Sabtu, 4 Oktober 2025

POPULER NASIONAL: Jhoni Sebut SBY Rebut Kepemimpinan Anas | Sederhananya Sosok Artidjo Alkostar

Simak berita populer nasional Tribunnews. Jhoni Allen Marbun sebut SBY merebut kepemimpinan Anas Urbaningrum.

Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
YouTube Sidoel Jak / Facebook DPP Partai Demokrat
Simak berita populer nasional Tribunnews. Jhoni Allen Marbun sebut SBY merebut kepemimpinan Anas Urbaningrum. 

Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) ini meninggal dunia di kamar apartemennya.

Ia meninggal dalam usia 70 tahun akibat sakit yang diderita.

"Penyakitnya sejak lama beliau mempunyai komplikasi ginjal, jantung, dan paru-paru. Tapi bukan Covid-19," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, usai mengunjungi tempat tinggal Artidjo di Apartemen Springhill Terace, Jakarta Utara, Minggu (28/2/2021) sore.

Menurut Mahfud MD, Artidjo meninggal di kamar apartemennya karena dokter memang tidak merekomendasikan Artidjo untuk dirawat.

"Karena dokter merekomendasi tidak (dirawat) di rumah sakit. Jadi beliau sakit memang itu. Penyakit orang tua lah ya, ginjal, jantung, komplikasi. Dokter tidak memberi perintah untuk protokol khusus atau apa," katanya.

Sempat dikabarkan bakal dimakamkan di kampung halamannya di Situbondo, Jawa Timur, jenazah Artidjo akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kompleks Pemakaman UII, Kampus Terpadu Universitas Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta, Senin (1/3/2021).

Sebelum dimakamkan, jenazah Artidjo Alkostar disemayamkan di Auditorium Prof Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII.

“Prosesi pemakaman oleh Pihak Rektorat UII direncanakan pada pukul 10.00 WIB. Sebelumnya akan disalatkan di Masjid Ulil Albab UII,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam melalui tertulis, Senin (1/3/2021).

Baca selengkapnya >>>

5. Kata Irjen Napoleon soal Keterlibatannya dalam Kasus Djoko Tjandra

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte, mengatakan tak ada fakta persidangan yang membuktikan bahwa dirinya punya niat atau terlibat dalam peristiwa tindak pidana tersebut.

Hal itu ia tegaskan saat membaca duplik atau jawaban kedua atas replik Jaksa Penuntut Umum, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/3/2021).

Napoleon menuturkan, isi replik jaksa mengungkap fakta bahwa pertemuan dirinya dengan terdakwa perantara suap Djoko Tjandra, Tommy Sumardi terjadi pada awal April 2020.

Lanjut Napoleon, dapat dipastikan kominikasi antara Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi yang berakhir pertemuan dengan Brigjen Pol Prasetijo Utomo terjadi pada Maret 2020, bukan bulan April.

Atas hal itu, ia menegaskan bahwa pihak yang meminta uang Djoko Tjandra sama sekali tak berkaitan dengan dirinya.

Kemudian kata Napoleon, permintaan bantuan kerjasama antara Prasetijo dan Junjungan Fortes soal pembuatan draf surat telah terbukti dalam persidangan bahwa peristiwa itu terjadi tanpa sepengetahuan Napoleon.

"Oleh karena itu maka tidak dapat membuktikan adanya niat atau keterlibatan kami dalam peristiwa itu," kata Napoleon di sidang agenda duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/3/2020).

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri ini juga menyampaikan, uraian jaksa soal peristiwa permintaan uang Rp3 miliar tersebut berasal dari keterangan Tommy Sumardi.

"Bahwa uraian JPU pada peristiwa di mana kami minta uang Rp3 miliar adalah berasal dari keterangan Tommy Sumardi sehingga tidak dapat membuktikan peristiwa tersebut telah terjadi," ucapnya.

Uraian jaksa tentang penyerahan uang pada 28 April, 4 dan 5 Mei hanya bersumber dari keterangan Tommy Sumardi, dan tak memiliki pembuktian apapun.

Baca selengkapnya >>>

(Tribunnews.com)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved