Ombudsman: Ada Potensi Maladministrasi terkait Penyelenggaraan Persidangan Online
Adrianus menyebutkan, penyelenggaraan sidang virtual ini terdapat potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) melaksanakan kajian cepat mengenai Penyelenggaraan Persidangan secara daring atau online di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 di 16 Pengadilan.
Ombudsman menemukan adanya potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut dalam pelaksanaan persidangan virtual tersebut.
Baca: Ahmad Muzani Minta Kader Gerindra Rapatkan Barisan
Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menjelaskan, metode pengambilan data dalam kajian ini adalah dengan focus group discussion (FGD), wawancara, survei dan observasi.
Sedangkan ruang lingkup kajian meliputi 16 Pengadian Negeri yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Bogor, Cibinong, Bekasi, Tangerang, Serang, Medan, Batam, Jambi, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Kupang, dan Manokwari.
Adrianus menyebutkan, penyelenggaraan sidang virtual ini terdapat potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya temuan seperti minimnya sumber daya petugas IT.
Tenaga IT yang terbatas menyebabkan persiapan persidangan virtual menjadi lamban.
Terlebih, jika terdapat kendala teknis di tengah persidangan.
"Ketidakjelasan waktu jalannya sidang, keterbatasan sarana dan prasarana seperti keterbatasan ruang sidang yang memiliki perangkat teleconference," ujar Adrianus melalui virtual, Selasa (9/6/2020).
"Jaringan internet yang kurang stabil juga berpotensi menyebabkan penundaan berlarut dalam proses persidangan," katanya.
Sementara itu, FGD antara Ombudsman RI dengan beberapa Organisasi Bantuan Hukum (OBH) menghasilkan beberapa fakta terkait permasalahan dalam pelaksanaan persidangan virtual.
"Kendala teknis ditemukan seperti keterbatasan penguasaan teknologi oleh hakim, koordinasi antarpihak yang kurang baik, penasehat hukum tidak berada berdampingan dengan terdakwa serta tidak dapat memastikan saksi dan terdakwa dalam tekanan/dusta," jelas Adrianus.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2020 tertanggal 20 April 2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran virus corona atau Covid-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada Di bawahnya.
Berkaitan dengan upaya mencegah penyebaran Covid-19 didapatkan hasil bahwa hampir semua Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19 telah dilaksanakan oleh pihak Pengadilan Negeri.