Jumat, 3 Oktober 2025

Ombudsman Temukan Potensi Malaadministrasi di BRIN, Komisi VII Desak Minta Pemerintah Evaluasi

Mulyanto, menyoroti soal adanya laporan maladministrasi dalam proses peralihan pegawai dan aset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
Andri/Man (dpr.go.id)
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Ombudsman Temukan Potensi Malaadministrasi di BRIN, Komisi VII Desak Minta Pemerintah Evaluasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyoroti soal adanya laporan maladministrasi dalam proses peralihan pegawai dan aset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Politisi PKS itu pun meminta pemerintah melakukan evaluasi secara komprehensif kelembagaan BRIN ini.

Menurutnya, pemerintah jangan menganggap enteng laporan yang dikeluarkan oleh Ombudsman RI terkait adanya maladministrasi integrasi berbagai lembaga riset ke dalam BRIN.

Sebab peleburan tersebut melibatkan jumlah SDM yang banyak serta aset yang besar.

"Ini adalah puncak dari "gunung es" permasalahan riset dan inovasi nasional. Soal senada telah dilaporkan para mantan kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI, yang ujungnya terbentuk Panja BRIN di Komisi VII," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (2/7/2022).

Baca juga: Ombudsman RI: Terjadi Penyimpangan Prosedur yang Dilakukan BRIN Terkait Peralihan Pegawai

Karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintah melakukan evaluasi secara komprehensif keberadaan BRIN.

"Jangan sampai kehadiran lembaga baru ini malah menghambat kerja di bidang riset dan teknologi yang sudah berjalan baik selama ini," kata dia.

Mulyanto sejak awal sudah mengingatkan bahwa tidak mudah melakukan penggabungan lembaga riset dalam waktu singkat dan tergesa-gesa.

"Yang dilebur itu bukan sekedar gedung, laboratorium, aset tangible dan intagible, anggaran, program dan SDM peneliti. Tetapi juga jiwa korsa lembaga, kerjasama tim, budaya riset dll," kata Mulyanto.

Mulyanto menambahkan pemerintah perlu memperhatikan dampak dari peleburan lembaga riset ini.

Dalam setahun, terdapat ratusan peneliti yang tidak dapat melakukan pekerjaan akibat ketidakjelasan status kepegawaiannya. Hal ini tentu merugikan semua pihak yang terkait.

Sebelumnya, Ombudsman RI (ORI) turut memberikan tindakan korektif kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo.

Hal itu didasari atas temuan Ombudsman terkait proses peralihan pegawai dari beberapa Kementerian atau Lembaga ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dalam temuan itu, Ombudsman menyatakan terjadi penyimpangan prosedur sehingga berpotensi menimbulkan maladministrasi.

Baca juga: Ombudsman Minta MenPANRB & BRIN Lakukan Tindakan Korektif: Jangan Sampai Kami Keluarkan Rekomendasi

Oleh karenanya anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyatakan, dirasa perlu untuk memberikan tindakan korektif kepada MenPAN-RB yang dimana dalam hal ini sebagai pihak terkait.

Tindakan korektif yang harus dilakukan oleh Tjahjo Kumolo beserta jajaran kata Robert yakni, pertama, melakukan koordinasi menyeluruh terhadap Kementerian dan Lembaga yang pegawainya mendapati konsekuensi dialihkan ke BRIN.

"Agar proses peralihan itu merupakan kebijakan berdasarkan Undang-undang dilakukan melalui mekanisme kewenangan pada KemenPAN RB secara langsung," kata Robert saat jumpa pers secara hybrid, Kamis (30/6/2022).

Selanjutnya, Ombudsman RI juga meminta kepada MenPAN-RB untuk melakukan konsolidasi dengan pimpinan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait dengan pemutakhiran data.

Hal itu dinilai penting, agar setiap pegawai yang dialihkan ke BRIN tidak mengalami kendala dalam proses administrasi.

Robert juga menyatakan, MenPAN-RB juga harus memastikan, perlindungan terhadap tunjangan atau hak normatif para pegawai, baik yang setuju dialihkan maupun tidak setuju dialihkan.

"Karena banyak pegawai yang tidak mau pindah ke BRIN tapi negara harus memberikan jaminan atau hak-hak normatif mereka ataupun mereka yang sedang berstatus tugas belajar," tukas dia.

Tak hanya kepada MenPAN-RB, Ombudsman RI juga telah melayangkan beberapa poin tindakan korektif yang penting harus dilakukan pimpinan BRIN.

Adapun yang pertama yakni, meminta kepada BRIN untuk segera melakukan koordinasi dengan Kementerian PAN-RB serta BKN dalam proses pengadministrasian pegawai.

"Memulai Berkoordinasi dengan KemenPAN RB dan BKN dalam proses peralihan dan pendataan pegawai ke BRIN, untuk selanjutnya disiapkan struktur tata kerja yang memadai dalam menerima peralihan pegawai," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng saat jumpa pers secara hybrid, Kamis (30/6/2022).

Selanjutnya kata Robert, Ombudsman RI juga meminta kepada BRIN untuk memastikan agar hak administratif dan hak normatif pegawai dapat diberikan oleh BRIN.

Beberapa hak yang dimaksud yaitu terkait tunjangan, kenaikan golongan atau pangkat dan karir serta hak kesejahteraan lainnya sesuai peraturan yang berlaku.

Tak hanya itu, Kepala BRIN juga harus menjamin atas fasilitas dan dukungan administrasi untuk kegiatan penelitian/riset bagi pegawai BRIN sesuai kebutuhan pada sektor atau bidang masing-masing.

"Jadi sangat penting karena ini yang sangat dirasakan oleh para peniliti yang ada di sana, fasilitas dan dukungan yang sangat tidak memadai," ucap Robert.

Ombudsman juga meminta kepada BRIN untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam hal ini dirjen pengelola aset.

Hal itu untuk keperluan proses peralihan aset dan alat kerja bagi peneliti yang bekerja di BRIN, agar pendataan dan tata kelola peralihan dilakukan melalui mekanisme pada Ditjen Pengelolaan Aset.

Sebab dalam peralihan aset ini berdasarkan temuan Ombudsman RI, BRIN dinyatakan langsung meminta aset atau fasilitas yang dimaksud dari kementerian atau lembaga yang bersangkutan tanpa melalui Kemenkeu.

"Jadi bukan kemudian BRIN yang secara langsung dan sendiri yang berurusan dengan kementerian atau lembaga yang menjadi asal daripada aset-aset itu berada," tutur Robert.

Terakhir, terhadap tindakan korektif yang harus dilakukan tersebut di atas, Kepala BRIN diminta untuk membuat produk kebijakan dan peraturan dalam pelaksanaannya.

Hal itu berupa kerangka kerja yang sistematis agar proses peralihan pegawai, proses peralihan aset dan hak-hak kesejahteraan dari para pegawai bisa terpenuhi.

"Karena hingga hari ini itu belum ada," tukas Robert.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved