Kompolnas Jelaskan Maksud dari Rencana Wakapolri Libatkan Preman untuk Penegakan Protokol Kesehatan
Pernyataan dari Wakapolri yang akan melibatkan preman dalam penegakan protokol kesehatan mendapatkan pro dan kontra di masyarakat.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Kepala Polri Komjen (Pol) Gatot Eddy Pramono berencana akan menggunakan preman untuk membantu menertibkan warga agar mematuhi protokol kesehatan.
Pernyataan Wakapolri ini mendapat pro dan kontra di masyarakat.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menjelaskan maksud dari rencana Wakapolri melibatkan preman tersebut.
Menurutnya yang dimaksud Wakapolri bukanlah preman yang ditakuti masyarakat melainkan tokoh masyarakat yang disegani.
Ia menjelaskan jika Polri membutuhkan bantuan dari tokoh-tokoh masyarakat untuk terus mengingatkan akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan selama masa pandemi ini.
"Iya jadi ini saya rasa sudah bergeser karena yang dimaksud adalah tokoh informal tadi. Jadi karena ingin melibatkan banyak orang dan masyarakat Indonesia dibutuhkan partisipasi dari tokoh masyarkat," ujarnya dilansir YouTube Kompas TV, Selasa (15/9/2020).
Poengky Indarti mengungkapkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk menerapkan protokol kesehatan masih rendah.
Karena itu melibatkan preman atau tokoh masyarakat dirasa perlu.
Baca: Kriminolog Dukung Pernyataan Wakapolri Libatkan Preman untuk Tegakkan Protokol Kesehatan
"Sebetulnya yang paling penting adalah membangun kesadaran masyarakat agar masyarakat kita ini benar-benar patuh."
"Niat itu muncul dari diri sendiri. Bagaimana praktiknya dilapangan dengan adanya polisi. Tokoh masyarkat akan dilibatkan, dilihat dan diawasi polisi. Bagaimana cara memakai masker, cara menjaga kebersihan," imbuhnya.
Menurut Poengky Indarti pernyataan Wakapolri yang akan melibatkan preman jangan diartikan sempit hanya preman yang ditakuti melainkan tokoh yang disegani di daerah tersebut.
"Oleh karena itu polisi mengajak masyarakat patuh protokol kesehatan melalui orang-orang yang disegani atau orang yang mempunyai pengaruh. Gak bisa ini disempitkan hanya sebagai preman," tegasnya.
Sebelumnya Wakapolri meluruskan pernyataannya mengenai pelibatan 'jeger' alias preman dalam penerapan protokol kesehatan Covid-19 di tengah masyarakat.

Ia menjelaskan, pelibatan komunitas itu dilakukan dengan didampingi personel TNI, Polri dan Satpol PP pemerintah daerah setempat.
"Kita menegakkan Perda. Jadi nanti Polri, TNI dengan unsur terkait akan membantu dan mendampingi melaksanakan (penegakan hukum mengenai protokol kesehatan)," ujar Eddy dikutip dari Kompas.com.
Eddy melanjutkan, istilah 'jeger' yang dimaksud merujuk pada pihak yang dituakan atau pimpinan dalam sebuah komunitas masyarakat.
Baca: Polri Berencana Libatkan Preman untuk Awasi Penggunaan Masker, Mahfud MD: Sesuai Imbauan Presiden
Misal di pasar, perkantoran atau kelompok masyarakat yang lain.
Merekalah yang akan diberi kepercayaan untuk mengingatkan para anggotanya untuk selalu menerapkan protokol kesehatan.
"Di sini, Polri bersama TNI dan Satpol PP itu akan berkoordinasi dan menyampaikan bagaimana kita menerapkan protokol Covid-19 yang benar," ujar dia.
Khusus di pasar tradisional, Gatot Eddy mengakui, butuh tenaga ekstra agar semua pedagang dan pengunjung mematuhi protokol kesehatan.
Namun, tidak ada pimpinan formal di antara para pedagang.
Oleh sebab itu, pihaknya akan bekerja sama dengan preman pasar dalam artian yang sesungguhnya untuk membangun kesadaran stakeholder pasar untuk menerapkan protokol kesehatan.
"Mereka (jeger) ini kan setiap hari di sana. Bukan kita merekrut, tapi kita merangkul mereka pimpinan informal yang ada di komunitas untuk bersama membangun kesadaran kolektif agar menaati protokol Covid-19," ucap Gatot Eddy.
"Contohnya ada yang tidak pakai masker mereka 'ayo pakai masker', yang tidak jaga jarak, 'ayo harus jaga jarak'," beber dia.

Baca: Pengamat Paparkan Bahaya Ide Wakapolri Libatkan Preman Pasar untuk Pengawasan Protokol Kesehatan
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan jika kata preman yang digunakan Wakapolri bukanlah penjahat melainkan orang yang bekerja diluar pemerintahan.
Menurutnya masyarakat salah menangkap pesan yang disampaikan Wakapolri sehingga muncul penolakan akan rencana ini.
"Kemarin pak Wakapolri pak Gatot sudah mengatakan akan melibatkan preman. Preman itu bukan penjahat. Preman itu orang yang bukan pejabat pemerintah tapikan lalu komentarnya dimedia sosial negatif," ujarnya dilansir YouTube Kompas TV, Minggu (13/9/2020).
Pria asal Madura ini mengungkapkan jika kata preman merupakan bahasa serapan dari bahasa Belanda yang artinya manusia bebas.
"Padahal preman itu bahasa Belandanya orang yang tidak bekerja di kantor pemerintah. Tapi sekarang sering diartikan penjahat."
"Orang yang suka keras, padahal orang yang bebas yang tidak punya baju dinas," ungkapnya.
Ia menjelelaskan jika melibatkan preman ini merupakan himbauan dari Presiden.
(Tribunnews.com/Mohay) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)