Polisi Tembak Polisi
Kata Pakar Hukum soal 2 Terdakwa Obstruction of Justice Kasus Brigadir J yang Belum Disidang Etik
Pakar Hukum Pidana Unsoed, Hibnu Nugroho memberikan pendapatnya terkait AKBP Arif Rachman Arifin dan AKP Irfan Widyanto yang belum jalani sidang etik.
TRIBUNNEW.COM - Pakar Hukum Pidana Unsoed, Hibnu Nugroho memberikan tanggapannya terkait adanya dua terdakwa kasus obstruction of justice kasus Brigadir J yang masih belum menjalani sidang etik.
Dua terdakwa tersebut adalah eks Wakaden B Biro Paminal Divisi Propam Polri AKBP Arif Rachman Arifin, serta mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto.
Meskipun AKBP Arif Rachman Arifin dan AKP Irfan Widyanto belum disidang etik, tapi mereka sudah menjalani sidang kasus obstruction of justice kasus Brigadir J.
Menurut Hibnu, sidang etik dan sidang pidana ini tidak ada keterkaitannya.
Karena sidang etik adalah bentuk peradilan etika, perilaku atau SOP.
Selain itu perkara pidana obstruction of justice ini sudah terlebih dahulu digelar sidangnya.
Baca juga: Afung Diminta Irfan Widyanto Ganti DVR CCTV Duren Tiga, Dibayar Rp 3,5 Juta
Sehingga sidang pidana AKBP Arif Rachman Arifin dan AKP Irfan Widyanto ini didahulukan daripada sidang etiknya.
"Saya kira ini tidak ada keterkaitan. Etik itu suatu bentuk peradilan etika, perilaku, SOP. Karena ini sudah masuk duluan pidananya, maka pidananya didahulukan," kata Hibnu dalam tayangan Breaking News di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (10/11/2022).
Lebih lanjut Hibnu menekankan jika seseorang melanggar pidana, terutama anggota Polri maka ia pasti melanggar etik.
Namun berbeda jika seseorang melanggar kode etik, ia masih belum tentu melanggar hukum pidana.
Baca juga: Pengacara Sebut Perintah Agus Nurpatria Kepada Irfan Amankan, Bukan Ambil CCTV di Kompleks Sambo
Oleh karena itu Hibnu menilai jika Irwasum Polri menunda sidang etik dari AKBP Arif Rachman Arifin dan AKP Irfan Widyanto ini, karena proses pidananya sedang berjalan.
"Karena pertanyaannya nanti seseorang yang melanggar pidana pasti melanggar etik. Makanya kapan-kapan lah. Tapi kalau orang melanggar etik belum tentu melanggar pidana. Makanya keliatannya Irwasum (menunda sidang etik) karena pidananya sedang berjalan," terang Hibnu.
Hibnu menambahkan, sidang etik tidak akan mengalahkan unsur pidananya tapi merupakan bagian dari suatu tindak pidana.
Karena pelanggaran yang dilakukan oleh AKBP Arif Rachman Arifin dan AKP Irfan Widyanto ini sudah menyangkut suatu mens rea melawan hukum.
Baca juga: Anak Buah AKP Irfan Widyanto Ungkap Ketegangan di Kompleks Rumah Ferdy Sambo: Ada Teroris atau Apa?
"Jadi sidang etik tidak mengalahkan pidananya, tapi pasti itu bagian dari suatu tindak pidana yang terkait dengan pidananya. Karena sudah menyangkut suatu mens rea melawan hukum," pungkasnya.
Diketahui, dalam perkara obstruction of justice ini ada tujuh anggota polri yang ditetapkan sebagai terdakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J dengan menghancurkan dan menghilangkan barang bukti termasuk CCTV.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan; Agus Nurpatria; Chuck Putranto; Irfan Widianto; Arif Rahman Arifin; dan Baiquni Wibowo.
Keseluruhannya didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Baca juga: Hakim Cecar Acay Soal Tak Cegah Tindakan Irfan Widyanto Ganti DVR CCTV Kompleks Rumah Ferdy Sambo
Hakim Tolak Nota Keberatan AKBP Arif Rahman Arifin
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan yang diajukan terhadap terdakwa mantan Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri, AKBP Arif Rahman Arifin.
Keputusan itu dibacakan dalam hasil putusan sela dari majelis hakim yang dibacakan Hakim Ketua Ahmad Suhel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (8/11/2022).
"Mengadili, menolak eksepsi keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya," kata Ahmad saat bacakan putusan sela.
Ahmad menuturkan bahwa penolakan eksepsi ini sekaligus menandakan agar sidang perkara itu dapat dilanjutkan ke tahap pembuktian atau pemeriksaan saksi.
