Sabtu, 4 Oktober 2025

Komnas HAM Telah Terbitkan 5 Ribu Lebih Surat Keterangan untuk Korban Pelanggaran HAM Berat

Dalam rangka pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat, Komnas HAM telah menerbitkan lebih dari lima ribu surat keterangan untuk korban.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka pemenuhan hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Komnas HAM telah menerbitkan lebih dari lima ribu surat keterangan untuk korban.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan surat keterangan tersebut merupakan syarat bagi korban untuk mendapatkan bantuan berupa layanan kesehatan dan psikososial dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Beka mengatakan dasar hukum yang menjadi mandat penerbitan surat tersebut adalah PP nomor 7/2018 tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban termasuk korban pelanggaran HAM Berat.

Hal tersebut disampaikan Beka saat peluncuran buku berjudul "Merawat Ingatan Menjemput Keadilan: Ringkasan Eksekutif Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat", Senin (1/3/2021).

Baca juga: Ini 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Mandek, Komnas HAM Jelaskan Penyebabnya

"Sampai saat ini, Komnas, sudah menerbitkan lebih dari lima ribu surat keterangan korban pelanggaran HAM. Dan ini bisa digunakan oleh korban untuk ke LPSK. Hanya, memang tadi juga disampaikan Pak Amir, anggaran negara untuk korban pelanggaran HAM berat ini sangat sedikit. Sehingga terkadang korban harus menunggu lagi, harus berkorban lagi," kata Beka.

Selama ini para korban tersebut, kata Beka, berharap mendapat kompensasi berupa hak pensiun materi yang dirampas dan lainnya.

Dalam hal ini, kata Beka mencontohkan, ada sekitar 199 guru di satu kabupaten di Jawa Tengah yang pernah dipecat karena dianggap terlibat dalam peristiwa 65.

Namun kemudian, kata Beka, mereka menggugat dalam pengadilan dan dimenangkan oleh PTUN serta sudah mempunyai kekuatan hukum tetap bahwa harus ada ganti rugi dari negara terhadap gajinya, uang pensiunnya, yang selama ini tidak dibayarkan.

Baca juga: Anak Diminta Tes DNA, Mantan Istri Daus Mini Ngadu ke Komnas PA: Ini Menyangkut Kehormatan Anak Saya

"Tetapi sampai saat ini oleh negara belum ada ganti ruginya," kata Beka.

Kemudian, para korban kata Beka juga berharap mendapat rehabilitasi nama baik.

"Ini paling banyak dihadapi oleh teman-teman mantan korban peristiwa 65. Tapi tidak hanya peristiwa 65, mantan korban atau keluarga penembakan misterius juga sama, mengalami stigma dari masyarakat, dan dari aparat, karena dianggap preman, penjahat, dan segala macamnya. Dan ini juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka," kata Beka.

Kemudian, kata Beka, harapan korban adalah permintaan maaf dari negara kepada korban dan keluarga korban atas peristiwa yang mereka alami di masa lalu.

Baca juga: FAKTA Daus Mini & Mantan Istri Berseteru: Tak Diafkahi Sejak Tahun Lalu, Yunita Lestari ke Komnas PA

"Jadi mungkin harus ditegakkan ini adalah bagi korban dan keluarha korban, bukam organisasinya. Karena haknya adalah hak masing-masing individu. Dalam hal ini korban," kata Beka.

Selain itu, kata Beka, mereka juga berharap perhatian pemerintah kepada korban dan keluarga korban terutama masalah kesejahteraan serta tidak ada lagi perlakuan diakriminatif.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved