Kasus Suap di Tanah Bumbu
KPK Urai Konstruksi Suap Izin Usaha Pertambangan Mardani Maming
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengurai konstruksi perkara yang menjerat politikus PDIP eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengurai konstruksi perkara yang menjerat politikus PDIP tersebut.
Alex, sapaan Alexander, mengatakan Maming yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018, memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintahan Daerah Tanah Bumbu, Kalsel.
"Di tahun 2010, salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," ucap Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam.
Baca juga: Perjalanan Kasus Mardani Maming dari Tersangka KPK, Jadi Buronan, Kini Disebut akan Serahkan Diri
Kata Alex, agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Maming, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Maming selaku bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud.
Menanggapi keinginan Henry Soetio, diawal tahun 2011, KPK menduga Maming mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
"Dalam pertemuan tersebut, MM (Mardani H Maming) diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio," kata Alex.
Selanjutnya di bulan Juni 2011, lanjut Alex, surat keputusan (SK) Maming selaku bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani Maming.
Baca juga: PROFIL Mardani Maming, Buron KPK yang Serahkan Diri, Jabat Bupati Tanah Bumbu 2 Periode
Dimana KPK menduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.
Menurut lembaga antirasuah itu, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”.
"MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama) yang adalah perusahaan milik MM.
KPK menengarai PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
"Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM," sebut Alex.
Di tahun 2012, ujar Alex, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio, dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.
Baca juga: Mardani Maming Ditetapkan KPK Jadi Tersangka Suap, PBNU Minta Tak Ada Framing Negatif