dan universal. Namun, perbedaan tidak boleh menodai kedamaian.
Perbedaan tidak boleh dijadikan dasar pembenaran bagi siapa saja untuk mengusik atau mengganggu ketentraman dan kedamaian hidup orang lain, tidak terkecuali ketentraman dan kedamaian orang-orang yang selalu berseberangan prinsip dengan keislaman kita.
Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Etos Kerja dan Keikhlasan dalam Islam
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.
Sejarah kehidupan di zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengajarkan banyak tuntunan bagaimana prinsip kedamaian harus dijunjung tinggi, diletakkan pada prioritas utama. Bahkan hak-hak hukum seseorang dianjurkan untuk tidak mengorbankan kepentingan orang lainIslam mengajarkan bahwa walaupun suatu perkara hukum diselesaikan melalui jalur pengadilan, Islam tetap menekankan semangat kedamaian dan semangat saling pengertian.
Dendam sangat dibenci oleh Allah, walaupun “dendam” qisas tersebut merupakan hak istimewa yang didapatkan melalui ketentuan qisas.
Dalam sebuah hadits dijelaskan satu fragmen dialog singkat yang sangat menyentuh esensi sikap keislaman seseorang.
Diriwatkan bahwa pada suatu hari, seorang sahabat menemui baginda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama. Dia mengadukan kasus pembunuhan terhadap orangtuanya dan menanyakan ketentuan hukum yang dapat dilakukannya dalam peristiwaa tersebut. Seseorang telah membunuh orangtuanya.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan bahwa sahabat tersebut berhak menuntut qisas hukuman mati atas pembunuhan orangtuanya, karena al-Qur’an (surat al-Baqarah ayat 178) :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah mengikutinya dengan cara yang patut dan hendaklah menunaikan kepadanya dengan cara yang baik.48) Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Siapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih."
Ayat diatas telah menetapkan ketentuan qisas atas pembunuhan sengaja, bahwa hilang nyawa dibalas dengan nyawa. Nampaknya keputusan ini sesuatu yang sangat diharapkan sahabat dimaksud. Dia pun puas dengan keputusan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama.
Ketika sahabat tersebut begitu bersemangat untuk menuntaskan hukuman qisas (tetapi penuh dengan kobaran semangat dendam dan kebencian). Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama lalu menasihatinya: “Kalau kamu jalankan hak qishasmu atas pembunuhan tersebut, dalam artian kamu membunuh dia, maka kamu juga seperti dia sebagai seorang pembunuh”. Ya keduanya sebagai pembunuh.
Lalu apa yang membedakan mereka berdua? Yaitu hanya hak hukum. Pembunuh pertama membunuh tanpa dasar hukum, tanpa alasan yang dibenarkan Islam, sedangkan pembunuh kedua (sahabat tadi) membunuh atas dispensasi yang dibenarkan oleh hukum. Tetapi pada akhirnya, keduanya secara substansial tetap menyandang predikat sebagai pembunuh, pencabut nyawa orang lain.
Tentu Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama tidak bermaksud merampas hak qisas (pembalasan pembunuhan) dari sahabat di atas. Islam sangat menghargai dan menjaga hak-hak hukum seseoarang.
Prinsip ini terlihat dari cara, retorika Rasulullah shallallahu’alaihi wasallama dalam dialog di atas. Beliau terlebih dahulu menerangkan hak hukum (qisas) dalam peristiwa pembunuhan yang dilaporkan, baru kemudian beliau menyentuh jiwa dan semangat moralitasnya, yaitu jiwa pemaaf, jiwa yang dipastikan akan menjadi motor penggerak dan garda penjaga kedamaian.
Dalam peristiwa di atas, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam nampaknya sedang mengajarkan model sikap bijak seorang muslim; yaitu hak hukum tidak boleh kita lampiaskan jika semuanya didasarkan atas semangat kebencian dan permusuhan. Hak- hak hukum tidak boleh dilepaskan dari semangat moralitasnya.
Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Jadikan Amalan Kita Bernilai Ibadah
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.
Islam adalah jalan damai, Ajaran Ilahiah yang bermuara pada kedamaian. Sejalan dengan prinsip ini, Islam sangat mendorong kita untuk berjiwa pemaaf, karena maaf sangat dekat dengan ketaqwaan seperti diisyaratkan oleh al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 237:
... ۗ وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ ...
Artinya: "... Pembebasanmu itu lebih dekat pada ketakwaan..." (QS. al-Baqarah ayat 237)
Jiwa pemaaf, kepasrahan yang tulus merupakan sumber kedamaian, dan ia merupakan salah satu rumpun rangkuman ajaran dasar Islam.
Dengan semangat ajaran seperti apa yang telah dipaparkan di atas, kualitas iman dalam kehidupan seorang muslim harus diukur dari kualitas dan kuantitas ketentraman dan kedamaian yang dirasakan semua orang yang hidup bertetangga, bersinggungan, atau berinteraksi dengannya. Bukanlah seorang muslim yang baik jika kehidupan pribadi atau sosialnya menjadi sumber malapetaka dan keresahan orang lain.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama pernah mengingatkan kita, sebagaimana yang direkam oleh Abullah bin Amr bin al ‘Ash :
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ عَنْ عَبْدِآللَّهِ بن عَمْرِو ابْنِ الْعَاص
Artinya : “Seorang muslim (yang baik) adalah individu yang orang muslim lainnya merasa nyaman, tentram dan damai dari ucapan dan perilakunya”.
