Polisi Tembak Polisi
Sidang Lanjutan Kasus Brigadir J Hari Ini, Richard Eliezer akan Hadirkan Saksi yang Meringankan
Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J kembali digelar pada Senin (26/12/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Mereka didakwa melanggar pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga dijerat perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus Brigadir J.
Ferdy Sambo dijerat bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa, disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Hadirkan Ahli yang Meringankan Lebih Dulu
Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sudah menghadirkan ahli meringankan terlebih dahulu pada persidangan sebelumnya, Kamis (22/12/2022).
Kedua terdakwa menghadirkan Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Mahrus Ali.
Dalam persidangan, Mahrus mengungkapkan terkait tindak pidana dugaan kekerasan seksual.
Menurutnya, tindak pidana dugaan kekerasan seksual sejatinya harus dibuktikan dengan alat bukti minimal hasil visum dari korban.
Bukti visum itu, diperlukan untuk kepentingan jaksa penuntut umum (JPU) membuktikan tindak pidana yang terjadi.
"Satu-satunya bukti yang biasa dihadirkan oleh Jaksa biasanya visum, tetapi kalau visum ga ada gimana? Pertanyaan saya begini, visum itu gak ada terkait dengan tantangan yang lebih berat yang dihadapi Jaksa untuk membuktikan," kata Mahrus dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Namun, lanjut Mahrus, jika dalam proses pembuktian hasil visum itu tidak dilakukan, bukan berarti tindak kejahatannya menjadi tidak ada.
"Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan," kata Mahrus.
Sebab, kata Mahrus, dalam kasus dugaan kekerasan seksual kerap kali korban yang diduga mengalami tersebut tidak mau melapor.