Minggu, 5 Oktober 2025

Luhut Pandjaitan Vs Haris Azhar

Mengingat Kasus Papa Minta Saham, Disinggung Pihak Haris-Fatia di Sidang, Luhut: Kenapa Diulang Lagi

Pihak Haris-Fatia menyinggung soal kasus Papa Minta Saham pada Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, Luhut mempertanyakan mengapa kasus kembali diungkit.

TRIBUNNEWS.com Abdi Ryanda Shakti/Irwan Rismawan
Luhut Binsar Pandjaitan (kiri), Haris Azhar-Fatia Maulidiyanti (tengah), dan Setya Novanto (kanan). Pihak Haris-Fatia menyinggung soal kasus Papa Minta Saham dengan terdakwa mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, pada Luhut Binsar Pandjaitan dalam persidangan di PN Jaktim, Kamis (8/6/2023).. Namun, Luhut mempertanyakan mengapa kasus yang telah selesai kembali diungkit. 

TRIBUNNEWS.com - Kasus "Papa Minta Saham" PT Freeport Indonesia dibahas dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).

Hal ini terjadi saat kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia, Maruf, bertanya pada Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, apakah ada pihak lain yang menyebut nama Luhut soal kegiatan perusahaan tambangnya di Papua.

"Sepanjang saya ingat, enggak ada," kata Luhut yang hadir sebagai saksi dalam sidang tersebut, dikutip dari Kompas.com.

Maruf kemudian mencoba mengingatkan Luhut dengan menyinggung kasus "Papa Minta Saham".

Namun, pada momen inilah jaksa memotong pertanyaan kuasa hukum Haris dan Fatia.

Baca juga: Luhut Sedih Dijuluki Lord Karena Dinilai Bermakna Negatif: Ngenyek Saya

"Keberatan, Yang Mulia," kata jaksa.

Sikap jaksa tersebut sempat menuai perdebatan antara pihak Haris-Fatia dan Hakim Cokorda Gede Arthana.

Namun, Luhut menjawab secara singkat soal kasus "Papa Minta Saham" yang disinggung pihak Haris-Fatia.

Ia mengatakan kasus tersebut sudah selesai dan tak ada alat bukti yang cukup.

"Kasus saham Freeport itu 'kan sudah selesai. Tidak ada alat bukti."

"Jadi ngapain Saudara mesti ulang-ulangin," ujarnya.

Lantas, seperti apa sebenarnya kasus "Papa Minta Saham" yang disinggung pihak Haris-Fatia?

Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Setya Novanto diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka Sofyan Basir. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Setya Novanto diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka Sofyan Basir. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kasus "Papa Minta Saham" pertama kali diembuskan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) era Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), Sudirman Said.

Sudirman Said melaporkan Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI, karena mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.

Laporan itu diajukan Sudirman Said kepada Mahkamah Konstitusi Dewan (MKD) DPR pada 16 November 2015.

Saat melaporkan Setya Novanto, Sudirman Said juga menyertakan bukti rekaman antara Setya Novanto, pengusaha Reza Chalid, dan petinggi PT Freeport Indonesia kala itu, Maroef Sjamsoeddin.

Di hari yang sama ketika Sudirman Said melapor ke MKD, Setya Novanto buru-buru datang menemui JK untuk mengklarifikasi.

Kepada JK, Setya Novanto mengaku tak pernah mencatut nama presiden dan wapres untuk kepentingan dirinya.

Baca juga: Luhut Mengaku Tak Pernah Dipanggil Jokowi Terkait Podcast Haris-Fatia: Presiden Tak Urus Hal Begitu

"Ya saya harus sampaikan karena saya tidak pernah menggunakan masalah-masalah ini (catut nama) untuk kepentingan yang lebih jauh," kata Setya.

Tak hanya Setya Novanto, nama Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), turut terseret dalam kasus "Papa Minta Saham".

Nama Luhut muncul dalam transkrip rekaman soal "Papa Minta Saham" yang bocor.

Menanggapi hal itu, Luhut membantah soal dirinya meminta saham pada PT Freeport Indonesia.

Ia juga memastikan tidak pernah bertemu dengan pihak-pihak yang ada di transkrip, untuk bicara soal Freeport.

"Saya tidak merasa tercemar, saya nggak salah, saya enggak pernah lakukan itu."

"Dan saya tidak ada (pertemuan itu) selama saya menjadi penjabat negara," ungkap Luhut saat jumpa pers di kantornya, Kamis (19/11/2015).

Meski demikian, Luhut tak keberatan, bahkan bersedia, dipanggil MKD untuk memberi keterangan.

Ia merasa dirinya dan keluarganya dirugikan buntut namanya terseret dalam kasus "Papa Minta Saham".

Diketahui, MKD awalnya tak berniat membawa kasus "Papa Minta Saham" Setya Novanto ke persidangan.

Namun, karena muncul desakan dari publik, MKD pun menggelar sidang pleno dan menyatakan Setya Novanto melanggar kode etik.

Tetapi, Setya Novanto urung mendapat sanksi lantaran ia mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI di menit-menit terakhir sebelum putusan sidang pleno.

Duduk Perkara Kasus Luhut vs Haris-Fatia

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menjadi saksi dalam persidangan Haris-Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menjadi saksi dalam persidangan Haris-Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023). (Kompas TV)

Pada Kamis (8/6/2023), Luhut Binsar Pandjaitan hadir sebagai saksi dalam sidang dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Baca juga: Luhut: Pernyataan Haris Azhar dan Fatia soal Kepemilikan Saham Bukan Kritik tapi Fitnah

Luhut melaporkan Haris dan Fatia atas dugaan pencemaran nama baik buntut video keduanya yang berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.

Dalam video berkonsep siniar itu, Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Di persidangan, Luhut mengungkapkan alasannya melaporkan Haris dan Fatia.

Menurutnya, kesabaran dirinya memiliki batas.

"Kalau di bahasa militer ada batas gerak maju itu."

"Jadi juga ada batas kesabaran itu," ujar Luhut dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis.

Selain batas kesabaran, Luhut juga melaporkan Haris dan Fatia karena ingin menunjukkan dirinya tak takut.

Dirinya berani lantaran merasa bahwa tudingan-tudingan Haris Azhar dan Faftia tidak benar.

"Jangan dianggap saya takut nanti. Enggak."

"Saya enggak pernah ada takut dalam hidup saya sepanjang saya benar, Yang Mulia," katanya.

Luhut pun mengungkapkan bahwa pelaporan ini dilakukan untuk memberikan pelajaran bagi seluruh orang untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

Selanjutnya, dia menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Majelis Hakim.

"Siapapun Anda, tidak boleh tidak bertanggung jawab atas apa yang disampaikannya."

"Saya kira nanti Yang Mulia pengadilan, biar yang memutuskan," pungkasnya.

Baca juga: Luhut: Pernyataan Haris Azhar dan Fatia soal Kepemilikan Saham Bukan Kritik tapi Fitnah

Dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.

Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.

Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.

Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara, Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ashri Fadilla/Ferdinand Waskita/Edwin Firdaus/Immanuel Nicolas, Kompas.com/Muhammad Naufal)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved