Sjamsul Nursalim Buronan Pemerintah RI
Jadi Sorotan Lagi setelah Djoko Tjandra Ditangkap, Siapa Sjamsul Nursalim?
Sjamsul Nursalim kembali menjadi sorotan setelah Djoko Tjandra ditangkap. Ia adalah buron kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dilansir Forbes, Sjamsul Arifin masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia pada 2019.
Forbes mencatat Sjamsul menempati urutan ke-33 dengan total kekayaan mencapai 990 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 14,5 triliun.
Lebih lanjut, Forbes menuliskan Sjamsul Nursalim sebagai pemilik saham di Mitra Adiperkasa Iperkasa, yang mengoperasikan Zara, Topshop, Steve Madden, dan merek-merek lainnya di Indonesia.
Perusahaan miliknya, PT Gajah Tunggal, mensuplai 30% kebutuhan ban di pasar Afrika, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Sjamsul Nursalim dan Istri Jadi DPO sejak 2019
Pada September 2019, KPK memasukkan nama Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"KPK mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, u.p. (untuk perhatian) Kabareskrim Polri perihal DPO tersebut."
"KPK meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian tersangka SJN dan ITN," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Senin (30/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Dimasukkannya Sjamsul dan Itjih dalam DPO, karena keduanya mangkir sebanyak dua kali saat dipanggil KPK pada 28 Juni dan 19 Juli 2019.
Saat itu, KPK telah mengirim surat panggilan untuk Sjamsul Nursalim dan Itjih ke lima alamat di Indonesia dan Singapura.
Baca: NasDem Desak Kepolisian Usut Oknum Imigrasi yang Bantu Djoko Tjandra
Baca: Mahfud MD Jawab Tudingan yang Sebut Pemerintah Cuma Bersandiwara Tangkap Djoko Tjandra
Namun, surat tersebut tak mendapat jawaban.
"Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura," ujar dia.
Kronologi Kasus BLBI
Menurut Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Basaria Panjaitan, hal ini bermula saat Syafrudin selaku Kepala Badan Penyehatan Perbankan Indonesia (BPPN) mengusulkan untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) pada 2002.
Lantas setelahnya terjadi perubahan proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor sebesar Rp 4,8 triliun.