POPULER NASIONAL: Jhoni Sebut SBY Rebut Kepemimpinan Anas | Sederhananya Sosok Artidjo Alkostar
Simak berita populer nasional Tribunnews. Jhoni Allen Marbun sebut SBY merebut kepemimpinan Anas Urbaningrum.
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini berita populer Tribunnews selama 24 jam terakhir.
Kader Partai Demokrat yang dipecat, Jhoni Allen Marbun, blak-blakan menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Anas Urbaningrum.
Hal ini disampaikan Jhoni dalam sebuah video berdurasi sembilan menit.
Sementara itu, sosok Artidjo Alkostar, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata sangat sederhana.
Selama 18 tahun bekerja sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Artidjo hanya memiliki satu motor seharga Rp 1 juta.
Baca juga: Jhoni Allen setelah Dipecat dari Demokrat: SBY Tidak Berkeringat Sama Sekali, Apalagi Berdarah-darah
Baca juga: Michael Wattimena Nilai Jhoni Allen Jelek-jelekkan SBY & Demokrat: Barometer Apa AHY Gagal Memimpin
Bahkan, total kekayaannya hanya berjumlah Rp 181 juta.
Dirangkum Tribunnews, simak berita populer nasional berikut ini:
1. Jhoni Sebut SBY Rebut Kepemimpinan Anas

Setelah dipecat oleh DPP Partai Demokrat, politikus senior, Jhoni Allen Marbun, akhirnya buka suara soal tuduhan kudeta di tubuh Partai Demokrat.
Secara terang-terangan, Jhoni menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-lah yang melakukan kudeta di Partai Demokrat dengan merebut kepemimpinan Anas Urbaningrum.
Jhoni buka suara melalui video berdurasi sembilan menit yang tersebar di media sosial.
Video ini turut diunggah oleh akun YouTube Sidoel Jak.
Dikutip Tribunnews.com pada Senin (11/3/2021), Jhoni mengatakan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat pada 2021 akan membawa Partai Demokrat menjadi partai modern dan terbuka, bukan partai dinasti.
Menurut Jhoni, Demokrat telah dianggap sebagai partai dinasti sejak 2013 saat SBY menjadi Ketua Umum dan putranya, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menjadi Sekjen melalui KLB.
"Ini baru pertama kali di Indonesia bahkan di dunia dimana pengurus partai politik, Partai Demokrat, bapaknya, SBY (menjadi) ketua umum dan anaknya (menjabat) Sekjen," kata Jhoni.
Baca juga: DAFTAR HARTA Jhoni Allen, Kader Demokrat yang Dipecat & Sebut SBY Bukan Pendiri Partai Capai Rp 43 M
Baca juga: Jhoni Allen: SBY Merekayasa Kongres V Demokrat, Peserta Tidak Punya Hak Suara Diusir Keluar
Jhoni mengatakan, apa yang dilakukan SBY pada 2013 itu merupakan bentuk pengingkaran fakta sejarah lahirnya Partai Demokrat.
Anggota DPR Partai Demokrat ini mengatakan, SBY tidak mengeluarkan keringat dalam pendirian Partai Demokrat pada 2004.
Partai Demokrat berhasil lolos menjadi peserta Pemilu 2004, kata Jhoni, merupakan hasil kerja keras pendiri dan pengurus di seluruh Indonesia.
2. Michael Wattimena Geram Jhoni Menjelekkan SBY dan Demokrat

Kader Partai Demokrat, Michael Wattimena, mengaku geram apa yang dilakukan rekan dan seniornya Jonny Allen Marbun yang dinilai menjelek-jelekkan Ketua Majelis Tinggi Partai, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di ruang publik.
Michael menegaskan, seharusnya Jhoni Allen Marbun dapat menghormati SBY.
"Saya menghargai Bung Jhoni Allen sebagai rekan dan senior."
"Namun seharusnya tidak baik berbicara seperti itu menjelek-jelekan Partai Demokrat dan juga Pak SBY."
Tidak elok dan baik Bung Jonny bicara depan umum."
Baca juga: SBY Dituding Kudeta Anas, Demokrat: Untuk Mantan Kader yang Dipecat, Jangan Umbar Pepesan Kosong
Baca juga: SBY Tak Pernah Mengkudeta Anas Urbaningrum di Partai Demokrat
"Biar bagaimana juga Bung Jonny pernah ada dalam keluarga Partai Demokrat," kata Michael melalui keterangannya, Senin (1/3/2021).
Ketua Umum DPP (IMDI) Insan Muda Demokrat Indonesia itu mengaku kerap dikontak dan diajak bertemu Jhoni Allen Marbun.
Setelah pertemuan, Jhoni Allen Marbun menjanjikan dirinya bertemu dengan Moeldoko.
Dijelaskan Michael, saat bertemu pada bulan Januari, Jhoni Allen Marbun menyebutkan bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (SBY) tidak layak jadi pemimpin Partai Demokrat.
3. Pendirian Demokrat Versi Jhoni dan SBY

Isu pengambilalihan kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang bergulir sejak awal Februari lalu masih terus memanas.
Bahkan, isu tersebut membuat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), turun gunung.
Ia dengan tegas memperingatkan pihak yang terlibat dalam isu kudeta jika Partai Demokrat tidak diperjualbelikan.
Tidak hanya itu, isu kudeta juga sampai membuat Partai Demokrat memecat dengan tidak hormat tujuh kader yang memprakarsai gerakan ini.
Baca juga: Jhoni Allen Tuding SBY Tak Berdarah-darah Bangun Partai, Demokrat Geram: Itu Manipulasi Sejarah
Baca juga: Pengamat Ini Sebut SBY dan Elite PD Zalimi Moeldoko
Namun akhirnya, beberapa kader yang dipecat buka suara mengenai tindakan pemecatannya.
Satu di antara kader yang buka suara mengenai pemecatannya adalah Jhoni Allen Marbun.
Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat ini justru menantang dan menyebut SBY-lah yang melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Anas Urbaningrum di masa lalu.
Ia juga secara terang-terangan menyebut SBY bukan merupakan pendiri partai Demokrat dan tidak berdarah-darah membangunnya.
Sontak, pernyataan Jhoni itu langsung dibantah oleh Partai Demokrat.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan SBY justru memiliki peran yang kuat dalam membangun Partai.
4. Kesederhanaan Artidjo Alkostar

Dunia hukum tanah air kehilangan sosok penegak hukum yang dikenal memiliki integritas tinggi, Artidjo Alkostar.
Artidjo Alkostar yang menjabat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meninggal dunia, Minggu (28/2/2021) siang.
Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) ini meninggal dunia di kamar apartemennya.
Ia meninggal dalam usia 70 tahun akibat sakit yang diderita.
"Penyakitnya sejak lama beliau mempunyai komplikasi ginjal, jantung, dan paru-paru. Tapi bukan Covid-19," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, usai mengunjungi tempat tinggal Artidjo di Apartemen Springhill Terace, Jakarta Utara, Minggu (28/2/2021) sore.
Menurut Mahfud MD, Artidjo meninggal di kamar apartemennya karena dokter memang tidak merekomendasikan Artidjo untuk dirawat.
"Karena dokter merekomendasi tidak (dirawat) di rumah sakit. Jadi beliau sakit memang itu. Penyakit orang tua lah ya, ginjal, jantung, komplikasi. Dokter tidak memberi perintah untuk protokol khusus atau apa," katanya.
Sempat dikabarkan bakal dimakamkan di kampung halamannya di Situbondo, Jawa Timur, jenazah Artidjo akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kompleks Pemakaman UII, Kampus Terpadu Universitas Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta, Senin (1/3/2021).
Sebelum dimakamkan, jenazah Artidjo Alkostar disemayamkan di Auditorium Prof Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII.
“Prosesi pemakaman oleh Pihak Rektorat UII direncanakan pada pukul 10.00 WIB. Sebelumnya akan disalatkan di Masjid Ulil Albab UII,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam melalui tertulis, Senin (1/3/2021).
5. Kata Irjen Napoleon soal Keterlibatannya dalam Kasus Djoko Tjandra

Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte, mengatakan tak ada fakta persidangan yang membuktikan bahwa dirinya punya niat atau terlibat dalam peristiwa tindak pidana tersebut.
Hal itu ia tegaskan saat membaca duplik atau jawaban kedua atas replik Jaksa Penuntut Umum, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/3/2021).
Napoleon menuturkan, isi replik jaksa mengungkap fakta bahwa pertemuan dirinya dengan terdakwa perantara suap Djoko Tjandra, Tommy Sumardi terjadi pada awal April 2020.
Lanjut Napoleon, dapat dipastikan kominikasi antara Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi yang berakhir pertemuan dengan Brigjen Pol Prasetijo Utomo terjadi pada Maret 2020, bukan bulan April.
Atas hal itu, ia menegaskan bahwa pihak yang meminta uang Djoko Tjandra sama sekali tak berkaitan dengan dirinya.
Kemudian kata Napoleon, permintaan bantuan kerjasama antara Prasetijo dan Junjungan Fortes soal pembuatan draf surat telah terbukti dalam persidangan bahwa peristiwa itu terjadi tanpa sepengetahuan Napoleon.
"Oleh karena itu maka tidak dapat membuktikan adanya niat atau keterlibatan kami dalam peristiwa itu," kata Napoleon di sidang agenda duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/3/2020).
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri ini juga menyampaikan, uraian jaksa soal peristiwa permintaan uang Rp3 miliar tersebut berasal dari keterangan Tommy Sumardi.
"Bahwa uraian JPU pada peristiwa di mana kami minta uang Rp3 miliar adalah berasal dari keterangan Tommy Sumardi sehingga tidak dapat membuktikan peristiwa tersebut telah terjadi," ucapnya.
Uraian jaksa tentang penyerahan uang pada 28 April, 4 dan 5 Mei hanya bersumber dari keterangan Tommy Sumardi, dan tak memiliki pembuktian apapun.
(Tribunnews.com)