Larangan Ekspor CPO
Kata Ekonom soal Larangan Ekspor Minyak Goreng, Picu Perang Dagang hingga Dinilai Untungkan Malaysia
Kata para Ekonom soal kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO).
Di mana, pemerintah juga melarang seluruh perusahaan batubara untuk ekspor.
Sebab, adanya kekhawatiran terhadap rendahnya pasokan untuk pembangkit listrik domestik.
"Sebenarnya kalau hanya pemenuhan kebutuhan dalam negeri, tidak perlu stop ekspor. Ini kebijakan yang mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batubara pada januari 2022 lalu."
"Apakah masalah selesai? Kan tidak justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan," kata Bhima, dikutip dari Kompas.com, Selasa (26/4/2022).
Bhima mengatakan, justru yang harus dilakukan pemerintah yakni cukup mengembalikan kebijakan domestic market Obligation (DMO) CPO 20 persen.
"Kemarin saat ada DMO kan isunya soal kepatuhan produsen yang berakibat pada skandal gratifikasi, pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk kebutuhan minyak goreng lebih dari cukup," kata Bhima.
Kehilangan Sejumlah Devisa Negara.
Lebih lanjut, Bhima menjelaskan dampak yang akan ditanggung pemerintah jika kebijakan ini ditetapkan.
Imbas tersebut di antaranya akan kehilangan sejumlah devisa negara.
Yakni bisa mencapai 3 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 43 triliun dihitung dari kurs Rp 14.436 per dollar AS.
Perhitungan itu melihat perhitungan dari jumlah ekspor bulan Maret 2022.
"Jadi estimasinya bulan Mei apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, (pemerintah) kehilangan devisa sebesar 3 miliar dollar AS. Angka itu setara 12 persen total ekspor nonmigas," jelas Bhima.
Tidak Berikan Dampak Signifikan
Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menyebut, kebijakan larangan ekspor minyak goreng tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian di Indonesia.
"Menurut saya keputusan itu secara ekonomi tidak terlalu bermanfaat ya,"