Minggu, 5 Oktober 2025

Dua Tahun Jokowi-Ma'ruf, PKS Beri Catatan Soal Ketahanan Keluarga Serta Perlindungan Ibu dan Anak

Persoalan keluarga, ibu, dan anak masih menjadi catatan besar dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin.

ISTIMEWA
Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Kurniasih Mufidayati. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan keluarga, ibu, dan anak masih menjadi catatan dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin.

Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Kurniasih Mufidayati menekankan perhatian terhadap persoalan keluarga, ibu, dan anak tidak boleh diabaikan dengan alasan pandemi.

Bagi Mufida, justru persoalan ibu dan anak semakin pelik sebagai dampak langsung dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.

"Bukan hanya sektor kesehatan dan ekonomi saja yang terpukul secara langsung oleh pandemi, tetapi juga persoalan keluarga, ibu, dan anak," kata Mufida, dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).

Mengutip pernyatan guru besar IPB Prof Euis Sunarsih dari data BPS, kasus perceraian keluarga terus mengalami peningkatan yang menunjukkan kerapuhan keluarga.

Pada 2020 persentase perceraian naik menjadi 6,4% dari 72,9 juta rumah tangga di Indonesia atau terjadi pada 4,7 juta keluarga.

Baca juga: Rapor 2 Tahun Jokowi-Maruf, Obrolan Virtual Overview Tribunnews Hadirkan Politisi PDIP dan PKS

Ia menerangkan, pandemi secara langsung memberikan tekanan di dalam keluarga maupun tekanan terhadap kesehatan mental yang berlebih terhadap perempuan dan remaja.

Berdasarkan hasil survei Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), sebanyak 68% masyarakat mengaku cemas, 67% depresi, dan 77% mengalami trauma psikologis selama pandemi.

Kata Mufida, dampak tersebut bisa dilihat dari angka kekerasan terhadap anak yang meningkat selama pandemi.

Laporan KPAI menunjukkan terjadinya peningkatan laporan kasus perlindungan anak dari 4368 kasus di 2019 menjadi 4634 di 2020.

Baca juga: Besok, BEM SI Akan Gelar Aksi di Istana Negara, Kritisi 7 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Sementara di 2021, sampai bulan Juli sudah ada 5463 kasus kekerasan terhadap anak dengan sebagian besarnya terjadi pada remaja (57%).

Dari jumlah kasus tersebut, ironisnya 95% terjadi di dalam rumah tangga.

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak periode Januari-Juni 2021 mencatat ada 6.096 kasus kekerasan, di antaranya terdapat 6.651 anak menjadi korban.

Data ini menunjukkan jumlah korban jauh lebih banyak daripada kasus yang dilaporkan.

"Terbaru saat kita dapatkan dugaan kasus kekerasan seksual di Luwu dan dugaan kekerasan seksual anak seorang narapidana oleh oknum Kapolsek. Kita lihat fenomena gunung es kekerasan terhadap anak dan ini luput dari mitigasi pemerintah terhadap dampak pandemi," kata Anggota Komisi IX DPR RI ini.

Belum lagi bicara soal target penurunan angka stunting yang masih jadi pekerjaan besar.

Baca juga: Jokowi Sebut Target Vaksinasi Hingga Akhir Tahun 270 Juta Dosis

Berdasarkan Global Nutrition Report pada 2018, Prevalensi Stunting Indonesia dari 132 negara berada pada peringkat ke-108.

Sedangkan di kawasan Asia Tenggara prevalensi stunting Indonesia tertinggi kedua setelah Kamboja dan nomor 4 di Asia.

UNICEF bahkan memperkirakan ada sekitar 31,8% anak di Indonesia mengalami stunting pada 2021.

Artinya hampir sepertiga anak di Indonesia mengalami masalah dalam pertumbuhannya.

"Ada tantangan saat yang ditunjuk sebagai koordinator penanganan stunting adalah BKKBN tapi anggaran masih ada di Kemenkes. Di lapangan juga komunikasi antar intansi ini masih terjadi. Ada ego sektoral yang masih terjadi. Ini harus segera diatasi," kata Mufida.

Wakil Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPP PKS Diah Nurwitasari menambahkan, persoalan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB) lahir juga masih menjadi catatan.

Diah menyabut angka AKI dan AKB belum dapat memenuhi target SDGs di 2030. Pada 2020 AKI Indinesua masih mencapai 230 per 100 ribu kelahiran, maih jauh dari target MDGs sebsar 102, apalagi target SDFs sebesar 70.

Demikian pula dengan AKB yang mencapi 21 per 100 ribu kelahiran, yang masih jauh dari tatget SDGs sebesar 12 kematian

Diah menyarankan pemerintah memperkuat peran perempuan dan kaum ibu dalam proses pencanangan bangkit dari pandemi.

Sebab, selama pandemi, terbukti peran ibu dalam keluarga sangat kuat sebagai benteng pertahanan dari dampak negatif pandemi.

Pertama jelas melindungi kesehatan keluarga, kedua tambahan yang lebih besar sebagai pendamping anak saat belajar daring, termasuk peran sebagai ibu bekerja atau membantu kepala keluarga mempertahankan siklus ekonomi yang terpuruk.

"Fungsi pendorong vaksinasi juga banyak dilakukan kaum ibu, terakhir banyak kaum ibu yang kini menjadi orang tua tunggal karena suami meninggal terkena Covid-19. Jaring pengaman sosial untuk kaum ibu harus diberikan porsi lebih sebagai salah satu ujung tombak dalam penanganan pandemi," kata Diah.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved