DPR Belum Diajak Diskusi Terkait Rencana Pemerintah Beli 15 Unit Pesawat Tempur Eurofighter Typhoon
Hasanuddin menjelaskan tidak ada celah untuk pembelian alutsista bekas khususnya pesawat tempur yang telah digunakan Angkatan Bersenjata Austria.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Tubagus (TB) Hasanuddin mengatakan hingga Senin (27/7/2020) pihak DPR belum diajak diskusi oleh pemerintah terkait rencana pemerintah mengakuisisi 15 unit pesawat tempur Eurofighter Typhoon dari Pemerintah Austria.
Hal ini juga menurut Hasanuddin tidak ada di dalam rencana APBN tahun 2020.
"Sampai detik ini, sampai kita ini duduk diskusi belum ada pemberitaan resmi, apalagi diajak diskusi meminta persetujuan dari Pak Prabowo kepada DPR, itu mohon dicatat dulu. Dan di dalam rencana APBN tahun ini pun apalagi tahun depan itu tidak pernah dicantumkan rencana pembelian Typhoon ini," kata Hasanuddin dalam diskusi daring yang digelar pada Senin (27/7/2020).
Terkait dengan pembelian alutsista bekas, Hasanuddin menjelaskan tidak ada celah untuk pembelian alutsista bekas khususnya pesawat tempur yang telah digunakan Angkatan Bersenjata Austria selama 17 tahun tersebut berdasarkan Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan.
Kalaupun ada celah, kata Hasanuddin, maka proses tersebut akan terbentur dengan syarat-syarat yang ditetapkan Undang-Undang.
Syarat pertama, kata Hasanuddin, tercantum dalam pasal 43 ayat 1 yang menyebutkan pengguna, dalam hal ini TNI atau Polri wajib menggunakan alat peralatan pertahanan dan keamanan produksi dalam negeri.

Kemudian dalam hal peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri sebagaimana dimaksud belum dapat dipenuhi oleh industri pertahanan dalam negeri, maka pengguna dan industri pertahanan dapat mengusulkannya kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang diketuai presiden.
Ia menjelaskan sejumlah pihak di dalam KKIP yang harus menyetujui hal tersebut antara lain preseiden sebagai ketua, Menteri Pertahanan sebagai ketua harian, Menteri BUMN sebagai wakil ketua harian, serta Menteri Perindustrian, Kemristek, Menkominfo, Menkeu, Menteri PPN, Panglima TNI, dan Kapolri sebagai anggotanya.
"Kemudian izin untuk menggunakan produk luar negeri dengan pengadaan melalui proses langsung. Proses langsung kalau itu pengadaan dari Luar Negeri antar pemerintah, G to G atau antar pabrikan. Nah barang bekas ini tidak bisa. Karena apa? Kita membeli dari pengguna dari user dari angkatan bersenjata Austria atau dari negara Austria. Harusnya G to G dan pabrikan. Jadi ini sudah tertutup lah kemungkinan itu," kata Hasanuddin.
Baca: Biaya Perawatan 15 Pesawat Tempur Eurofighter Typhoon Capai Rp 6,5 Triliun Per Tahun
Selain itu, kata Hasanuddin, ada sejumlah ketentuan jika pemerintah ingin membeli alutsista dari Luar Negeri.
Pertama, kata Hasanuddin, alat pertahanan dan keamanan itu belum atau tidak bisa dibuat dalam negeri.
Kedua, kata Hasanuddin, mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan.
Ia mengaku sudah komunikasi dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) dan menurut PT DI, kata Hasanuddin, belum ada pembicaraan soal pengadaan Typhoon.
Selain itu, kata Hasanuddin, ada kewajiban alih teknologi, imbal dagang, aturan tentang kandungan lokal.