Jumat, 3 Oktober 2025

KPK Dalami Alasan Edhy Prabowo Buka Keran Ekspor Benur

Edhy Prabowo digali pengetahuannya terkait proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (4/1/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berusaha mendalami proses penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Negara Republik Indonesia.

Patut diketahui, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 menjadi keran ekspor benih bening lobster atau benur.

Proses penyusunan Permen KP dilakukan dengan memeriksa eks Menteri KP Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikananan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

"Edhy Prabowo digali pengetahuannya terkait proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Senin (4/1/2021).

Selain Edhy Prabowo, tim penyidik KPK juga memeriksa dua saksi lainnya, yaitu Untyas Anggaeni (karyawan swasta) dan Bambang Sugiarto (wiraswasta).

Kata Ali, keduanya diperiksa untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito.

Baca juga: KPK Periksa Sekretaris Daerah Kabupaten Subang

"Dikonfirmasi terkait dengan keikutsertaan perusahaan saksi sebagai salah satu eksportir benih lobster yang mendapatkan rekomendasi dan didalami juga adanya dugaan pertemuan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengkondisikan nilai fee yang akan diberikan ke berbagai pihak di antaranya tersangka EP (Edhy Prabowo) bersama tim," ungkap Ali.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved