Kabar Baik Bagi Mahasiswa PTN, Bisa Cicil Uang Kuliah Selama Pandemik Covid-19
Plt Ditjen Dikti, Prof Ir Nizam PhD menjamin tak ada kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT selama Pandemi Covid-19.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar baik bagi mahasiswa di perguruan tinggi negeri, bisa menunda, menyicil hingga mengajukan penurunan level Uang Kuliah Tunggal atau UKT.
Di tengah Pandemi Covid-19 mengakibatkan perubahan sistem pembelajaran di perguruan tinggi.
Kegiatan perkuliahan selama Pandemi Covid-19 dilakukan secara online.
Hal ini membuat banyak mahasiswa yang mempertanyakan soal biaya kuliah yang berlaku.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemndikbud) pun memberikan penjelasan mengenai biaya kuliah mahasiswa selama pandemi Covid-19.
- Baca: Seorang Pasien Wanita di Aceh Lapor ke Polisi, Keberatan Diminta Buka Celana Saat Periksa di Dokter
-
Baca: Mahasiswa di Surabaya Menyesal Bayar Terapis Plus-plus Pakai Uang Kuliah
Plt Ditjen Dikti, Prof Ir Nizam PhD menjamin tak ada kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT selama Pandemi Covid-19.
"Selain itu, keputusan terkait UKT tidak boleh menyebabkan mahasiswa tidak dapat berkuliah,"katanya dikutip dari website Kemdikbud.
Sementara itu, PTN diminta untuk memberlakukan ketentuan besaran UKT sesuai kemampuan ekonomi mahasiswa.
Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) pun menyepakati berbagai skema pemberian keringanan UKT bagi mahasiswa.
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), Jamal Wiwoho mengatakan, mahasiswa dapat mengajukan permohonan perubahan besaran uang kuliah tunggal (UKT) dengan menyertakan data pokok tentang perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa.
Selanjutnya kebijakan untuk memberikan keringanan UKT akan dipertimbangkan dan diputuskan oleh pimpinan PTN berupa beberapa opsi, yaitu pembebasan sementara, pengurangan, pergeseran klaster, pembayaran mengansur, dan penundaan pembayaran UKT.
Seluruh mekanisme pengajuan dan keputusan diatur oleh masing-masing PTN.
Kebijakan tersebut diharapkan tidak mengganggu operasional penyelenggaraan maupun pembelajaran di perguruan tinggi serta berbagai aktivitas pendukungnya.
Ketentuan mengenai keringanan UKT diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 Tahun 2017 tentang tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Pada pasal 5 di permenristekdikti tersebut disebutkan bahwa pemimpin PTN dapat memberikan keringanan UKT dan/atau melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila terdapat:
(a). ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya; dan/atau
(b). perubahan data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Pemberian keringanan UKT dan/atau penetapan ulang pemberlakuan UKT tersebut ditetapkan dengan keputusan Pemimpin PTN.
Untuk mendapatkan keringanan UKT, mahasiswa perguruan tinggi negeri harus mengajukan permohonan ke dekan terlebih dahulu.
Selanjutnya dekan akan membawa permohonan itu untuk dirapatkan bersama para pimpinan kampus.
Permohonan dari mahasiswa harus disertai bukti atau dokumen, antara lain surat keterangan pemutusan hubungan kerja atau surat keterangan meninggal dunia.
Alasan Tetap Harus Bayar UKT
Meski demikian, Ditjen Dikti menegaskan mahasiswa tetap harus membayar UKT dengan berbagai alasan.
Meskipun pembelajaran dilaksanakan dengan metodek pembelajaran jarak jauh (PJJ), kampus tetap mengeluarkan biaya-biaya operasional yang bersifat rutin.
Komponen terbesar dalam biaya ini sekitar 70-80% adalah biaya personel untuk membayar gaji dosen, tenaga kependidikan, dan tenaga dukung lain seperti petugas kebersihan, keamanan, dan sebagainya.
Selanjutnya, biaya-biaya untuk langganan daya listrik, air, pemeliharaan gedung, dan sebagainya harus tetap dipenuhi.
Layanan administrasi dan akademik, akses laboratorium untuk penelitian pun tetap berjalan.
"Sehingga secara faktual tidak ada penghematan yang dilakukan oleh perguruan tinggi melakui pembelajarand dari selama pandemi ini,"jelas Prof Nizam.
Namun, pemerintah berkomitmen untuk membantu mahasiswa dan memastikan tidak ada mahasiswa yang putus kuliah karena tidak mampu membayar UKT.
"Penyediaan berbagai pilihan pembayaran dan alokasi bantuan finansial diharapkan dapat menjadi solusi bagi mahasiswa dan perguruan tinggi untuk tetap dapat menyelenggarakan pendidikan dengan optimal,"tambahnya.
Perguruan Tinggi di Semua Zona Dilarang Kuliah Tatap Muka
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, pembelajaran di perguruan tinggi pada semua zona masih wajib dilaksanakan secara daring hingga ada kebijakan lebih lanjut.
"Karena keselamatan adalah yang nomor satu, saat ini perguruan tinggi masih melakukan secara online sampai ke depannya mungkin kebijakan berubah. Tapi, sampai saat ini belum berubah, jadi masih melakukan secara daring. Itu adalah keputusan dari Kemendikbud saat ini," terang Nadiem dalam konferensi video Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19, Senin (15/6/2020).
Lebih lanjut dijelaskan, meski tahun akademik perguruan tinggi 2020/2021 tetap dimulai pada Agustus 2020 dan tahun akademik pendidikan tinggi keagamaan pada September 2020, pembelajarannya masih harus dilakukan secara daring untuk semua zona.
"Pembelajaran di perguruan tinggi di semua zona masih dilakukan secara daring, masih online, belum belajar tatap muka, belum masuk," papar Nadiem.
Alasan mengapa kampus dilarang untuk tatap muka, menurut Nadiem, universitas memiliki potensi mengadopsi pembelajaran jarak jauh lebih mudah ketimbang pendidikan menengah dan dasar.
Untuk mata kuliah yang tidak dapat dilaksanakan secara daring, Nadiem menyarankan untuk meletakkannya di bagian akhir semester.
Sedangkan untuk sejumlah aktivitas prioritas yang memengaruhi kelulusan mahasiswa, maka pemimpin perguruan tinggi boleh mengizinkan mahasiswa untuk ke kampus.
"Ada yang namanya aktivitas prioritas. Aktivitas prioritas itu adalah yang berhubungan dengan kelulusan mahasiswa yang sulit sekali dilakukan secara daring. Contoh, penelitian di laboratorium untuk skripsi, tesis, dan disertasi," terang Nadiem.
Aktivitas serupa yang tak bisa digantikan dengan pembelajaran daring lainnya antara lain tugas laboratorium, praktikum, studio bengkel, dan hal-hal lain yang butuh peralatan dan mesin.
Kendati demikian, lanjut Nadiem, aktivitas tersebut harus memenuhi protokol kesehatan.
"Kenapa kita memperbolehkan itu, karena kita tidak ingin mengorbankan potensi dari setiap mahasiswa untuk lulus pada saat ini karena itu akan menimbulkan masalah lain," kata Nadiem.
Namun, untuk perkuliahan lainnya, Nadiem menegaskan, pembelajaran masih dilakukan secara online.
"Masih tidak diperkenankan kuliah tatap muka, tidak diperkenankan mahasiswa berbondong-bondong masuk kampus, cuma untuk proyek individual untuk kelulusan," pungkas Nadiem.(*)
(tribun-timur.com/kompas.com)