UU Wabah Penyakit Menular Diuji Materi ke MK
Aisyah Sharifa, kuasa hukum pemohon mengatakan, pengujian perkara a quo sangat erat kaitan dengan permasalahan penanganan covid-19.
Atas dasar itu, dalam petitumnya, pemohon meminta Majelis Hakim menyatakan frasa “dapat” dalam Pasal 9 ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kemudian, pemohon meminta agar Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk juga: (a) Ketersediaan Alat Pelindung Diri bagi seluruh Tenaga Kesehatan yang bertugas; (b) Insentif bagi tenaga medis dan tenaga non-medis yang bertugas menangani pasien COVID-19; (c) Santunan bagi keluarga Tenaga Kesehatan yang gugur ketika bertugas; dan (d) Sumber daya pemeriksaan COVID-19 untuk seluruh masyarakat dengan alur pemeriksaan yang cepat.
Sementara itu, menanggapi permohonan dari pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengomentari identitas Pemohon agar lebih dilengkapi pada perbaikan permohonan.
“Harus ada dasar hukum yang menunjukkan dengan jelas bahwa Ketua Umum berhak mewakili MHKI di dalam dan luar pengadilan. Itu harus disebutkan dengan jelas dalam AD/ART MHKI. Hal ini kaitannya lebih dalam pada kedudukan hukum,” kata Enny.
Kemudian Enny menyingggung kedudukan hukum Pemohon. Menurut Enny, kualifikasi Pemohon harus lebih dijelaskan, apakah sebagai peorangan warga negara atau berupa badan hukum.
“Ini tidak dijelaskan dalam permohonan,” ucap Enny.
Sedangkan Hakim Konstitusi Saldi Isra menyarankan Pemohon agar mencari tambahan argumentasi dalam petitum.
“Apa yang bisa menjelaskan petitum seperti ini di tengah sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang berlaku ke depan. Kalau ini tidak clear, maka kami bisa mengkategorikan petitum Pemohon kabur,” tegas Saldi.