Jumat, 3 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2020

Muhammadiyah Minta Pemerintah Libatkan Ahli Epidemiologi Kaji Ulang Pelaksanaan Pilkada 2020

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan pihaknya bersama ormas lainnya meminta penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNJATIM.COM
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah KH Haedar Nashir. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan pihaknya bersama ormas lainnya meminta penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Haedar meminta pemerintah membahas bersama DPR dan KPU dengan melibatkan ahli untuk menentukan waktu yang tepat diselenggarakannya Pilkada 2020.

"Tentang kapan waktunya tentu dirembuk bersama antara pemerintah dengan DPR dan KPU yang melibatkan masukan ilmiah para ahli epidemiologi dan para ahli terkait penanganan Covid," ucap Haedar kepada Tribunnews.com, Selasa (22/9/2020).

Baca: Eks Komisioner KPU: Perbaikan Regulasi Tak Bisa Cuma di PKPU, Tapi Harus Pada UU Pilkada

Haedar mengakui tidak ada pihak manapun yang bisa memastikan pandemi Covid-19 berakhir.

Haedar mengatakan Covid-19 tidak memilih-milih korbannya.

Setiap kegiatan yang mengumpulkan orang banyak bakal rentan penyebaran virus corona.

"Kegiatan massal selalu menjadi rantai penularan yang rawan. Maka alangkah baik pelaksanaan pilkada yang masih rawan Covid-19 dikaji ulang secara seksama dan menyeluruh," kata Haedar.

Menurut Haedar, pemerintah harusnya menyoroti banyaknya pelanggaran yang terjadi saat proses pendaftaran pasangan calon Pilkada.

Baca: Ketum Muhammadiyah Minta Pemerintah Tanggungjawab Jika Penularan Covid-19 Makin Parah Usai Pilkada

Hal tersebut, menurutnya dapat dijadikan pertimbangan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada.

Saat itu, banyak pelanggaran protokol kesehatan namun tidak ada tindakan maupun sanksi yang diberikan.

"Cobalah kaji apa yang akan terjadi pada saat pelaksanaan pilkada yang sarat persaingan politik tinggi dan melibatkan massa yang besar yang biasanya sulit dikendalikan," ujar Haedar.

Dirinya mewanti-wanti bahwa pelaksanaan di lapangan untuk menjaga protokol kesehatan kadang tidak sesuai dengan perencanaan.

"Perencanaannya biasanya baik tetapi di lapangan sering berbeda. Semoga semuanya sudah dipertimbangkan matang dan pelaksanaan pilkada di kala pandemi benar-benar terkendali secara nyata dengan pertanggungjawaban yang tinggi," kata Haedar.

Baca: Tak Perlu Tunda Pilkada, Pengamat : Ketum Parpol Perlu Bertemu Sepakati Tak Gelar Kampanye Langsung

Sebelumnya, DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri dan penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) sepakat tetap menggelar Pilkada Serentak 9 Desember mendatang dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan covid-19 secara ketat.

Hal itu diputuskan berdasarkan kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).

"Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih trekendali, maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.

4 Alasan Presiden Jokowi Tetap Lanjutkan Pelaksanaan Pilkada

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 .

Pertama, menurut Mahfud yakni menjamin hak konstitusional rakyat untuk dipilih dan memilih sesuai dengan agenda yang telah diatur dalam undang-undang dan atau dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Kedua, pandemi Covid-19 belum bisa diketahui kapan akan berakhir.

Baca: Anggaran Melonjak Rp 20,46 Triliun Jika Pilkada Serentak Jadi Digelar

Karena itu, apabila Pilkada ditunda sampai Pandemi selesai, maka akan menimbulkan ketidakpastian.

"Karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir. Di negara-negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika sekalipun Pemilu juga tidak ditunda. diberbagai negara juga berlangsung, pemilu tidak ditunda," kata Mahfud MD saat membuka rapat koordinasi bersama KPU dan seluruh Sekjen partai politik, Selasa (22/9/2020).

Ketiga, Presiden juga menurut Mahfud tidak ingin daerah yang menggelar Pilkada hanya dipimpin pelaksana tugas alias Plt dalam waktu bersamaan.

Baca: KPU Finalisasi Draf Revisi PKPU Tentang Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Covid-19

Karena Plt itu tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan strategis.

"Sedangkan situasi sekarang di dalam Covid-19 kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis," katanya.

Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka

Keempat, menurut Mahfud, pemerintah telah menunda Pilkada sebelumnya dari 23 September ke 9 Desember.

Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah mengantisipasi masifnya penyebaran Covid-19, bukan menundanya lagi.

"Penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan tunda itu. Nah yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda yang diperhatikan sama yaitu masifnya penularan Covid-19," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved