Minggu, 5 Oktober 2025

Soal Pengakuan Jokowi Pejabat Politik, Denny Indrayana: Politik Presiden Tidak Boleh Partisan

Menurut Denny, seharusnya setelah kontestasi Pilpres yang dimenangkan Jokowi usai, relawannya langsung dibubarkan.

Mario Christian Sumampow
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana ditemui di hotel kawasan Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2023). Denny menjelaskan, politik institusional presiden adalah politik kebangsaan yang didedikasikan hanya untuk seluruh rakyat, tanpa kecuali, tanpa membedakan, tanpa diskriminasi. 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengatakan, politik institusional presiden tidak boleh partisan.

Adapun Denny menjelaskan, politik institusional presiden adalah politik kebangsaan yang didedikasikan hanya untuk seluruh rakyat, tanpa kecuali, tanpa membedakan, tanpa diskriminasi.

Hal itu merupakan respons Denny Indrayana terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mengakui dia merupakan seorang pejabat publik sekaligus pejabat politik.

Baca juga: Bantah Disebut Cawe-cawe Pilpres, Jokowi: Saya Ini Pejabat Politik

"Artinya, presiden tidak boleh berpolitik untuk tujuan sekelompok masyarakat ataupun partai politik pendukungnya saja," kata Denny, melalui keterangan pers tertulis, Minggu (7/5/2023).

Terkait hal tersebut, Denny kemudian menyinggung Presiden Jokowi yang menurutnya masih memiliki dan mengadakan temu relawan.

Diketahui, Presiden Jokowi sempat menghadiri acara Gerakan Nusantara Bersatu Satu Komando Untuk Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Sabtu (26/11/2022) lalu.

Denny mengatakan, menjadi aneh jika Presiden Jokowi masih memiliki dan mengadakan temu relawan.

Sebab, lanjutnya, sifat dasar relawan adalah partisan.

Baca juga: Respons Denny Indrayana Sikapi Pernyataan Jokowi Soal Pejabat Publik Sekaligus Politik: Ada Etika

"Sifat dasar relawan adalah partisan dan dilahirkan untuk memenangkan kandidat presiden yang didukungnya. Relawan adalah elemen pemenangan capres. Bagi presiden yang sedang memerintah seharusnya tidak ada lagi elemen relawan," ucapnya.

Menurut Denny, seharusnya setelah kontestasi Pilpres yang dimenangkan Jokowi usai, relawannya langsung dibubarkan.

"Seharusnya begitu dilantik menjadi presiden, ketika kontestasi Pilpres selesai, elemen relawan dibubarkan. Presiden yang masih merawat relawannya, akan terus memperpanjang suasana kompetisi, dan akibatnya melanjutkan keterbelahan di tengah masyarakatnya," sambungnya.

Lebih lanjut, Denny mengatakan, relawan bagi Presiden Jokowi makin tidak relevan karena masa jabatannya yang sebentar lagi akan berakhir.

"Beliau adalah outgoing president, yang akan mengakhiri periode kedua kepresidenannya. Presiden Jokowi seharusnya mengedepankan persatuan (integrasi), karena tidak ada lagi pertandingan (kompetisi)," kata Denny Indrayana.

Guru Besar Hukum Tata Negara itu mempertanyakan lebih jauh ihwal kehadiran Jokowi dalam acara temu relawannya tersebut.

"Kalau itu adalah agenda kebangsaan Jokowi sebagai presiden, kenapa kepentingannya sangat partisan relawan. Kalau itu agenda Joko Widodo sebagai pribadi, kenapa dia datang dengan pin kepresidenan?" katanya.

"Kenapa dengan pin kepresidenan yang melekat di dada kirinya, di hadapan ribuan relawan, Presiden Jokowi memberi kode dukungan partisan kepada sang "rambut putih"?" sambungnya.

Baca juga: Surya Paloh dan Luhut Bakal Temui Presiden Jokowi, Ada Apa?

Ungkap Denny, pertemuan Presiden Jokowi dengan relawan tersebut bahkan dikecam oleh Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

"Pak Hasto menyebut, acara relawan itu menurunkan citranya sebagai pimpinan negara," kata Denny.

"Saya menyesalkan adanya elit relawan yang memanfaatkan Presiden Jokowi sehingga menurunkan citranya sebagai pemimpin negara" tulis Denny mengutip perkataan Hasto Kristiyanto.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah disebut cawe-cawe urusan politik khususnya Pilpres 2024 karena mengumpulkan 6 Ketua Umum Partai Politik pendukung pemerintah di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa makam, (2/5/2023).

Menurut Presiden pertemuan dirinya dengan para Ketum Parpol hanya diskusi biasa.

“Cawe-cawe haha. Bukan cawe cawe, wong itu diskusi aja kok (disebut) cawe-cawe,” kata Jokowi di Gedung Sarinah, Jakarta, Kamis, (4/5/2023).

Lagi pula kata Jokowi, sebagai Presiden selain merupakan pejabat publik dirinya juga merupakan politikus. Sehingga wajar apabila bertemu Ketum Parpol membicarakan masalah politik.

“Saya tadi sampaikan, saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe cawe,” katanya.

Jokowi menegaskan urusan Capres-Cawapres merupakan urusan partai politik atau gabungan partai politik. Namun, bukan berarti ia tidak boleh berdiskusi mengenai masalah tersebut.

“Urusan Capres, Cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai. Sudah bolak-balik saya sampaikan kan? Tapi kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka boleh-boleh saja. Apa konstitusi yang dilanggar dari situ ? Enggak ada. Tolonglah mengerti bahwa kita ini juga politisi, tapi juga pejabat publik,” pungkasnya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan enam Ketua Umum Partai Politik (Parpol) pendukung pemerintah di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa malam, (2/5/2023).

Mereka yang hadir yakni Plt Ketum PPP Muhamad Mardiono, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.

Adapun pertemuan berlangsung lebIH dari dua jam yakni dari pukul 19.00-21.30 WIB.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved