Biayai Program PEN, Ketua Banggar DPR Nilai Perlu ''Burden Sharing'' Pemerintah dan BI
Said Abdullah mengatakan perlunya pembagian beban bersama (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia
Kedua, burden sharing pembiayaan yang bersifat untuk memenuhi barang non-publik (non-public goods), ditetapkan beban Pemerintah sebesar 50 persen dan BI sebesar 50 persen, dengan suku bunga khusus.
Skema tersebut, berlaku sepanjang tenor SBN yang diterbitkan Pemerintah untuk dibeli oleh BI di pasar perdana.
Said menegaskan, burden sharing sangat menentukan keberhasilan program PEN tahun 2020.
Sehingga pemulihan ekonomi nantinya, akan menjadi pra-syarat dan landasan yang kuat dalam penyusunan Rancangan APBN Tahun 2021, berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) 2021 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, yang saat ini sedang dibahas antara DPR-RI dan Pemerintah.
“Saya berharap, RAPBN Tahun 2021, akan dapat menjadi stimulus yang lebih produktif, efektif dan efisien untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kesehatan fiskal secara berkelanjutan,” tuturnya.
Lebih jauh, Said berharap kebijakan fiskal 2020 juga untuk mendorong terciptanya pengelolaan fiskal yang semakin sehat, yang tercermin dalam optimalisasi pendapatan negara, belanja yang lebih berkualitas (spending better), dan pembiayaan yang kreatif, efisien dan berkelanjutan.
Di samping itu, kebijakan fiskal juga diarahkan untuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2021, setelah adanya baseline baru yang akan menyusun perekonomian nasional tahun 2020.
Karenanya, selama pelaksanaan program PEN 2020 berlangsung, tidak boleh terjadi bank gagal, baik bank yang berstatus sebagai anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) maupun Bank Non-Himbara.
“Saya minta, anggota KSSK lebih pro-aktif, menguatkan pengawasan untuk dapat masuk lebih awal dalam mengantisipasi terjadinya bank gagal di Indonesia,” ujarnya.