Begitu indah Islam meletakkan dasar kehidupan bermasyarakat. Begitu jeli dan antisipatif Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama menuntun kita untuk terciptanya ketenteraman dab kedamaian hidup. Prinsip seperti digariskan oleh hadits di atas harus kita renungkan ketika ideologi dan semangat keakuan, egoisme, sektarian begitu didengungkan, yaitu semangat ideologi kehidupan modern yang rentan terhadap pertentangan.
Saat ini Islam sebagai agama yang damai cenderung dilupakan, minimal terpinggirkan dari pusat kesadaran keagamaan.
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.
Islam sebagai agama yang hadir dengan prinsip kasih sayang (mahabbah), kebersamaan (ijtima’iyyah), persamaan (musawah), keadilan (‘adalah), dan persaudaraan (ukhuwah), ditengah budaya kekerasan dan permusuhan di komunitas Arab Jahiliyah.
Islam jalan keselamatan, kedamaian dan ketentraman, Semangat kasih-sayang dapat melebur dan meredam kebencian dan permusuhan. Karena tarikan semangat ini, sahabat yang tadi datang menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallama untuk menuntut balas atas pembunuhan orangtuanya kemudian mengurungkan niatnya.
Dalam bingkai semangat kebersamaan, Islam meletakkan prinsip lain, yaitu setiap hak hukum dalam Islam harus mengedepankan dimensi kebersamaan. Pilihan hakhak secara moral tidak boleh mengancam ikatan kebersamaan.
Dengan semangat persamaan, Islam membenci sikap dan prilaku yang membeda-bedakan orang atas dasar stratifikasi sosial, yaitu diskriminatif. Melalui ajaran keadilan, Islam ingin menciptakan susana hidup yang tidak pillih kasih.
Melalui semangat persaudaraan, Islam memecahkan dan mencairkan kebekuan hubungan sosial antar sesama umat manusia. Semua prinsip di atas merupakan dasar munculnya ketentraman dan kedamaian.
Dari sisi lain, Islam dapat kita pahami sebagai sumber kedamaian dan jalan damai, walaupun realitasnya masih belum begitu menggembirakan. Dr, Yusuf al-Qardhowi dalam bukunya “Iman wal Hayah” (Iman dan Kehidupan) menjabarkan beberapa prinsip yang merupakan akar rumpun kedamaian di atas.
1. Diantara buah kasih sayang yang ditanamkan oleh iman dalam hati dan kehidupan seorang muslim adalah kebebasan nurani dari tarikan kekuatan irihati dan dengki. Cahaya iman yang merupakan mesin penggerak kedamaian menghancurkan bibit atau potensi kebencian dan permusuhan.
2. Seorang muslim yang baik tidak menaruh dendam dan permusuhan, karena dia suka memberi maaf dan bermurah hati, dia sanggup menahan kemarahan walau dia berkuasa, berhak dan mampu melaksanakannya, dia berlapang hati, walaupun dia benar.
Orang beriman tidak mendengki, tidak mendendam, tidak memendam kebencian, karena rasa dengki, kebencian, dan dendam adalah benih permusuhan yang ditaburkan iblis, benihbenih negatif yang menghambat ketentraman dan kedamaian. Sebaliknya, persaudaraan, kebersamaan, cinta, dan kasih sayang serta hati bersih adalah taman surgawi yang bermuara dari Allah subhanahu wata'ala.
3. Seorang muslim yang baik lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan saudaranya, daripada keperluan sendiri. Dalam kaitan ini, di zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, kaum Anshar (penduduk asli Madinah) memberi bantuan terhadap saudaranya kaum Muhajirin sehingga tercipta persaudaraan yang sangat erat berdasarkan jiwa dan semangat kasih sayang, serta keikhlasan.
Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Menjaga Kerukunan dalam Bermasyarakat
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.
Prinsip-prinsip yang bermuara pada kedamaian di atas menjadi potensi Islam yang sangat positif pada saat ini, terutama ketika kita sering dihadapkan pada dilema dan realitas sosial-politik yang mengganggu irama kehidupan.
Islam mengajarkan bahwa arah dan tujuan hidup adalah Allah subhanahu wata'ala. Jika Allah subhanahu wata'ala adalah sumber kedamaian dan kedamaian itu sendiri, maka prinsip kedamaian harus menjadi perhatian dan refleksi kita bersama agar obsesi dan sinyalemen al-Qur’an yang menjanjikan Islam sebagai jalan keselamatan, ketentraman atau kedamaian dapat terrealisasi dalam lintasan kehidupan kita.
Semoga Allah subhanahu wata'ala menuntun kita untuk menjadi umat yang terbaik untuk ikut menciptakan ketentraman dan kedamaian dunia, agar iman kita semakin kuat dan bertambah, minimal kenyamanan dan kedamaian yang dirasakan oleh orang-orang yang hidup dalam spektrum sosial kita. Sebagai penutup kita perhatikan firman Allah subhanahu wata'ala dalam al-Qur'an surat al Fath ayat 4 :
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْٓا اِيْمَانًا مَّعَ اِيْمَانِهِمْ ۗوَلِلّٰهِ جُنُوْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًاۙ
Artinya : “Dialah yang telah menurunkan ketentraman kedalam hati orang orang yang beriman untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada) dan milik Allah lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Mahamengetahui dan Mahabijaksana”. (QS. al Fath ayat 4)
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.