Jumat, 3 Oktober 2025

Rantai Komando Militer Soeharto, Penumpasan G30S dan Simpatisannya di Indonesia

Rantai Komando Militer Soeharto, penumpasan G30S dan simpatisannya di Indonesia. Setelah gugurnya Ahmad Yani, Soeharto mengambilalih komando AD.

indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au
Mayor Jenderal Soeharto mengambilalih komando AD untuk menumpas G30S di seluruh Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM - Gerakan 30 September (G30S) merupakan peristiwa kelam di Indonesia yang terjadi pada 1 Oktober 1965 dini hari.

Teror G30S diawali dengan penculikan tujuh jenderal Angkatan Darat (AD), termasuk Panglima AD, Jenderal Ahmad Yani.

Enam jenderal dan satu perwira (yang salah tangkap) dieksekusi mati oleh G30S.

Ketujuh jenazah kemudian dimasukkan ke sebuah sumur yang kini dikenal sebagai Lubang Buaya.

Saat G30S menguasai RRI dan Lapangan Merdeka pada 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto mengambilalih komando AD.

Menurut buku Dr Jess Melvin berjudul "The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder", Soeharto melancarkan beberapa rantai komando militer untuk menumpas G30S dan simpatisannya.

Baca juga: Tujuan G30S 1965, Upaya Kudeta dan Gugurnya 10 Pahlawan Revolusi di Jakarta dan Yogyakarta

Rantai Komando Militer Jenderal Soeharto

Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Mayor Jenderal AD mengambilalih kekosongan pimpinan di Angkatan Darat dan mengabaikan otoritas Soekarno.

Pada 1 Oktober 1965 saat G30S menguasai RRI dan Lapangan Merdeka, Soeharto mengirim telegram kepada komandan militer daerah bahwa terjadi kudeta di Ibu Kota.

Perintah ini kemudian disusul dengan instruksi yang dikirim oleh Komandan Mandala I Sumatera, Mokoginta, yang mengatakan komandan militer harus menunggu perintah lebih lanjut.

Kemudian, pada malam hari 1 Oktober 1965, Soeharto menyatakan kepemimpinan militer telah berhasil mengendalikan situasi.

Mokoginta kemudian memerintahkan agar semua anggota TNI harus tegas dan tuntas memusnahkan G30S sampai ke akar-akarnya.

G30S yang dimaksud adalah semua yang diduga terlibat dalam kudeta G30S di Jakarta dan simpatisannya yang tersebar di seluruh Indonesia.

Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966.
Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966. (-/Arsip Kompas)

Baca juga: Mengenal Pasukan Cakrabirawa, Menculik 7 Jenderal dalam G30S

1. Sumatera

Komando militer di Sumatera telah diaktifkan sejak 1 Oktober 1965 untuk memberlakukan darurat militer.

Para pimpinan militer menggunakan KOTI, Kolaga dan komando daerah, di bawah kepemimpinan Mokoginta di seluruh Sumatera.

Militer memerintahkan warga sipil untuk berpartisipasi dalam kampanye militer mulai 4 Oktober 1965.

Penumpasan G30S di Sumatera dimulai pada tanggal 7 Oktober 1965.

Soeharto kemudian mendirikan “Ruang Perang” di Aceh pada 14 Oktober 1965.

2. Jawa dan Bali

Militer mengoordinasikan serangannya melalui komando Kostrad dan RPKAD untuk wilayah Jawa dan Bali.

Wilayah Jawa dianggap telah didominasi oleh simpatisan G30S.

Satu-satunya tempat di mana komando militer lokal keluar untuk mendukung G30S secara nasional adalah di Jawa Tengah.

Perintah-perintah militer ini beroperasi sangat aktif dan kompak secara alami.

Mereka juga mampu beroperasi secara independen dari komando Kodam setempat.

Kostrad pertama kali digunakan untuk melakukan penumpasan G30S di Ibu Kota, sebelum dikirim ke Jawa Tengah pada 18 Oktober 1965.

Pada bulan Desember 1965, RPKAD pindah ke Bali.

Relief Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, menggambarkan kekejaman PKI dalam peristiwa G30S/PKI.
Relief Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, menggambarkan kekejaman PKI dalam peristiwa G30S/PKI. (SejarahJakarta.com)

Baca juga: Sejarah Singkat Peristiwa G30S Hingga saat Dipimpin Letkol Untung

3. Kalimantan dan Indonesia Timur

Militer memiliki komando Mandala sendiri di Kalimantan.

Komando Mandala ini di bawah komando KOTI dan Kolaga, seperti yang terjadi di Sumatera.

Namun, meskipun komando Mandala II, di bawah Mayor Jenderal Maraden Panggabean, memiliki potensi operasional yang sama dengan Mandala I.

Penumpasan G30S dimulai di Kalimantan hingga Oktober 1967.

Sementara penumpasan di Indonesia Timur dimulai sejak Desember 1965.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait G30S

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved