Lewat Direktur Waskita Beton Precast, KPK Dalami Aliran Duit Korupsi ke Desi Arryani
Desi adalah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya
Sejauh ini tercatat KPK telah menetapkan lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi dan satu korporasi sebagai tersangka pencucian uang.
Jerat pidana terhadap korporasi memungkinkan setelah terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
Dalam SEMA itu disebutkan Hakim dapat menilai kesalahan korporasi antara lain korporasi mendapat keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi; korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Sementara dalam konstruksi perkara dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif di Waskita Karya yang dipaparkan KPK, kasus tersebut bermula dari keputusan Desi Arryani pada 2009 atau saat menjabat sebagai Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk untuk menyepakati pengambilan dana dari perusahaan BUMN tersebut melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II.
Dalam rangka melaksanakan keputusannya tersebut, Desi kemudian memimpin rapat koordinasi internal terkait penentuan subkontraktor, besaran dana dan lingkup pekerjaannya.
Selanjutnya, kelima tersangka melengkapi dan menandatangani dokumen kontrak dan dokumen pencairan dana terkait dengan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut.
Kemudian pada tahun 2011, Desi mendapatkan promosi menjadi Direktur Operasional PT Waskita Karya (Persero) Tbk Fathor Rachman juga dipromosikan menjadi Kepala Divisi III/Sipil/II menggantikan Desi.
Atas permintaan dan sepengetahuan dari kelima tersangka, kegiatan pengambilan dana milik PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut, dilanjutkan, dan baru berhenti pada tahun 2015.
Seluruh dana yang terkumpul dari pembayaran terhadap pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut selanjutnya digunakan oleh pejabat dan staf pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi PT Waskita Karya (Persero), seperti pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing, pembayaran biaya operasional bagian pemasaran, pemberian fee kepada pemilik pekerjaan (bowheer) dan subkontraktor yang dipakai, pembayaran denda pajak perusahaan subkontraktor, serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II.
Selama periode 2009-2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Sebanyak 14 proyek itu, antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.
Selanjutnya, proyek "fly over" Tubagus Angke, Jakarta, proyek "fly over" Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Sedangkan perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering dan PT Aryana Sejahtera.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) total kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut sekira Rp202 miliar.