Pilkada Serentak 2020
Punya Program Bansos Covid 19, Calon Kepala Daerah Belum Tentu Menang Saat Pilkada
Masyarakat akan lebih menilai rekam jejak kandidat dibanding program bansos yang sifatnya temporer.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politikus PDI Perjuangan Mufti Anam menilai, penyaluran bantuan sosial kepada warga saat pandemi Covid-19 tidak selalu paralel dengan peningkatan elektabilitas kandidat petahana. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah serentak Desember 2020 mendatang.
Masyarakat akan lebih menilai rekam jejak kandidat dibanding program bansos yang sifatnya temporer.
”Masyarakat sudah cerdas dalam menentukan pilihan. Jika incumbent selama ini kinerjanya bagus dengan kepuasan publik yang tinggi, akan tetap kuat elektabilitasnya di tengah pandemi ini. Sebaliknya, jika incumbent kinerjanya buruk dengan tingkat kepuasan publik yang rendah, program bansos pun tidak akan mengungkit elektabilitas secara signifikan,” ujar Mufti Anam, Selasa (11/8/2020).
Baca: Jubir Satgas Penanganan Covid-19: DKI Jakarta dan Jawa Timur Tertinggi Penyebaran Covid-19
Menurut Mufti Anam, di sejumlah daerah, premis tersebut telah terbukti.
”Saya cermati beberapa survei di sekitar 20 daerah, memang jika incumbent kinerjanya tak memuaskan, program bansos hanya mampu menambah elektabilitas secara tidak signfiikan. Demikian pula sebaliknya,” papar politisi muda tersebut.
”Jadi sebenarnya kurang relevan menempatkan bansos sebagai variabel utama pendongkrak elektabilitas,” tambah Mufti.
Anggota Komisi VI DPR ini menjelaskan, basis penilaian untuk petahana adalah kepuasan publik.
”Approval rating petahana bagaimana? Jika kepuasan publik di bawah 55 persen, petahana berpotensi kalah meski menggelontor bansos,” kata Mufti.
Baca: PSK di New York dapat Dana Bansos Karena Dianggap Terkena Dampak Pandemi Covid-19
Mufti menjelaskan, pandemi Covid-19 menuntut kandidat untuk benar-benar cermat dalam memilih isu kampanye.
Komunikasinya politiknya harus berbasis pada isu yang menjadi fokus publik, bukan sekadar manuver dan gimmick semata.
”Saat ini publik dihadapkan pada dua tantangan utama, yaitu krisis kesehatan dan ancaman krisis ekonomi. Fokus publik ke dua isu itu. Maka komunikasi kandidat harus selaras dengan concern publik. Kalau bermain di luar dua tantangan utama publik itu, saya yakin tidak akan efektif mengatrol elektabilitas,” ujarnya.
Menurut Mufti, publik akan melihat dua hal utama. Pertama, apa yang dilakukan kandidat selama pandemi, apakah dia membantu warga, apakah dia mencari solusi permasalahan warga, dan sebagainya. Kedua, harapan yang dibawa, terutama pada isu lapangan kerja dan pemulihan ekonomi.
”Saran saya, fokuslah pada kampanye lapangan kerja dan pemulihan ekonomi,” ujar Mufti.
Mufti menambahkan, dalam kampanye politik, ada dua aspek dasar, yaitu waktu dan sumberdaya. ”Apakah cukup waktu dan sumberdaya untuk menggalang kekuatan publik? Ini harus dikalkulasi tepat,” ujarnya.
Baca: PDB Indonesia Minus 5,3 Persen, Bansos Dinilai Sangat Vital untuk Geliatkan Lagi Ekonomi