Pentingnya Upaya Reintegrasi untuk Anak Korban Perekrutan Teroris
BNPT melatih trainer untuk menangani anak terasosiasi kelompok teroris dan ekstremis kekerasan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak-anak kerap menjadi korban upaya perekrutan oleh kelompok teroris dan ekstremis kekerasan.
Untuk itu diperlukan upaya pencegahan agar anak tidak terpapar terorisme.
Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral BNPT M Zaim Alkhalis Nasution mengatakan tantangan terbesar dalam penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompol ekstremisme dan terorisme adalah pelaksanaan reintegrasi.
"Karena itu perencanaan dan pelaksanaan reintegrasi menjadi hal utama dalam kegiatan ini," kata M Zaim Alkhalish Nasution," dalam keterangannya, pada Sabtu (30/7/2022).
Baca juga: Deklarasi Anti-Intoleransi dan Radikalisme di Jawa Barat Diapresiasi BNPT
BNPT melatih trainer untuk menangani anak terasosiasi kelompok teroris dan ekstremis kekerasan.
Pelatihan pengembangan kapasitas bertajuk "Training of Trainers dan Lokakarya Pelatihan Penanganan Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak yang Terampas Kebebasannya dalam Konteks Terorisme."
Pelatihan berlangsung di Bogor, 25-29 Juli 2022. Pelatihan dihadiri perwakilan BNPT, Kemenkumham, KPPPA, Densus 88, KPAI, Kementerian Sosial dan organisasi sipil masyarakat.
Dalam pelatihan ini, BNPT menjalin kerja sama dengan UNODC dengan dukungan Uni Eropa.
Pada tahun 2021, mereka meluncurkan Program STRIVE Juvenile untuk memperkuat strategi pemerintah dalam upaya penanganan anak yang terasosiasi kelompol teroris dan ekstremis kekerasan.
Baca juga: Polri Masih Lakukan Investigasi Soal Dugaan Dana ACT Mengalir ke Jaringan Terorisme
Marc Vierstraete-Verlinde selaku Counter Terrorism Expert for European Union Delegation to Indonesia and Brunei Darussalam and Mission to ASEAN turut menjelaskan jika dasar utama dalam melakukan rehabilitasi dan reintegrasi adalah pola pikir bahwa anak adalah korban.
"Pertama-tama kita harus berfikir bahwa anak-anak adalah sebagai korban dalam kondisi ini, mereka belum dapat benar-benar memilih apa yang terbaik bagi mereka," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, harus diberikan kesempatan kedua bagi mereka untuk dapat menghubungkan dengan orang-orang yang baik dengan norma dan nilai yang baik.
"Tujuannya tentu saja untuk melakukan rehabilitasi dan reintegrasi. Kita harus menggarisbawahi apapun yang kita lakukan adalah untuk kepentingan terbaik bagi anak," ujarnya.
Untuk kegiatan Training of Trainers, partisipan dibekali berbagai metode untuk mempersiapkan pelatihan bagi orang dewasa terkait dengan pelatihan anak-anak yang dirampas kebebasannya dalam penanggulangan terorisme, baik dari aspek teknis maupun logistik.
Sementara dalam lokakarya pelatihan, selama 5 hari peserta berlatih untuk memformulasikan penilaian, perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi dan reintegrasi, serta memperkuat kerja sama antar lembaga.