Baca juga: Kuasa Hukum AKBP Arif Rahman Arifin Minta Hakim Larang Media Siarkan Live Sidang Kasus Brigadir J
Hal itu sesuai dengan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP). Adapun pasal itu berisikan aturan mengatur apabila sidang tetap dilanjutkan hingga vonis dijatuhkan.
"Memerintahkan untuk melanjutkan sidang dengan menghadirkan seluruh saksi pada persidangan yang akan datang," jelas Ahmad.
Ahmad memerintahkan sidang dilanjutkan pada Jumat 18 November 2022 dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU.
"Dengan dibacakan putusan sela, ditolak. Maka untuk berikutnya adalah mendengarkan keterangan saksi, untuk saksi kita akan tunda," tukasnya.
Baca juga: Hendra Kurniawan ke Arif Rahman Soal Skenario Ferdy Sambo: Sudah Rif, Kita Percaya Saja
Eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Sebut AKP Irfan Widyanto Tak Halangi Penyidikan
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit menyebutkan bahwa AKP Irfan Widyanto tak menghalangi penyidikan karena memberikan DVR CCTV yang terkait kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu terungkap dalam persidangan dugaan kasus obstruction of justice atas terdakwa AKP Irfan Widyanto di PN Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022).
Ridwan menyatakan bahwa AKP Irfan Widyanto tidak menghalangi penyidikan karena disebut turut membantu menyerahkan DVR CCTV. Sebab, tindakan Irfan merupakan bantuan dari Propam Polri.
"Keberadaan dia di TKP sebagai bagian dari Mabes Polri, Bareskrim, Propam ada. Dan pikiran saya waktu itu memberikan DVR saya karena saya berpikir dia juga memberikan backupan kepada kita. Kan dia juga penyidik," kata Ridwan dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022).
Dalam kasus ini, Ridwan memang sempat juga menyerahkan DVR CCTV rumahnya kepada AKP Irfan Widyanto.
Baca juga: Satpam Kompleks Ferdy Sambo Sebut Tak Ada Ancaman dari AKP Irfan Widyanto Saat DVR CCTV Diganti
Menurutnya, Paminal Polri berhak melakukan penyelidikan berupa pengamanan di area TKP.
Ia menuturkan bahwa DVR CCTV yang diambil oleh AKP Irfan Widyanto dilakukan pada Sabtu, 9 Juli 2022. Setelah itu keesokan harinya, DVR CCTV itu langsung diserahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Adapun DVR CCTV sudah menjadi kewenangan penyidik sejak tanggal 10 Juli 2022 yang tidak lain tepat setelah DVR CCTV diserahkan ke Polres Jaksel. Hingga saat itu, masih belum ada tindak pidana yang terjadi.
"Pada tanggal 9 itu bertemu (AKP Irfan) melakukan berkomunikasi (menyerahkan DVR CCTV). Itu dua kali. Di antara jam 4 dan setengah 6," jelas Ridwan.
Sementara itu, Eks Kanit 1 Krimum Satreskrim Polres Jakarta Selatan, AKP Rifaizal Samual menyatakan setelah diserahkan ke Polres Jaksel, ada perintah menarik kembali DVR tersebut kepada Kompol Chuck Putranto. Perintah itu berasal dari Ferdy Sambo.
Sebaliknya, Rifaizal menyatakan bahwa Irfan saat itu tak mengetahui bahwa DVR CCTV itu diserahkan kembali ke Kompol Chuck.
Baca juga: Tanggapi Kesaksian Satpam Komplek Polri, Pengacara AKP Irfan Minta Jangan Halusinasi Tingkat Dewa
Lalu, dia pun menyerahkan atas izin Ridwan Soplanit yang saat itu menjabat Eks Kasat Reskrim Polres Jaksel.
"Tidak ada (perintah AKP Irfan), karena Kompol Chuck ini hanya perintah dari Kadiv Propam. karena saya seorang penyidik, saya sudah izin Kasat, kemudian itu perintah dari Kadiv Propam yang pada saat itu masih aktif berpangkat Irjen Pol. Mohon izin, kami memang itu kesalahan kami tapi kami serahkan yang mulia," jelas Rifaizal.
Rifaizal menyatakan bahwa pihaknya juga sempat mengutarakan empati yang terjadi oleh AKP Irfan Widyanto.
Sebaliknya, dia melakukan tindakan itu karena melaksanakan perintah atasannya.
"Saya tidak membela AKP Irfan karena bukan kewenangan saya. Tetapi saya berempati dan turut sedih dengan senior saya. Izin yang mulia saya mewakili beberapa anggota dalam kasus ini, bahwa kami hanya anggota yang melaksanakan perintah yang kami anggap itu adalah perintah yg benar," tukasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Igman Ibrahim)