Kamis, 2 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

YLBHI Tuntut Polri Tidak Bersikap Represif Larang Masyarakat Demo UU Cipta Kerja

YLBHI menuntut polisi dan pemerintah tidak bersikap represif dengan melarang masyarakat berunjuk rasa atas pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Seno Tri Sulistiyono
Ilustrasi Penolakan Omnibus Law: Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menuntut polisi dan pemerintah tidak bersikap represif dengan melarang masyarakat berunjuk rasa atas pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Diketahui, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menerbitkan Surat Telegram Kapolri bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020.

Isinya adalah arahan kepada jajaran untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa dan mogok kerja oleh buruh pada 6-8 Oktober 2020 terkait penolakan pengesahan RUU Ciptaker menjadi Undang-Undang.

Ketua YLBHI Asfinawati mengingatkan Kapolri bahwa dalam UUD 1945 dan amandemennya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah 'alat negara' dan bukan alat pemerintah.

Baca: RUU Cipta Kerja Disahkan, Amnesty Internasional: Indonesia Berpotensi Alami Krisis HAM

Selain itu, kepolisian dalam tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

"Mendesak Presiden sebagai pimpinan langsung Kapolri untuk tidak mengganggu netralitas serta indenpendensi yang seharusnya diterapkan Polri," kata Asfinawati dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).

Baca: IGJ Sebut Pengesahan UU Cipta Kerja Inkonstitusional dan Khianati Kedaulatan Rakyat

Selanjutnya, YLBHI turut meminta Presiden Joko Widodo dan Kapolri Idham untuk menghormati UUD 1945 dan amandemennya.

Serta UU 9/1998 yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya termasuk pendapat di muka umum.

"Bahkan sebaliknya menurut Pasal 13 UU 9/1998, dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum," kata Asfinawati.

Baca: Status Pegawai Kontrak Bisa Seumur Hidup di UU Cipta Kerja? Ini Penjelasannya

Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat telegram dengan nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020.

Dalam surat itu disampaikan bahwa unjuk rasa di tengah pandemik akan berdampak pada faktor kesehatan, perekonomian, moral dan hukum di tatanan masyarakat.

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan adanya surat telegram rahasia tersebut.

"Ya benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah pandemi Covid-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto," kata Argo, Senin (5/10/2020).

Mogok 3 Hari

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal  menegaskan, Kendati Omnibus Law UU Cipta Kerja telah disahkan, sebanyak 32 konfederasi serikat buruh tetap melanjutkan aksi mogok kerja nasional yang berlangsung mulai hari ini (6/10/2020) hingga 8 Oktober 2020.

Baca: UU Cipta Kerja Pangkas Sejumlah Hak Pekerja, Libur 2 Hari dalam Seminggu Dihapus

Dalam aksi mogok kerja nasional itu menurut Said Iqbal, buruh akan tetap menyuarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Adapun yang dikritik dari Omnibus Law yaitu tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup.

Selanjutnya, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.

“Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU Nomor 13 Tahun 2003,” tegasnya, seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel "Bantah Dapat Tawaran Jabatan, Bos KSPI Tegaskan Mogok 3 Hari Terus Berlanjut".

Lebih lanjut kata dia, mogok kerja nasional ini akan diikuti 2 juta buruh. Adapun sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan ikut mogok kerja nasional meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Kemudian Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan. Juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.

Beredar Surat Batal Mogok

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan aksi mogok nasional selama tiga hari tetap berjalan, sebagai bentuk penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono mengatakan, dari semalam beredar surat KSPI terkait dengan pembatalan aksi mogok nasional yang dilakukan pada 6, 7, 8 Oktober 2020.

"Kami sampaikan, bahwa surat tersebut adalah hoax, tidak benar. Sikap KSPI tidak berubah, tetap melakukan mogok nasional, sebagai bentuk protes terhadap disahkannya omnibus law Cipta Kerja," ujar Kahar saat dihubungi Tribun, Jakarta, Selasa (6/10/2020).

Surat KSPI Hoaks nih
KSPI: aksi mogok nasional selama tiga hari tetap berjalan, sebagai bentuk penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.

Menurutnya, KSPI mengecek pihak-pihak yang telah memalsukan surat KSPI, karena hal ini merupakan upaya melemahkan aksi penolakan omnibus law.

"Kami juga mengimbau kepada buruh Indonesia dan elemen masyarakat yang lain untuk mengabaikan surat tersebut," ucap Kahar.

Baca: Said Iqbal Cs Bertemu Jokowi, Bagaimana Kelanjutan Demo Buruh dan Rencana Mogok Nasional?

Baca: Ini 5 Serikat Buruh yang Menolak Ikut Mogok Nasional Tolak RUU Cipta Kerja

Sebelumnya beredar surat KSPI yang mengintruksikan pembatalan mogok nasional.

Surat tersebut ditandatangani Presiden KSIP Said Iqba dan Sekretaris Jenderal KSPI Ramidi, pada Senin (5/6/2020).

Aksi mogok nasional diklaim KSPI akan diikuti 2 juta buruh di seluruh Indonesia selama tiga hari, dimulai pada hari ini.

Dalam aksi mogok nasional, buruh menyuarakan tolak omnibus law UU Cipta Kerja, antara lain tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup.

Selanjutnya, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.

Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved