Ucapan Edy Mulyadi
Kuasa Hukum Edy Mulyadi: Beliau Itu Berbicara dalam Kapasitasnya Sebagai Wartawan Senior
Herman Kadir menyampaikan pihaknya masih tengah menyiapkan persyaratan administratif untuk mengajukan perlindungan hukum ke Dewan Pers.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian Edy Mulyadi meminta perlindungan kepada Dewan Pers.
Melalui penasihat hukumnya, Edy meminta perlindungan sebagai wartawan atas kasus yang melilitnya.
Seperti diketahui, Edy Mulyadi resmi ditetapkan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta penyebaran berita bohong atau hoaks oleh penyidik Bareskrim Polri. Edy juga langsung ditahan untuk mencegah yang bersangkutan melarikan diri.
Tim Kuasa Hukum Edy Mulyadi kini masih menyiapkan surat permintaan perlindungan hukum ke Dewan Pers.
Baca juga: Kuasa Hukum Edy Mulyadi Siapkan Surat Permintaan Perlindungan Hukum ke Dewan Pers
Surat itu dibuat setelah penetapan tersangka dan penahanan dugaan kasus ujaran kebencian yang bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) Edy Mulyadi.
Kuasa Hukum Edy Mulyadi, Herman Kadir menyampaikan pihaknya masih tengah menyiapkan persyaratan administratif untuk mengajukan perlindungan hukum ke Dewan Pers.
"Kita sedang siapkan juga itu. Kita sedang siapkan untuk klarifikasi ke Dewan Pers tentang materi yang disampaikan beliau. Karena beliau kapasitasnya sebagai wartawan senior dan masih terkait UU Pers. Jadi masih disiapkan," ujar Herman saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (3/2/2022).
Herman menuturkan pernyataan Edy Mulyadi soal Ibu Kota Negara (IKN) Kalimantan disebut dalam kapasitasnya sebagai wartawan.
Oleh karena itu, pengusutan kasus itu diklaim harus melalui UU Pers.
"Beliau sebagai wartawan senior juga lebih banyak memberikan komentar-komentar atau pendapat yang tidak lepas daripada frame sebagai wartawan. Terutama kemarin itu yang terakhir itu diucapkan tentang rencana IKN di Kalimantan itu," pungkas Herman.
Sementara Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menjelaskan, Dewan Pers akan melakukan pemeriksaan kasus dan menentukan apakah kasus yang dialami oleh Edy Mulyadi termasuk dalam kasus pers atau bukan.
"Dewan pers siap menerima pengaduan itu, dan langkah selanjutnya, Dewan Pers akan memeriksa kasusnya seperti apa, apakah kasus pers atau bukan, dan seterusnya," kata Agus kepada Kompas.com, Selasa (1/2/2022) malam.
Agus menjelaskan, beberapa hal yang menjadi pertimbangan sebuah kasus masuk dalam kategorisasi kasus pers yakni terkait kesesuaian media dengan peraturan Dewan Pers dan Undang-undang (UU) Pers serta terkait dengan kepemilikan sertifikat uji kompetensi wartawan (UKW) oleh pengadu, dalam hal ini Edy Mulyadi.
"Selain itu, apakah berita yang ditulis telah memenuhi Kode Etik Jurnalistik? Tiga hal ini dapat digunakan untuk menguji sebuah karya jurnalistik," ujar Agus.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri akhirnya menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka dugaan kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan penyebaran berita bohong alias hoax pada Senin (31/1/2022).
Sebagaimana diketahui, Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka seusai diperiksa selama enam jam oleh penyidik.
Selanjutnya, penyidik pun melakukan gelar perkara untuk menetapkan status tersangka.
"Setelah itu penyidik melakukan gelar perkara, hasil dari gelar perkara, penyidik menetapkan status dari saksi menjadi tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Usai ditetapkan tersangka, Edy Mulyadi juga langsung dilakukan penangkapan oleh penyidik Polri.
Setelah itu, dia langsung dilakukan proses penahanan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan sejak Senin (31/1/2022).
"Kemudian setelah diperiksa sebagai tersangka dan langsung dari 16.30 WIB sampai 18.30 WIB untuk kepentingan penyidikan perkara dimaksud terhadap saudara EM penyidik melakukan penangkapan dan dilanjutkan penahanan," jelas Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan, Edy Mulyadi bakal ditahan selama 20 hari ke depan dalam rangka pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka.
"Penahanan dilakukan mulai hari ini sampai 20 hari kedepan penahanan di Bareskrim Polri," pungkas dia.
Atas perbuatannya itu, Edy Mulyadi disangka telah melanggar pasal 45 A Ayat 2, jo Pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Lalu, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 156 KUHP.
Dalam beleid pasal itu, Edy Mulyadi terancam hukuman 10 tahun penjara.
Dapat Bingkisan dari Rizieq Shihab
Edy Mulyadi dapat bingkisan dari Habib Rizieq Shihab (HRS) saat ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Hal itu diketahui usai kuasa hukum Edy Mulyadi menjenguk kliennya di tahanan.
Kuasa hukum Edy Mulyadi, Herman Kadir menyampaikan bingkisan itu diberikan Habib Rizieq saat pertama kali kliennya masuk ke dalam tahanan.
Adapun Rizieq diketahui juga tengah menjalani penahanan di Rutan Bareskrim Polri.
"Hal pertama langsung dapet bingkisan gitu dari HRS. Karena kan walau tidak ketemu bingkisan makan malam atau buah-buahan dari HRS," ujar Herman saat dikonfirmasi, Kamis (3/2/2022).
Edy Mulyadi, kata Herman, mengaku senang mendapatkan bingkisan dari Habib Rizieq.
Sebaliknya, kliennya kini masih dalam kondisi yang sehat.
"Alhamdulillah bersyukur sekali beliau mendapatkan bingkisan dari HRS. Kondisi Alhamdulillah sehat, baik dan saya dengar gitu," pungkas Herman.
Sebagai informasi, Edy Mulyadi bakal mengajukan penangguhan penahanan atas statusnya sebagai tersangka dugaan kasus ujaran kebencian yang bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) terkait ucapan mengenai 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak'.
"Atas dasar pertimbangan hukum presumption of innocent, kami tim advokasi selaku pengacara dan pembela akan mengajukan penangguhan penahanan sesuai persyaratan sistem hukum yang berlaku/ KUHAP," ujar Kuasa Hukum Edy Mulyadi Damai Hari Lubis saat dikonfirmasi, Selasa (1/2/2022).
Kepolisian RI mempersilahkan Edy Mulyadi mengajukan penangguhan penahanan atas dugaan kasus ujaran kebencian yang bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa penangguhan penahanan merupakan hak konstitusional seorang tersangka.
"Penangguhan penahanan, praperadilan itu hak konstitusional seorang tersangka. Silakan digunakan," kata Dedi kepada wartawan, Kamis (3/2/2022).
Nantinya, kata Dedi, penyidik akan menimbang apakah akan menerima permohonan tersebut.
Namun hal yang pasti, pihaknya masih belum menerima informasi terkait permohonan penangguhan Edy Mulyadi.
"Tanya dulu kuasa hukumnya sudah menyerahkan apa belum. Silahkan saja. Prosedur hukum jalan sama-sama," pungkas Dedi.