Minggu, 5 Oktober 2025

OTT Menteri KKP

Sidang Suap Ekspor Benur, Ahli Pidana Sebut Suharjito Korban Muslihat Staf Khusus Edhy Prabowo

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa Suharjito.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/Irwan Rismawan
Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP), Suharjito mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta Pusat, Rabu (25/11/2020). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan suap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito menghadirkan seorang saksi ahli.

Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Dalam kesempatan tersebut ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa Suharjito.

Baca juga: Penyuap Edhy Prabowo Mengaku Diminta Rp 5 Miliar Supaya Izin Ekspor Benur Cepat Terbit

Dalam kesaksiannya, Mudzakir menyebut Suharjito adalah korban perbuatan Staf Khusus Edhy Prabowo.

Mulanya Suharjito mengakui diminta uang Rp 5 miliar oleh Staf Khusus Edhy Prabowo agar permohonan izin ekspor benur perusahaannya bisa segera terbit.

Suharjito pun menyanggupi dan membayar secara dicicil, sebesar 77 ribu dolar atau Rp1 miliar kepada Staf Khusus Edhy Prabowo.

Baca juga: KPK Tegaskan Tidak Tebang Pilih dalam Mengusut Kasus Edhy Prabowo

Kemudian Suharjito yang hadir secara virtual, bertanya kepada saksi apakah perbuatannya masuk kategori pemberi aktif atau pasif.

"Menurut ahli, apakah saya dianggap pemberi aktif apa pasif? Karena saya pada dasarnya pengusaha maunya cepat lakukan budidaya?," tanya Suharjito kepada Mudzakir.

Menjawab pertanyaan tersebut, Mudzakir pun menjawab bahwa keadaan yang dilakukan Suharjito adalah akibat dari perbuatan menyimpang Staf Khusus Edhy Prabowo.

Sebab Suharjito sebagai pemilik perusahaan disebut sudah menempuh jalur semestinya untuk mendapat izin tersebut.

Namun, proses penerbitan izin itu terlalu lama.

Baca juga: KPK Periksa 2 Pejabat KKP, Habrin Yake dan Rina terkait Kasus Suap Edhy Prabowo

Kemudian Staf Khusus Edhy Prabowo menawarkan semacam komitmen dengan imbalan agar izin tersebut cepat terbit.

"Saya ingin sampaikan, perbuatan stafsus menteri tadi menurut ahli adalah komitmen yang dia lakukan perbuatan salah. Karena apa? Ini perusahaan ini sudah mengurus proses yang dilakukan, cuma tidak terbit-terbit, begitu staf (Suharjito) tanya harus buat komitmen suap, jadi suap itu bersumber dari stafsus," kata Mudzakir.

"Oleh karena itu, terjadinya pemberian sesuatu ke stafsus bukan karena dari pihak yang mengurus izin, tapi justru stafsus yang membuat untuk terbit dengan memberikan sesuatu," jelasnya.

Menurut Mudzakir, Suharjito adalah pemberi suap pasif. Mengingat perbuatan suap itu didahului penawaran Stafsus Edhy Prabowo.

Selain itu, Stafsus Edhy Prabowo juga dinilai salah karena memperlambat penerbitan izin ekspor benur perusahaan Suharjito.

Dalam kondisi ini, Suharjito dianggap sebagai korban atas perbuatan Stafsus Edhy Prabowo.

"Kesimpulannya bahwa yang tanggung jawab atas pemberian itu adalah stafsus. Pengusaha ini adalah korban dari stafsus agar memberi sesuatu. Atas dasar itu, menurut ahli memberikan sesuatu itu bersifat pasif, dan yang tanggung jawab aktif yaitu stafsus. Kata kuncinya pengusaha itu korban, dan pasif," tegas Mudzakir.

Baca juga: KPK Periksa 2 Pejabat KKP, Habrin Yake dan Rina terkait Kasus Suap Edhy Prabowo

Dalam perkara suap ini, KPK menetapkan total tujuh orang tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara, Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.

Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved