Kamis, 2 Oktober 2025

KPK Siapkan Kontra Memori Hadapi Banding Edhy Prabowo

KPK memutuskan tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Edhy.

Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo usai menjalani sidang putusan secara daring dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/7/2021). Majelis hakim memvonis Edhy 5 tahun penjara. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan kesiapannya menghadapi banding yang diajukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

KPK akan segera menyiapkan memori banding untuk mematahkan dalil Edhy Prabowo.

"Terkait upaya hukum yang diajukan oleh para terdakwa maka kami akan siapkan kontra memori banding sebagai bantahan atas dalil upaya hukum dimaksud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (23/7/2021).

Diketahui, Edhy melalui kuasa hukumnya telah mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonisnya dengan 5 tahun pidana penjara dalam perkara dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.

Ali mengatakan, KPK memutuskan tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Edhy.

Hal ini lantaran putusan majelis hakim telah sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

"Setelah kami pelajari, analisa JPU dalam tuntutannya telah diambil alih majelis hakim dalam pertimbangannya sehingga kami tidak mengajukan upaya hukum banding," jelas Ali.

Melalui kuasa hukum Edhy, Soesilo Aribowo, mengatakan bahwa permohonan banding diajukan pada Kamis (22/7/2021).

"Banding, kemarin," kata Soesilo saat dikonfirmasi, Jumat (22/7/2021).

Alasan Edhy Prabowo mengajukan banding, disebutkan Soesilo, karena harusnya hukuman terhadap kliennya lebih pas jika dikenakan Pasal 11 UU Tipikor.

"Kalau dipaksakan kasus ini lebih pas ke pasal 11 [UU Tipikor]," kata Soesilo.

Ancaman pidana dalam Pasal 11 disebutkan bahwa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sementara, Edhy Prabowo diketahui divonis melanggar Pasal 12 huruf a UU. Dalam pasal itu, ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subisider 6 bulan kurungan kepada Edhy Prabowo karena terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.

Vonis tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Edhy Prabowo.

Edhy terbukti melakukan pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Selain pidana badan, majelis hakim mewajibkan Edhy Prabowo untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS subsider 2 tahun penjara.

Majelis hakim juga memutuskan untuk mencabut hak Edhy Prabowo untuk diplih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak ia selesai menjalani pidana pokoknya.

Namun dalam memutuskan vonis, majelis hakim juga tidak dengan bulat memutuskan vonis tersebut karena hakim anggota 1 Suparman Nyompa menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

"Hakim anggota 1 Suparman Nyompa menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti melanggar pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena tidak ada arahan dari Edhy Prabowo dan hanya hanya menekankan agar setiap permohonan yang masuk untuk budidaya dan ekspor BBL tidak boleh dipersulit tapi dipermudah begitu juga izin tangkap ikan, izin diberikan bukan karena ada perintah dari terdakwa," kata hakim Suparman Nyompa.

Hakim Suparman mengatakan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan tidak ada meminta atau menyuruh bawahan meminta atau menerima sejumlah uang.

"Walau tidak tahu uang dari Suharjito dan pengusaha lain tapi terdakwa tidak pernah mengurus uang yang dipegang Amiril hanya tahu ada uang atau tidak, maka terdakwa harus tetap bertanggung jawab sehingga dakwaan kedua tetap terpenuhi," ungkap hakim Suparman.

Edhy Prabowo dalam perkara ini dinilai terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi Iis Rosita Dewi yaitu istri Edhy Prabowo) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT ACK) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjito dan perusahaan pengekspor benur lain.

Rinciannya, lewat Amri senilai total Rp12.312.793.625, melalui Achmad Bahtiar senilai Rp12.312.793.625, dan melalui Yudi Surya Atmaja senilai Rp5.047.074.000.

Terkait perkara ini Andreau Misanta Pribadi dan Safri divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; Amiril Mukminin divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; Siswadhi Pranoto Loe divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan dan Ainul Faqih divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved