Rabu, 1 Oktober 2025

Pemilu 2024

Sudah Pernah Diputuskan MK, PAN Sebut Sistem Pemilu 2024 Mestinya Tetap Proporsional Terbuka

Sebelumnya, wacana tersebut disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy'ari seiring dengan proses sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Chaerul Umam
Tribun Jogja/Suluh Pamungkas.
Ilustrasi Pemilu. Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengatakan tidak menutup kemungkinan Pemilu 2024 nanti bakal diberlakukan sistem proposional tertutup. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay merespons kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.

Sebelumnya, wacana tersebut disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy'ari seiring dengan proses sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).

Saleh menjelaskan, sejak 2008 sistem pemilu yang dipakai adalah sistem proporsional terbuka.

Sistem tersebut diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada putusan MK tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.

"Keputusan MK itu sudah benar. Buktinya, sudah dipakai berulang kali dalam pemilu kita. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014, dan 2019," kata Saleh dalam keterangannya, Jumat (30/12/2022).

"Sejauh ini tidak ada kendala apa pun. Masyarakat menerimanya dengan baik. Partisipasi politik anggota masyarakat juga tinggi. Sebab, dengan sistem itu, siapa pun berpeluang untuk menang. Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas," lanjutnya.

Baca juga: Ketua KPU Imbau Peserta Pemilu Tahan Diri Manfaatkan Alat Peraga Kampanye, Ini Respons Pengamat

Ketua Fraksi PAN DPR RI itu meminta MK untuk berhati-hati dalam memutuskan perkara penggunaan sistem pemilu 2024.

Mahkamah Konstitusi diharapkan berdiri secara tegak dan adil dalam mengadili perkara tersebut.

"Jangan sampai ada dugaan bahwa MK cenderung tidak berlaku adil karena lebih memilih salah satu sistem daripada yang lainnya," ujar Saleh.

Saleh kembali mengingatkan ketika Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi membacakan pertimbangan pada majelis 23 Desember 2008 lalu, bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.

Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif.

Bahkan lebih lanjut Arsyad kala itu mengatakan bahwa
dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak.

Menurutnya, memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem ini telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved