Pemilu 2024
Pernah Ditolak MK, Partai Ummat Akan Ajukan Lagi Permohonan Gugatan PT 20 Persen pada Pemilu 2024
Partai Ummat menyebut akan mengajukan lagi gugatan permohonan pengujian Pasal 222 UU No 7 tahun 2017 Tentang Presidential Threshold 20 persen ke MK
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Ummat menyebut akan mengajukan lagi gugatan permohonan pengujian Pasal 222 UU No 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kemudian nanti kita akan mengajukan kembali (permohonan gugatan) Presidential Threshold," kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, dalam siaran langsung YouTube Republik Merdeka TV, Kamis (26/1/2023).
Meski demikian, Ridho menuturkan, jadi atau tidaknya pengajuan permohonan Presidential Threshold 0 persen ke MK itu tergantung kebutuhan.
"Tapi kita lihat anginnya ya. Jika memang itu dibutuhkan ya kita prinsipnya, selama itu untuk kebaikan ya kita akan melakukan," jelas Ridho.
Selain itu, Ridho juga mempersoalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait persyaratan usia minimal bagi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Selain itu juga sebenarnya konsennya umur ya. Dulu kan kalau enggak salah sebelum 2017 itu tidak dibatasi (umur). 40 tahun minimal untuk capres. Nah sekarang dibatasi," katanya.
Sebagai informasi, Pasal 169 huruf q UU 7/2017 disebutkan, usia minimal untuk seseorang bisa menjadi capres dan cawapres adalah 40 tahun.
Sudah Pernah Ajukan ke MK Tapi Ditolak
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima alias menolak gugatan permohonan yang dilayangkan Partai Ummat terkait pengujian Pasal 222 UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold 20 persen.
Dalam permohonan ini Partai Ummat diwakili oleh Ketua Umum DPP Partai Ridho Rahmadi dan Sekretaris Jenderal Partai A. Muhajir.
Hakim Ketua MK Anwar Usman mengatakan, keputusan tersebut sebagaimana telah tertuang dalam ketetapan MK nomor 74/PUU-VIII/2020.
"Mengadili menyatakan permohonan pemohon (Partai Ummat) tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Anwar Usman dalam putusannya yang juga disiarkan langsung melalui YouTube MK RI, Selasa (29/3/2022).
Dalam pertimbangannya, Hakim Anggota MK Aswanto menjelaskan, berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) di mana partai politik yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma pasal tersebut, merupakan parpol yang pernah menjadi peserta pemilu sebelumnya.
Namun, dalam permohonan a quo yang dilayangkan Partai Ummat sebagai pemohon dinyatakan bahwa pemohon merupakan partai yang baru terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI dan belum pernah menjadi peserta pemilu.
"Oleh karena itu, menurut mahkamah, partai a quo belum dapat dinyatakan sebagai partai politik peserta pemilihan umum sebelumnya, sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional pemohon dalam permohonan a quo," ucap Aswanto.
Atas hal itu, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut, menurut Aswanto, pemohon dalam hal ini Partai Unmat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Oleh karenanya kata Aswanto, Mahkamah Konstitusi tidak dapat mempertimbangkan pokok permohonan dengan dasar karena Partai Ummat tidak memiliki kedudukan hukum.
Baca juga: Ketua Umum Partai Ummat Kritik Koalisi Parpol yang Langsung Usung Nama Capres
"Menimbang bahwa meskipun mahkamah berenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, mahkamah tidak dapat mempertimbangkan pokok permohonan" ucap Aswanto.
Sebelumnya, Partai Ummat mengajukan permohonan pengujian pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU pemilu) terkait ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam permohonan tersebut, Partai Ummat diwakili oleh Ketua Umum Ridho Rahmadi dan Sekretaris Jenderal A Muhajir.
Kuasa hukum Partai Ummat, Refly Harun, menjelaskan kliennya sebagai partai politik baru merasa dirugikan hak konstitusionalnya terhadap ketentuan ambang batas tersebut.
Paling tidak, kata Refly, ada lima kerugian yang dicantumkan dalam permohonan.
Pertama, kata dia, tidak dapat memilih kandidat yang lebih banyak dan lebih selektif karena ketentyan 20% tersebut hanya memungkinkan empat kandidat saja secara teoritis.
Kedua, tidak dapat mengusulkan calon presiden dan atau calon wakil presiden pada pemilihan mendatang.
"Karena notabene Partai Ummat adalah partai baru yang belum ikut kontestasi Pilpres 2019 sehingga tidak punya baik kursi maupun suara," kata Refly dalam sidang secara daring yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI pada Rabu (9/2/2022).
Ketiga, lanjut dia, terkait pinsip keadilan yakni Partai Ummat tidak mendapatkan keadilan dan persamaan dalam pemilihan.
"Karena kita tahu bahwa prinsip pemilihan umum adalah jujur dan adil. Jadi kesempatan yang adil itu yang tidak kami dapatkan sebagai pemohon," kata dia.
Keempat, kata dia, Partai Ummat terhambat untuk merealisasikan manifesto politik sebagai sebuah partai.
Ia melanjutkan, bahwa salah satu peran partai adalah rekrutmen politik termasuk rekrutmen kepemimpinan nasional.
Peran tersebut, kata dia, terhambat dengan ketentuan PT 20% karena dengan batas tersebut Partai Ummat tidak memiliki kesempatan untuk mencalonkan baik calon Presiden maupun Wakil Presiden.
"Sehingga kerja-kerja partai politik dalam melakukan rekrutmen kepemimpinan nasional itu tidak bisa dilakukan. Karena kalaupun dilakukan toh akhirnta tidak bisa disalurkan melalui Partai Ummat," kata dia.
Kelima, lanjut Refly, secara sosiologis pasal 222 menimbulkan polarisasi dalam masyarakat bahkan bipolarisasi.
Padahal, kata dia, partai politik tugasnya bukan untuk disintegrasi atau memunculkan perpecahan melainkan justru untuk persatuan demi mewujudkan tujuan nasional.
"Lima kerugian ini kami konstruksikan baik dia bersifat faktual maupun potensial atau menurut penalaran yang wajar akan terjadi pada Pilpres 2024," kata Refly.
Pemilu 2024
Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP |
---|
Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024 Tak Menyalahi Aturan dan Telah Diaudit BPK |
---|
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan |
---|
Komisi II DPR RI Ungkap Pernah Ingatkan KPU Soal Penggunaan Private Jet: Tidak Pantas Itu |
---|
Komisi II DPR Minta KPU Kooperatif Terkait Dugaan Penyalahgunaan Private Jet |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.