UU Cipta Kerja
Draf UU Cipta Kerja Bertambah 130 Halaman Setelah Dirapikan Hingga Anggota DPR Belum Tahu Fisiknya
Draf UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah pada 5 Oktober 2020 bertambah 130 halaman setelah dirapikan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Draf Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah pada 5 Oktober 2020 bertambah 130 halaman setelah dirapikan teknis penulisannya.
Hingga saat ini, draf UU Cipta kerja masih berada di tangan DPR RI dan belum diserahkan kepada presiden untuk mendapat pengesahan pemerintah.
Sebelumnya, disebut belum ada naskah final UU Cipta Kerja meskipun sudah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR.
Draf UU yang menuai kontroversial tersebut disebut ternyata beberapa di antaranya ada salah ketik.
"Kan typo (salah ketik) manusiawi. UU KPK saja yang tahun lalu ada yang salah ketik, ketahuan setelah diserahkan ke pemerintah," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi ( Baleg) DPR Achmad Baidowi ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (8/10/2020).
Baca juga: Forum Rektor Indonesia: Komunikasi Jadi Kunci Memahami UU Cipta Kerja
Baleg DPR merupakan lembaga yang menyusun, membahas, dan memutuskan apakah RUU layak diajukan untuk disahkan di sidang paripurna DPR menjadi UU.
Ia menjelaskan, Baleg masih memperbaiki draf UU Cipta Kerja.
Namun, Ia menegaskan, koreksi yang dilakukan hanya sebatas pada kesalahan seperti penempatan titik, koma, atau huruf.
"Kami sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi, takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak bisa kami ubah karena sudah keputusan," ujar Baidowi dikutip dari Kompas.com.
Awi mengatakan, koreksi terhadap RUU yang sudah disahkan di rapat paripurna merupakan hal yang wajar.
Baca juga: Jokowi Sarankan Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK, Pengamat : Itu Jebakan Batman
Apalagi, kata dia, RUU Cipta Kerja terdiri dari hampir 1.000 halaman sehingga perlu dibaca lagi secara lebih teliti.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, DPR memiliki waktu paling lama tujuh hari untuk menyampaikan RUU yang telah disahkan kepada presiden.
"Pada praktiknya karena ini 1.000 halaman, maka harus dicek satu-satu," kata dia.
"Saya bahkan lihat ada lima versi yang berbeda-beda, ada di halaman sekian yang beda atau salah. Tapi ya sudah, yang penting dibawa ke paripurna nanti kami sisir lagi," imbuhnya.
Baidowi pun membantah bahwa kesalahan-kesalahan itu diakibatkan RUU Cipta Kerja dibahas dan disahkan dengan tergesa-gesa.
Namun, Awi mengamini bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja dibatasi waktu, yaitu dalam tiga kali masa persidangan DPR.
Baca juga: Usai Dikritik soal UU Cipta Kerja, Krisdayanti Kini Mengaku Rindu Menyanyi di Depan Penonton
"Dalam pengesahan RUU, semua ada kesempatan untuk melakukan koreksi. Bukan mengubah substansi. Apalagi pembahasan UU ini kan kami dibatasi waktu, yaitu tiga kali masa sidang. Jadi harus disahkan. Tapi kan sudah selesai, kecuali belum selesai lalu disahkan itu repot," kata Awi.
"Ini sudah selesai di tingkat Panja, tim perumus sudah selesai. Salah-salah ketik itu manusiawi, kecuali salah substansi itu tidak boleh," katanya.
Baca juga: Hari Ini 1000 Buruh Demo Tolak UU Cipta Kerja di Istana, Belum Termasuk Mahasiswa
Anggota Baleg dari Golkar Firman Subagyo mengamini bila UU Cipta Kerja masih dirapikan.
"Sampai hari ini, kami sedang rapikan (kami baca dengan teliti) kembali naskahnya, jangan sampai ada salah typo dan sebagainya."
"Nanti hasil itu akan segera di kirim ke Presiden untuk ditandatangani jadi undang-undang, dan sudah bisa dibagikan ke masyarakat," kata anggota Baleg DPR Firman Soebagyo lewat keterangan tertulis, Kamis (8/10/2020).
Menurutnya, saat ini banyak beredar draf RUU Cipta Kerja yang belum final di publik dan media sosial, seperti cuti haid, cuti kematian, upah minimum, yang saat ini di undang-undang sudah mengalami perubahan.
Baca juga: Ketua MPP PAN Jatim Sugeng Ungkap Alasannya Mundur, Salah Satunya Terkait UU Cipta Kerja
"Beredar di media sosial, kemudian viral dan justru itu memprovokasi."
"Baik itu dari buruh, maupun masyarakat dan mahasiswa. karena kurang akuratnya data serta informasi yang diperoleh," ujar politikus Partai Golkar itu.
Karena itu, Firman mengajak semua pihak sama-sama meluruskan informasi terkait Undang-undang Cipta Kerja ke masyarakat secara baik.
"Anggota DPR, masyarakat, tokoh masyarakat, lembaga, ikut mendorong kenadalikan masalah informasi tidak benar ini," kata Firman.
Bertambah 130 halaman
Sebelumnya, beredar draf UU Cipta Kerja dengan 905 halaman dan saat ini muncul 1.035 halaman.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, draf UU Cipta Kerja dengan jumlah 1.035 halaman menjadi pembahasan yang terakhir di pimpinan DPR dan akan finalkan untuk diserahkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Siang ini mau difinalkan, itu yang dibahas sampai kemarin (1.035 halaman)," ujar Indra saat dihubungi, Jakarta, Senin (12/10/2020).
Baca juga: PBNU Ajak Masyarakat Ajukan Judicial Review Soal UU Cipta Kerja
Menurutnya, draf UU Cipta Kerja dengan 1.035 halaman, berdasarkan draf yang disahkan pada rapat paripurna DPR, dengan jumlah 905 halaman.
"Basis yang di paripurna (905 halaman), tapi itu kan formatnya masih belum dirapikan. Setelah dirapihkan spasinya, redaksinya, hurufnya, segala macam. Kemudian, disampaikan ke Pak Azis (Wakil Ketua DPR dengan jumlah 1.035 halaman)," paparnya.
Indra memastikan, perubahan halaman dari 905 ke 1.035 tidak mengubah subtansi dari UU Cipta Kerja yang telah disahkan.
"Itu hanya typo dan format, kam dirapihkan, spasi-spasinya, jadi kedorong semua halamannya," ucap Indra.
Anggota DPR belum terima draf UU Cipta Kerja
Sekretaris Fraksi PKS DPR Ledia Hanifa Amalia mengatakan Fraksi PKS belum menerima UU Cipta Kerja yang telah disahkan.
Padahal semua anggota DPR harus dapat bentuk fisiknya saat akan disahkan di rapat paripurna.
"Lazimnya kalau mau mengundangkan, kami semua dapat hard copynya, tapi sampai tanggal 5 Oktober, tidak dapat. Sehingga, kalau ada yang bilang hoaks, rujukannya kemana?" kata Ledia dalam diskusi webinar, Jakarta, Minggu (11/10/2020).
Menurutnya, agar tidak terjadi penyebaran hoaks, maka draf UU Cipta Kerja harus dapat diakses masyatakat secara luas.
Bukan malah menyebut publik termakan isu hoaks, yang memang sampai saat ini belum ada rujukan untuk membandingkan dengan aslinya.
Fraksi PKS DPR pun telah mengirimkan surat resmi kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terkait dengan draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
"Softcopy dan hardcopy kami belum menerima bahan yang harusnya dibahas dalam rapat paripurna kemarin,” kata Ledia.
Hal senadan juga dikatakan Anggota Komisi XI DPR RI fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin.
Ia menyebut tidak ada selembar pun naskah RUU Cipta Kerja saat hendak disahkan.
"Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR RI. Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur," kata Didi kepada wartawan, Kamis (8/10/2020).
"Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna tanggal 5 Oktober 2020 tersebut," imbuhnya.
Baca juga: UU Cipta Kerja Resahkan Para Pekerja, TrawlBens Gencar Buka Peluang Usaha Baru
Didi mengatakan, seharusnya ketika akan disahkan, naskah RUU tersebut tersedia di Ruang Paripurna.
Namun, hingga disahkan, naskah UU Cipta Kerja tak kunjung diterima para anggota dewan.
"Jadi pertanyaannya, sesungguhnya RUU apa yang telah diketok palu kemarin tanggal 5 Oktober 2020 itu? Harusnya sebelum palu keputusan diketok, naskah RUU Ciptaker sudah bisa dilihat dan dibaca oleh kami semua," ujar Didi.
"Dalam forum rapat tertinggi ini, adalah wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU tersebut. Jangankan yang hadir secara fisik, yang hadir secara virtual pun harus diberikan," lanjutnya.
Lantas, Didi membandingkannya dengan bahan-bahan untuk rapat di tingkat komisi dan badan yang bisa didapatkannya beberapa hari sebelumnya.
Didi mempertanyakan kenapa justru RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berdampak luas pada kehidupan kaum buruh, UMKM, lingkungan hidup dan lain-laim tidak tampak naskah RUU-nya.
"Sungguh ironis RUU Ciptaker yang begitu sangat penting. Tidak selembar pun ada di meja kami. Harusnya pimpinan DPR memastikan dulu bahwa RUU yang begitu sangat penting dan krusial yang berdampak pada nasib buruh, pekerja, UMKM, lingkungan hidup dan lain-laik sudah ada di tangan seluruh anggota DPR, baik yang fisik dan virtual," ucapnya. (Tribunnews.com/ kompas.com/ chaerul/ seno)