Virus Corona
Ahli Hukum Jelaskan Ancaman Hukum untuk Pelaku Transaksi Jual-Beli Surat Bebas COVID-19
Ahli Hukum UNS menerangkan mengenai ancaman hukum bagi pelaku penjualan Surat Bebas COVID-19 serta pembelinya apabila terjadi transaksi.
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Agus Riewanto, S.H., S.Ag., M.Ag., menerangkan mengenai ancaman hukum jika melakukan transaksi jual-beli Surat Bebas COVID-19.
Sebelumnya, screenshot penjualan Surat Bebas COVID-19 yang beredar viral di media sosial itu diketahui dijual melalui platform Tokopedia.
Meski demikian, pihak Tokopedia menegaskan telah melarang penayangan iklan penjualan Surat Bebas COVID-19 tersebut dan memastikan tidak terjadi transaksi atas produk ini.
Agus mengatakan, apabila jual-beli surat palsu benar-benar terjadi di marketplace, maka penjual serta marketplace yang menyediakan ruang untuk transaksi menjadi pelaku dalam kasus ini.
Agus mengatakan, pelaku dan pembeli dapat dikenai Pasal 264 Ayat (1) UU KUHP.
Dalam pasal ini, mereka terancam hukuman maksimal 8 tahun penjara.

Menurut penelusuran Tribunnews.com, berikut bunyi Pasal 264 Ayat (1) UU KUHP:
Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
"Untuk pelaku, orang yang memalsukan surat-surat autentik itu, surat anticovid itu, bisa dikenai Pasal 264 Ayat (1) KUHP, hukumannya maksimal 8 tahun."
"Kemudian untuk yang menggunakan di pasal 264 sanksinya juga 8 tahun," kata Agus saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Jumat (15/5/2020) pagi.
"Antara orang yang memperjual belikan atau menggunakan itu dikenai hukuman tersebut," sambungnya.
Baca: Geger Surat Bebas Covid-19 Dijual Bebas Rp 70 Ribu, RS Mitra Keluarga Siap Proses Hukum
Adapun pasal subsidernya yaitu dalam Pasal 378 KUP.
Menurut Agus, dalam pasal ini, orang yang mengambil keuntungan dengan cara menipu bisa dikenai sanksi hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Berikut bunyi pasalnya:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Pasal subsider selanjutnya yaitu Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang pasal 228 ayat 1 uu 19 tahun 2016 tentang UU ITE.
Marketplace yang membiarkan terjadinya transaksi surat palsu melalui media elektronik ini juga dapat dikenakan pasal tersebut.
Selanjutnya, menurut Agus, perbuatan ini dapat dikenai sanksi pidana yang ada dalam Pasal 45 A Ayat (1) Tahun 2016 Tentang ITE dengan sanksi 6 tahun penjara.
"Perbuatan tadi itu menyiarkan berita bohong melalui media elektronik yang merugikan konsumen itu bisa dikenai sanksi pidana, sanksi pidananya ada di Pasal 45 A Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE, sanksinya 6 tahun," ujarnya.
Baca: Viral Surat Bebas Covid-19 Dijual di Tokopedia, Iklan Ditarik dan Dipastikan Tak Terjadi Transaksi
Agus mengungkapkan kasus ini termasuk delik formil.
Artinya, polisi dapat langsung mengusut kasus ini tanpa adanya laporan.
"Delik formil itu tidak perlu lagi laporan sebenarnya, kalau polisi atau aparat melihat itu sebagai kejahatan dan membuat kerugian bisa langsung ditindak."
"Tapi kalau mau lapor ya boleh tapi ini deliknya bukan delik materil tapi formil, ada unsurnya, lalu orang melihat, aparat bisa langsung menangkapnya karena ini kejahatan," terang Agus.
Tokopedia Tarik Iklan Penjualan Surat Bebas Covid-19
Sebelumnya, screenshot Surat Bebas Covid-19 yang diperjual-belikan di Tokopedia itu beredar viral di media sosial.
Dalam unggahan yang beredar, surat tersebut dijual seharga Rp 70 ribu.

Terkait hal itu, Chandra menegaskan pihaknya telah melarang penayangan iklan penjualan Surat Bebas Covid-19 tersebut.
Ia pun menyampaikan belum terjadi transaksi atas produk ini.
"Terkait ditemukannya surat pernyataan sehat dari virus Covid-19 di platform Tokopedia, kami ingin menginformasikan bahwa tidak terjadi transaksi atas produk ini."
"Kami juga menegaskan, saat ini Tokopedia telah melarang tayang produk dan/atau toko yang melanggar tersebut," kata Chandra saat dikonfirmasi Tribunnews.com melalui pesan teks, Jumat (15/5/2020) siang.
Baca: Paket Surat Bebas Covid-19 Dijual Via Online: Harganya Rp 70 Ribu Hingga Rp 90 Ribu
Menurut Chandra beredarnya penjualan Surat Bebas Covid-19 ini terjadi karena Tokopedia bersifat User Generated Content (UGC).
Artinya, setiap penjual bisa mengunggah produknya secara mandiri.
Kendati demikian, ia memastikan Tokopedia tak pernah mendukung praktik-praktik transaksi yang tak bertanggung jawab seperti ini.
"Walau Tokopedia bersifat UGC, dimana setiap penjual bisa mengunggah produk secara mandiri, kami tidak pernah mendukung praktik tidak bertanggung jawab seperti ini," ujarnya.
Chandra pun mengatakan, Tokopedia akan terus melakukan langkah proaktif untuk menjaga aktivitas dalam platform Tokopedia.
Sehingga, segala aktivitas di Tokopedia dapat terus berkesesuaian dengan hukum yang berlaku.
"Aksi proaktif pun terus kami lakukan untuk menjaga aktivitas dalam platform Tokopedia tetap sesuai dengan hukum yang berlaku," pungkasnya.
Analisis Ahli Hukum Terkait Beredarnya Pemalsuan Surat Bebas COVID-19
Menurut Agus, beredarnya penjualan Surat Bebas Covid-19 itu tak lepas dari adanya Surat Edaran Gugus Tugas Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 yang mewajibkan siapapun yang hendak melakukan perjalanan memiliki Surat Bebas Covid-19.
Oleh karena itu, sebagian orang bersiasat untuk menempuh jalan pintas dengan cara yang tak bertanggung jawab tersebut.
Agus juga mengatakan, kasus ini adalah permasalahan mental.
"Ini masalah mental, masyarakat kita mentalnya sakit sehingga katanya secara psikologis itu penipuan akan selalu terjadi manakala ada kebijakan formal yang agak sulit ditembus," ungkap Agus saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (15/5/2020) pagi.
Menurut Agus, sulitnya mendapatkan Surat Bebas Covid-19 tersebut dimanfaatkan oleh para pencari keuntungan untuk memalsukan dan menjualnya.
Hal ini lantaran para pencari keuntungan tersebut melihat kesempatan adanya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan surat tersebut.
"Itu kan untuk dapat surat sulit makanya menggunakan cara itu, apalagi banyak pedagang kita yang tahu nih soal ini bisa diperjual-belikan maka diperjual-belikanlah di marketplace, siapa tahu untung," ujar Agus.
"Ada kebutuhan yang sangat penting untuk orang pulang, perjalanan mudik, ada orang yang mengambil keuntungan itu," sambungnya.
Agus mengatakan, kebijakan pemerintah dalam membuka akses perjalanan khusus bagi sejumlah pihak juga menjadi pemicu adanya penipuan ini.
Baca: Polisi Ingatkan Masyarakat Berhati-hati, Pembuat & Pengguna Surat Keterangan Palsu Bisa Dipenjara
Pasalnya, menurut Agus, banyak penumpang gelap yang memanfaatkan kebijakan tersebut.
"Boleh jadi karena kebijakan pemerintah yang melonggarkan PSBB, kan sejak tanggal 27 April kemarin sudah mulai dibuka perjalanan khusus untuk pihak khusus, misalnya menyangkut petugas corona, sembako, tugas negara, dan sebagainya."
"Itu ternyata ada penumpang gelap, rakyat biasa, yang mengambil keuntungan, dengan persiapan segala aturan dengan kong-kalikong antara petugas perjalanan kereta api, bus, atau pesawat untuk bisa melakukan perjalanan," kata Agus.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)