Jumat, 3 Oktober 2025

Korupsi Pengadaan Helikopter

Pimpinan KPK Singgung Mangkirnya Eks KSAU Agus Supriatna dalam Sidang Korupsi Helikopter AW-101

KPK menyoroti eks KSAU Marsekal (Purn) Agus Supriatna mangkir sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyoroti eks KSAU Marsekal (Purn) Agus Supriatna yang mangkir dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyinggung ketidakhadiran eks Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101.

Diketahui, Agus Supriatna mangkir dari panggilan mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebanyak lima kali pemanggilan.

"Ada yang menarik sebetulnya yaitu korupsi helikopter AW-101 yang persidangan sedang berjalan dan teman-teman mengikuti persidangan itu. Ada pemanggilan terhadap lima orang saksi dari jajaran TNI yang dipanggil oleh pengadilan namun tidak hadir," ucap Alex saat jumpa pers Kinerja dan Capaian KPK 2022 di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).

Alex mengingatkan, pemanggilan setiap orang sebagai saksi merupakan hak bagi warga negara untuk membantu penyelesaian hukum.

Baca juga: Dakwaan KPK: Eks KSAU Agus Supriatna Terima Dana Komando Helikopter AW-101 Rp17 Miliar

Ia mencontohkan, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Budiono yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) bersedia hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Sikap itu seharusnya menjadi contoh bagi setiap warga negara.

"Saya masih ingat dalam perkara BLBI waktu itu, Wakil Presiden Budiono itu dipanggil menjadi saksi persidangan dan beliau menunjukan contoh teladan sebagai seorang warga negara yang baik," kata Alex.

Karena itu, Alex menyayangkan sikap Agus Supriatna yang kini merupakan warga sipil dan bukan lagi prajurit TNI, tetapi tidak bersedia bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101.

Baca juga: KPK Masih Cari Solusi Terkait Pemanggilan Eks KASAU di Kasus Korupsi Helikopter AW-101

"Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran dari prajurit TNI, baik yang sudah tidak aktif maupun yang aktif ketika dipanggil pengadilan tidak hadir. Padahal sudah ada penetapan dari hakim, ini menjadi contoh yang tidak baik, tentu saja bahwa lembaga peradilan seolah-olah lembaga peradilan dianggap tidak ada dalam hal ini," kata Alex.

Karena itu, Alex mengimbau tanpa memandang pangkat dan jabatan, hukum memerintahkan setiap warga negara sama di mata hukum.

Ketidakhadiran setiap orang untuk bersaksi, telah menghilangkan kesempatan dirinya untuk melakukan pembelaan.

"Ketika tidak hadir, maka yang bersangkutan itu telah menghilangkan peluang untuk membela diri, tidak ada gunanya baik lewat pengacara atau yang bersangkutan sendiri membela atau berbicara diluar itu, tidak memiliki nilai pembuktian," ujar Alex.

Baca juga: KPK Masih Cari Solusi Terkait Pemanggilan Eks KASAU di Kasus Korupsi Helikopter AW-101

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK gagal menghadirkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) periode 2015-Februari 2017 Agus Supriatna.

Sedianya, Agus akan diperiksa sebagai saksi dalam persidangan dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 TNI AU, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 738,9 miliar.

“Untuk Agus Supriatna kami sudah berkomunikasi dengan Diskum (Dinas Hukum) TNI AU dan belum dapat informasi dari Diskum TNI AU terkait posisi yang bersangkutan, kemudian Supriyanto Basuki sama dengan Agus Supriatna,” ucap JPU KPK Arif Suhermanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/12/2022).

Agus Supriatna telah diminta hadir sebanyak lima kali di persidangan yaitu pada sidang 21 dan 28 November, 5, 12 dan 19 November 2022 sebagai saksi untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 738,9 miliar.

Selain Agus, ada empat orang saksi yang sudah lebih dari tiga kali dipanggil ke persidangan tapi tidak juga hadir, tiga di antaranya adalah personel TNI AU.

Para personel TNI AU tersebut adalah Fransiskus Teguh Santosa Sekretaris Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Sesdisada) TNI AU yang juga menjabat sebagai Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Ketua Panitia Pengadaan Helikopter Angkut; Heribertus Hendi Haryoko selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memiliki tugas pokok dan kewenangan antara lain menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Alutsista TNI yang meliputi Spesifikasi Teknis Alutsista TNI dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan Supriyanto Basuki selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KASAU TNI AU periode 2015-Februari 2017.

“Untuk saksi Fransiskus Teguh santosa dan Heribertus Hendi Haryoko kami sudah melakukan pemanggilan tapi Fransiskus tadi pagi memastikan kondisinya masih ‘nge-drop’ sedangkan untuk Heribertus yang ada di Malang menyampaikan sakit sampai tanggal 20, kami tawarkan ‘zoom’ dari rumah tapi yang bersangkutan mengatakan tidak mungkin,” kata Jaksa Arif.

Respons Agus Supriatna

Sebelumnya eks KSAU Marsekal (Purn) Agus Supriatna memberikan tanggapannya terkait kasus tersebut.

Ia meminta KPK untuk mencermati aturan pemanggilan saksi terhadap seorang prajurit.

Pasalnya, ia menilai pemanggilan yang dilakukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak benar.

Agus kemudian menyebut keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Dia mengingatkan produk hukum yang sudah lebih dulu terbit dari pendirian KPK itu dihargai.

“Undang-undang Peradilan Militer itu sudah lebih dulu dari 1997 sudah keluar. 1997 coba, undang-undangnya. Masa undang-undang yang lebih dulu enggak dihargai,” kata Agus saat dihubungi, Rabu (30/11/2022).

“Segala sesuatu itu baca, tanya dulu ada enggak aturannya di TNI, ada enggak kan gitu. TNI ada aturan sendiri, apa-apa pakai aturan sendiri,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Agus seyogianya dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi sidang dugaan korupsi helikopter angkut AW-101 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Namun, dua kali dipanggil Agus tidak datang. Ia dipanggil pada 21 dan 28 November.

Pengadaan helikopter itu dilakukan di lingkungan TNI AU pada 2015-2017.

Perkara ini menjerat terdakwa PT Direktur Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal.

Agus mengatakan bahwa dirinya belum menerima surat panggilan dari jaksa KPK.

“Boro-boro, jangankan surat, orang ngomong saja enggak ada, gimana sih," katanya.

Dalam persidangan pada Senin (28/11/2022) Jaksa KPK Arif Suhermanto mengaku pihaknya telah mengirimkan surat panggilan itu ke dua alamat rumah Agus, yakni di Jalan Trikora 69, Halim Perdana Kusumah dan Jalan Raflesia, Bogor.

Namun, Agus disebut sudah tidak berada di dua kediaman tersebut. Ia pun merespons pernyataan ini.

“Ya, sudah tahu enggak ada (di rumah itu) ngirim-ngirim,” tutur Agus.

Agus enggan mengungkapkan tempat tinggalnya saat ini.

Dia juga tidak menjelaskan surat itu diterima oleh siapa.

Agus juga mempertanyakan respons pihak TNI terkait surat pemanggilan terhadap Agus.

Adapun KPK sebelumnya yang telah bersurat kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAU saat ini, Marsekal Fadjar Prasetyo.

Mereka diminta bantuan untuk menghadirkan Agus.

“Yang terima siapa? Jangan-jangan yang terima Satpam, jangan-jangan yang terima yang seragamnya sama, itu Banser-Banser,” ujar Agus.

Di sisi lain, Agus menjelaskan bahwa persoalan pembelian helikopter AW-101 telah melalui penyelesaian sendiri di TNI.

Menurutnya, TNI sudah menerima helikopter itu dan telah menjadi barang milik negara.

Selain itu, negara juga mengeluarkan biaya perawatan untuk helikopter tersebut.

“TNI sudah nerima, sudah jadi barang milik negara, negara sudah mengakui, negara sudah membiayai untuk pemeliharaan,” jelasnya.

Mantan perwira tinggi militer itu menilai KPK dan pihak TNI telah mengetahui persoalan AW-101.

Selanjutnya, adalah bagaimana menyelesaikan masalah tersebut bersama-sama.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved